Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Keluarga Gus Dur, Dukung Jokowi, Apa Mesti Sami’na Wa Atho’na

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 27 Sep 2018 21:02 WIB

Keluarga Gus Dur, Dukung Jokowi, Apa Mesti Sami’na Wa Atho’na

Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Keluarga besar mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Gusdurian, kelompok pengikut Gus Dur, dalam Pilpres 2019 ini kembali menjadi komoditas politik. Anda oasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin dan Anda pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, saling berebut dukungan dari kelompok tersebut. Anda Capres Prabowo, sudah mendatangai istri Gus Dur, Sinta Nuriyah di kediamannya di Ciganjur, Jakarta Selatan, September 2019 lalu. Ternyata, dukungan yang diberikan Yenny Wahid, putri kedua Presiden keempat RI ini, jatuh kepada Anda pasangan Jokowi-Maruf Amin. Benarkah dukungan keluarga Gus Dur, berdampak besar untuk kemenangan Anda capres Jokowi? Pertanyaan saya ini terkait adanya dukungan structural Pengurus PBNU dan kultural Nahdlatul Ulama (NU) yang direpresentasikan oleh Keluarga Gus Dur. Bahkan Anda Jokowi, juga didukung PKB, partai politik yang dekat dengan NU. Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Anda berdua masih ingat, Mahfud Md, tokoh Islam yang selama ini dekat dengan keluarga Gus Dur, saja tidak diakui sebagai kader NU. Padahal Profesor asal Madura ini, pernah menjadi menteri cabinet Gus Dur. Bahkan Mahfud dekat dengan tokoh-tokoh NU kultural. Ketentuan di PBNU, untuk membuktikan seseorang menjadi anggota organisasi NU, harus punya bukti formal seperti Kartanu (Kartu tanda anggota NU). Dan bukan kunut atau tahlilan. Maklum di masyarakat, mereka yang sholat Subuh menerapkan kunut dianggap NU kultural. Menurut teman saya yang duduk di PWNU Jatim, terdapat tiga tahapan keanggotaan di NU. Pertama, keanggotaan kultural dengan menjalankan tradisi-tradisi ke-NU-an. Kedua keanggotaan formal dengan dibuktikannya memiliki kartu anggota NU dan ketiga keanggotaan efektif yaitu secara fungsional mendukung kerja-kerja NU. Dan anggota NU biasa memberi kontribusi iuran. Sedangkan pengurus NU memberi kontribusi keuangan dan tenaga. Mahfud Md, bisa jadi hanya sebagai anggota fungsional yang mendukung kinerja NU. Pertanyaan saya, apakah dukungan keluarga Gus Dur kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anda Joko Widodo-Maruf Amin merupakan cermin kesolidan Nahdlatul Ulama? Secara akal sehat, saya menjawab tidaK otomatis. Mengingat, kini warga NU ada yang sudah profesor dan doktor. Mereka tidak bisa didentikan warga NU yang menerapkan "Samina Wa Athona. Terlepas adanya dukungan Keluarga Gus Dur terhadap Anda capres Jokowi, jangan lantas akan menempatkan Anda Jokowi-Maruf Amin, jumawa. Pertanyaan lain dari saya, apakah mayoritas warga NU berpikiran dan berperilaku tradisional menerapkan Samina Wa Athona, atas dukungan keluarga Gus Dur pada Anda, Capres Jokowi? Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Ada sebuah studi yang dilakukan oleh Mitsuo Nakamura atas tradisi NU. Berdasarkan pengamatan terhadap Muktamar Semarang 1979 dan pergulatan politik NU secara umum di masa itu, Nakamura berkesimpulan bahwa tradisionalisme NU tidak bertentangan dengan progresivisme politik. Pendapat ini untuk merevisi cara pandang kalangan ilmuwan Barat, yang menempatkan tradisi agama sebagai halangan progresivitas. Meski saya bukan warga NU, saya tertarik mempelajari perkembangan NU dari masa ke masa. Anggapan bahwa NU merupakan gerakan Islam tradisional karena menjaga tradisi Islam di Indonesia, menurut saya ada benarnya. Saat Pilkada Gubernur Jatim 2018 lalu, saya mengenal warga NU yang bertempat tinggal di Kedungturi Surabaya. Ada suami istri yang memiliki perbedaan pilihan Khofifah dan Gus Ipul. Sebagai sebuah keluarga, ternyata suami istri yang hidupnya dari membuka warung kopi, menghargai perbedaan pilihan politik. Istri memilih Khofifah, karena ia anggota muslimat. Sedangkan suaminya, warga NU di kampung. Setelah Pilkada Jatim, suami istri ini tetap akur. Menurut akal sehat saya, tradisi semacam ini merupakan pertemuan antara tradisi besar yang universal, dengan tradisi lokal di Nusantara. Pasangan suami istri ini seperti mewakili pribumisasi Islam. Ada budaya lokal tenggang rasa yang dicampur dengan nilai-nilai Islam. Suami istri ini, meski bertempat tinggal di kampung dan dari ekonomi pas-pasan, ternyata tidak menerapkan ajaran Islam tradisional, Samina Wa Athona. Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Menurut teman saya di PWNU, kalimat Samina Wa Athona, sejak dulu sering dikorelasikan kepada pemimpin yang sah. Maklum, pimpinan sah telah mengucapkan sumpah untuk mengemban amanah di bawah ayat-ayat suci-Nya. Ini menunjuk Anda, capres Jokowi. Maklum, Anda Jokowi, pernah disumpah saat menjadi Presiden terpilih tahun 2014. Sedangkan Anda capres Prabowo, belum pernah menjalani sumpah amanah dibawah Al Quean. Dan ajaran untuk taat kepada pemimpin juga tercantum dalam QS. An-Nisa: 59 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan para Rasul (Nya) dan Ulil Amri di antara kamu. Siapa yang pantas disebut Ulil Amri, diluar Anda Capres Jokowi. Apakah Yeni Wahid, patut Samina Wa Athona-i?. Menurut akal sehat saya, Yeni Wahid bukan Ulil Amri, dia anak dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Akal sehat saya ini juga merujuk Imam Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah pemimpin-pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin dalam hal keduniaan. Menggunakan akal sehat, mereka yang memuji-muji keluarga Gus Dur, adalah anak manusia yang terjebak oleh sentimen fanatisme yang berlebihan. Pertanyaannya, apakah keluarga Gus Dur, yang mendukung Jokowi, apa berlaku ajaran Samina Wa Athona kepada warga NU kultural dan struktural? Saya yang pernah mengikuti istiqosah di sebuah desa, memotret massa NU yang berbasis di desa-desa, umumnya terlibat dalam dukung-mendukung pemimpin yang dikampanyekan oleh tokoh-tokoh NU struktural. Bisa jadi, kondisi seperti ini disebabkan tidak dikenalnya sistem kepartaian di desa, sehingga organisasi masyarakat seperti NU seringkali terpaksa menjadi quasi partai politik di desa. Sampai sekarang sudah bukan rahasia, NU sebagai institusi selalu ditarik-tarik ke dalam politik dukung-mendukung. Maklum, NU adalah organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Bahkan massa NU telah tersebar di berbagai penjuru tanah air. Tak dipungkiri mengakar sampai ke desa-desa serta dikenal sangat mituhu pada kiai. Keadaan ini selalu menjadikan kiai, pesantren, dan NU sebagai basis strategis untuk mengantongi modal dukungan kontestasi politik, mendukung Anda berdua. Menurut akal sehar saya, dukungan keluarga Gus Dur terhadap Anda Jokowi, (dejure dan defacto masih menjadi pemimpin negeri ini) moment tetap menjadi pengkritik. Akal sehat saya berbisik, Keluarga Gus Dur, mesti menggunakan masa kampanye ini saat yang tepat untuk mengingatkan Anda Capres Jokowi, memperbaiki kesejahteraan kaum Nahdliyin. Sekaligus mendorong dan menguatkan peran NU dalam berpolitik membangun Indonesia yang beradab dan berkeadilan. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU