Kembalikan kepada Kemeterian Kesehatan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 20 Sep 2020 21:24 WIB

Kembalikan kepada Kemeterian Kesehatan

i

Pakar Epidemiologi Unair Surabaya, dr Windhu Purnomo

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Dengan kondisi 7 bulan, kasus Covid-19 di Indonesia masih terus menanjak. Saya berharap penanganan wabah penyakit menular dikembalikan kepada Kemeterian Kesehatan (Kemenkes). Karena memang "leading sector”-nya adalah kesehatan, bukan sektor lain. Jadi koordinasi seharusnya di bawah Kemenkes. Bukan seperti selama ini, yang dirangkap-rangkap.

Seharusnya Kemenkes sebagai koordinator penanganan Covid-19, karena wabah Covid-19 adalah "underlying problem" dari semua yang terjadi saat ini. Kontraksi ekonomi yang terjadi akibat dari terjadinya wabah. Bila wabah berhasil dikendalikan, maka semua akibat yang terjadi di banyak sektor, termasuk ekonomi, akan pulih dengan sendirinya.

Baca Juga: Empat Kampus di Surabaya, ikut Bergolak

Dengan ditunjuknya Kemenkes sebagai koordinator, maka pertimbangan kesehatan masyarakat akan menjadi prioritas utama daripada pertimbangan lain, sehingga akan mempercepat terkendalinya wabah.

Saat ini, pengendalian wabah tidak berfokus utama pada kesehatan masyarakat, sehingga mengakibatkan hampir tujuh bulan kasus COVID-19 terus mendaki tanpa jelas kapan puncaknya, apalagi berakhirnya.

Ibaratnya penanganan sebuah penyakit, saat ini kita hanya mengobati gejalanya saja, tidak pada penyakit utamanya, sehingga penyakitnya sendiri tidak sembuh-sembuh.

Yang mungkin bisa dilakukan Kemenkes bila menjadi koordinator yaitu membuat strategi utama pemutusan rantai penularan adalah case finding (penemuan kasus) melalui testing dan tracing yang masif melebihi standar minimum, yang saat ini masih hanya separuh, dan tidak merata secara proporsional di semua wilayah.

Baca Juga: Aksi Ksatria Muda Airlangga, Tandingan UNAIR Memanggil?

Tidak boleh ada wilayah yang mempunyai jumlah testing dan tracing yang tidak standar. Target testing 1000 test per 1 juta penduduk setiap minggu, dan tracing sebanyak 30 kontak erat untuk setiap orang yang terkonfirmasi positif. Setiap kasus yang ditemukan harus diisolasi dan atau di-treatment.

Suatu wilayah yang jumlah testingnya belum mencapai standar minimum tidak bisa disebutkan tingkat risikonya juga tidak bisa disebut warna zonanya, atau sebut misalnya sebagai zona abu-abu.

Wilayah dengan zona merah, oranye dan abu-abu harus dilakukan pembatasan pergerakan masyarakat yanh ketat, baik di dalam maupun antar wilayah. Tidak boleh ada kegiatan bisnis di luar yang esensial. Jumlah pekerja sektor esensial pun yang boleh aktif ke kantor atau ke lokasi bisnis hanya maksimum 10 persen, lainnya harus WFH.

Baca Juga: Keresahan atas Pelaksanaan Pilpres 2024, Dirasakan juga oleh Puluhan Dosen Unair dan Unesa

Di wilayah dengan zona kuning dan hijau harus dilakukan pendisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan secara 100 persen tanpa diskresi. Pendisiplinan dilakukan melalui administration control yang ketat, melalui edukasi terus menerus dan social control.

Siapa pun yang melakukan pelanggaran, termasuk tokoh masyarakat formal atau informal, harus diberi sanksi tegas tanpa pandang bulu.

Harapan saya pelayanan kesehatan di hilir, yaitu di rumah sakit harus ditingkatkan, dengan peningkatan kapasitas bed isolasi, dan alat-alat bantu penyelamatan jiwa, tenaga kesehatan, sistem rujukan yang mengatur pengalokasian tempat tidur rumah sakit rujukan, rumah sakit darurat, dan fasilitas isolasi non rumah sakit, dan sistem informasi satu pintu. adt

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU