Kembang Jepun Mulai Tergeser

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Nov 2019 05:56 WIB

Kembang Jepun Mulai Tergeser

Meski Perdagangan di Pecinan Surabaya ini tak Mati, tapi Ikon Pusat Grosir Beralih ke PGS, JMP dan ITC. Bahkan kini Mulai Bermunculan "Pecinan" baru di Surabaya Timur dan Surabaya Barat Farid Akbar-Alqomar, Tim Wartawan Surabaya Pagi Kawasan Kembang Jepun dan sekitarnya disebut-sebut sebagaiChina Town Surabaya. Kawasan jalan sepanjang 1 Km itu dipenuhi berbagai toko mulai tekstil, alat tulis, sampai alat-alat mesin. Berbagai bank nasional maupun lokal, juga membuka kantor di sana. Tak heran saban hari selalu ramai, jalanan pun kerap macet. Namun sunyi di malam hari. Seiring waktu, Kembang Jepun memang tidak mati. Hingga detik ini tetap menjadi salah satu pusat bisnis di kota pahlawan ini. Namun pedagang di Kembang Jepun yang mayoritas keturunan Tionghoa ini menghadapi persaingan berat. Pasalnya, kawasan dikepung pusat perbelanjaan modern, mulai Jembatan Merah Plaza (JMP), Pusat Grosir Surabata (PGS), ITC Mega Grosir, hingga Pasar Kapasan yang dikenal pusat kulakan baju grosir. Akankah perdagangan di Kembang Jepun meredup? --------- "Ikon-ikon ekonomi seperti Kembang Jepun yang tumbuh dan berkembang pada zaman itu, tidak bisa kita bilang tergusur. Sebab memang zaman berkembang, jumlah penduduk meningkat maka wajar jika sentral ekonomi juga muncul di tempat lain. Ini jadi suatu kebutuhan," **foto** Dr. Jamhadi Direktur Kadin Institut Jatim Kembang Jepun dulunya kawasan bisnis utama dan pusat kota Surabaya. Meski bukan menjadi yang utama, kawasan ini tetap menjadi salah satu sentra bisnis hingga saat ini. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perdagangan grosir Kota Surabaya. Menariknya lagi, di Kembang Jepun dan sekitarnya banyak bangunan kuno berasitektur China. Ini yang kemudian dilihat Pemkot Surabaya, kawasan ini memiliki potensi wisata sejarah. Kawasan ini pun direvitalisasi Pemkot sejak awal 2019. Ratusan bangunan kuno di sana dicat ulang. Pedestrian dibenahi, ditambah lampu-lampu penerangan jalan bergaya kuno. Setidaknya ini terlihat di Jalan Panggung yang menjadi perbatasan kampung Arab dan kawasan Pecinan. Lokasinya tak jauh dari Gapura Kya-Kya, pintu masuk Kembang Jepun dari arah Jembatan Merah. Siang kemarin (7/11/2019), Jalan Kembang Jepun tampak padat dan ramai. Aktivitas perdagangan di sana terlihat jelas. Tampak deretan sejumlah mobil box mengangkut dan mengirim barang. Juga sepeda motor yang berjajar di pinggir jalan, lantaran pemiliknya sedang berbelanja di toko-toko di sana. Sementara para kuli angkut mondar mandir, menggendong barang atau menaruhnya di troli dari mobil box dan truk. Pandangan seperti ini tak hanya di Kembang Jepun. Tapi juga di jalan Bongkaran, Slompretan, Jalan Kopi, Jalan Coklat dan sekitarnya. PantauanSurabaya Pagi, toko-toko di Kembang Jepun didominasi pedagang yang menjual peralatan, seperti arko, motor diesel, keramik dan sejenisnya. Selain itu juga terlihat beberapa toko yang menjual kain. "Tapi kalau malam kawasan sini sepi banget mas", cetus Pak Mui yang berdagang makanan dan minuman di Kembang Jepun. Saya lahir di sini mas di Kembang Jepun 1, sekarang pindah di Kembang Jepun 2 karena rumah saya yang dulu dibeli dijadikan ruko, lanjut pria yang dipercaya warga sebagai Ketua RW di Kembang Jepun ini. Menurutnya, perdagangan di Kembang Jepun tak ada matinya, meski di sekitar kawasan ini terdapat pusat grosir atau pusat perbelanjaan seperti JMP dan PGS. Mungkin konsumen sudah cocok dengan pemilik toko di sini (Kembang Jepun), tukas dia. Sayangnya, sejumlah pemilik toko ketika ditemuiSurabaya Pagi, mereka enggan diwawancarai. Seperti di toko UD Sumber Tekhnik, UD Gita Sarana, UD Mitra Mulia dan UD Sinar Kencana. Alasan mereka sama, sedang sibuk melayani pembeli. Sorry ya, banyak yang beli nih, cetusnya. Pergeseran Kembang Jepun Direktur Kadin Institute Jatim, Dr. Jamhadi melihat ada pola pergeseran di Kembang Jepun saat ini. Dilihat dari sejarah, Kembang Jepun dulunya memang menjadi ikon pusat perdagangan dan jasa di Surabaya. Namun seiring waktu dan berkembangnya zaman, kawasan Kembang Jepun tersaingi dengan kawasan lain yang juga menjadi pusat gorsir di Surabaya. Ikon yang ada di suatu wilayah memiliki masanya sendiri. Katakanlah Kembang Jepun dan Pasar Turi. Dulu toko-toko ini ramai dengan aktivitas jual beli barang grosiran, tapi sekarang lebih sepi. Tapi bukan berarti mati, kata Jamhadi dihubungiSurabaya Pagi, Kamis (7/11/2019). Namun menurut Jamhadi, pergeseran itu bukan masalah. Justru munculnya pusat perdagangan dan grosir selain di Kembang Jepun itu menunjukkan kota Surabaya ini berkembang. Ekonominya tumbuh. "Ikon-ikon ekonomi seperti Kembang Jepun yang tumbuh dan berkembang pada zaman itu, tidak bisa kita bilang tergusur. Sebab memang zaman berkembang, jumlah penduduk meningkat maka wajar jika sentral ekonomi juga muncul di tempat lain. Ini jadi suatu kebutuhan," terang mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya ini. Upaya Revitalisasi Sejak awal 2019, Pemkot Surabaya cukup getol merevitalisasi wajah kota tua Surabaya di Jalan Kembang Jepun dan sekitarnya. Pemkot melihat kawasan ini menyimpan potensi wisata baru. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbuparta) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, mengatakan Pemkot Surabaya mempunyai proyeksi untuk menghidupkan kembali kawasan Kembang Jepun. Tak hanya wisata pecinan, rencananya juga ada wisata kota lama di kawasan Kembang Jepun hingga wilayah kota tua jalan Karet. "Iya revitalisasi yang kini sedang dijalankan memang mengarah ke sana itu," ujarnya Program revitalisasi kota lama yang ditandai dengan pengecatan tampak depan bangunan (fasade) di sepanjang Jalan Kembang Jepun. Total sebanyak 140 bangunan dan empat bangunan cagar budaya yang direvitalisasi. Antiek juga menyampaikan, konsep bangunan yang digunakan dalam kawasan Jl Kembang Jepun dan Jl Karet adalah konsep kolonial dan modern. Karena di kawasan tersebut terdapat banyak peninggalan bangunan Belanda dan kawasan pecinan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, kawasan Kota Tua Surabaya akan menjadi maskot kota Surabaya. Kita tata, kita buat kawasan tersebut nyaman bagi pejalan kaki yang akan berwisata di wisata heritage ini, kata Eri. Eri juga menjelaskan, wisata heritage di Jalan Karet dan Jalan Pangung akan terkoneksi dengan wisata air yang berlokasi di sisi utara Jembatan Merah. Selain itu, saat ini pihaknya juga masih melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya untuk menentukan dan penataan lahan parkir wisata baru Kota Pahlawan ini. Depannya sungai itu kan ada juga lahan kosong yang di Jalan Karet, jelas Eri.n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU