Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Kebohongan Ratna, Tragedi Politik bagi Prabowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 03 Okt 2018 19:11 WIB

Kebohongan Ratna, Tragedi Politik bagi Prabowo

Pak Prabowo Yth, Akal sehat saya bertanya, apakah ini yang dinamakan tragedi politik yang menyangkut Anda saat menjadi Capres dalam Pilpres 2019, bersama Sandiaga Uno, cawapres Anda. Saya menyebut kebohongan Ratna Sarumpaet, sebagai tragedi politik, karena ada drama yang menceritakan kisah menyedihkan tentang seorang perempuan tua yang selama ini dikenal sebagai aktivis politik dan HAM. Tragedi kebohongan Juru kampanye Anda, selama ini dikenal sebagai salah satu tokoh oposisi yang sering tampil di layar TV dan forum-forum dengan argumentasi seperti seorang intelektual. Saya mengikuti ocehannya di Indonesa Lawyers Club (ILC) TVOne, kadang Ratna Sarumpaet bicara ceplas-ceplos seperti aktivis yang memiliki kualitas politisi yang memiliki pandangan seorang budayawan. Tragedi kebohongan dengan skenario sebuah penganiayaan kejam yang meyakinkan Anda, menurut saya sebuah peristiwa menyedihkan. Apalagi Anda bersama tokoh politisi gaek, Amien Rais, sampai membuat konferensi pers dan berencana menemui kapolri untuk menindaklanjuti atas pengakuan Ratna, sebagai korban penganiayaan di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Saya dengan akal sehat yang jernuh, jujur tak habis pikir Anda yang pernah menjadi jenderal dan beberapa kali mengikuti Pilpres begitu percaya dengan pengakuan Ratna semata, tanpa melakukan pendalaman lebih mendalam. Ternyata, pengakuan Ratna sebagai korban penganiayaan tiga pria di Bandung, 21 September 2018 lalu, tidak terbukti. Ini didasarkan hasil penyelidikan polisi dan pengakuan Ratna Sarumpeat, sendiri. Pak Prabowo Yth, Rabu kemarin (3/10/2018) Polda Metro Jaya mengungkap Ratna tak berada di Bandung pada 21 September 2018, waktu yang disebut terjadinya penganiayaan. Ratna, ditelisik Poliisi, berada RS Khusus Bedah Bina Estetika pada 21-24 September 2018. Pertanyaannya, pada tanggal 30 September 2018, apakah Ratna Sarumpaet memberikan keterangan palsu kepada Fadli Zon? Atau Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, yang mendramatisir dengan skenario seolah olah salah satu tokoh deklarator #2019gantipresiden. Fadli, sehari sebelum Polri membka hasil penyelidikannya, mengaku sempat bertemu dengan Ratna Sarumpaet. Dan Fadli juga menyebut Ratna dikeroyok oleh 2-3 pria di Bandung, Jawa Barat. Pertanyaan yang perlu digali oleh penyidik Polri, benarkah keterangan yang Anda terima dari Fadli adalah keterangan yang disampaikan sesungguhnya dari Ratna Sarumpaet? Teka-teki yang menjadi domain polisi adalah seberapa jauh Anda bila ternyata menerima keterangan palsu begitu saja tanpa melakukan penelitian dahulu terhadap keterangan tersebut. Ini menyangkut integritas dan kredibilitas Anda, sebagai Capres kedua setelah Pilpres 2014 lalu Anda gagal. Kini, dengan dibeberkanya hasil penyelidikan Polri, sadar atau tidak, elektabilitas Anda bisa tergerus. Apalagi, bila Anda berkeinginan menarik minat generasi muda. Saat ini ada sekitar 14 juta orang adalah pemilih potensial yang bakal memakai hak pilih pada pilpres 2019. Mereka berusia sekitar 17 tahun. Bahkan jumlah anggota masyarakat yang telah terdaftar menjadi pemilih tetap pada tahun ini di dominasi oleh rentan usia 17 40 tahun. Ada kenaikan sekitar 6,2 persen, sehingga total jumlah pemilih rentan usia ini sekitar 50% dari 150.107.164 jiwa atau setara 73,24 persen penduduk yang tercantum sebagai daftar pemilih tetap. Mereka adalah pemilih rasional yang cerdas, sehingga dalam memilih calon pemimpin nasional 2019 nanti, akan menyoal aspek kompetensi Capres. Aspeknya antara lain mulai dari kualitas kinerja hingga kuantitas intelektual selama berkecimpung di dunia politik. Selain aspek sosial, yakni pandangan masyarakat terhadap sosok Anda. Nah, kini dengan adanya tragedy politik yang mengkaitkan Anda, Fadli dan beberapa petinggi Partai Gerindra, akankah prediksi Anda bisa menggarap pemilih milenial bisa tercapai? Setahu saya, ciri menonjol pemilih cerdas adalah memilih sosok panutan yang pantas menjadi pemimpin nasional. Bahkan dari sisi intrapersonal pemilih cerdas juga menyasar kepekaan menjujung tinggi asas kejujuran, keadilan, dan komitmen serta demokrasi. Pak Prabowo Yth, Apalagi saat konferensi pers, Anda menyatakan mengaku kaget mendengar informasi bahwa Ratna dikeroyok. Anda bahkan sempat menyebut pelaku penganiayaan itu pengecut. Terkait itu, Anda sebagai Capres sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, berencana menemui Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Agendanya, Anda akan membicarakan dugaan penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet. Rencana menghadap Kapolri, Anda akan mengajak tokoh-tokoh dari badan pemenangan Koalisi Indonesia Adil Makmur. Selain kasus penganiayaan Ratna, Anda juga mengangendakan membahas kasus-kasus persekusi seperti persekusi terhadap aktivis gerakan tagar 2019 ganti presiden, Neno Warisman. Rabu (3/10/2018), Ratna Sarumpeat menyampaikan permohonan maaf kepada Anda, yang sehari sebelumnya membela dirinya. Padahal pengakuan Ratna kepada Anda diakui sebagai kebohongan yang dibuat Ratna. Pasca penyelidikan Polri dan pengakuan kebohongan oleh Ratna, langkah hukum berikutnya adalah bagaimana Polri menangani kasus penyebar berita hoax yang disampaikan oleh Fadli Zon dan Dahnil Anzar Simanjuntak. Sebagai politisi yang sering bicara keras, Fadli Zon, akal sehat saya mengatakan, Wakil Ketua DPR-RI ini pantas menemui Polri untuk diperiksa terkait perekayasa berita bohong soal Ratna Sarumpeat. Apalagi sejak Rabu kemarin, Fadli Zon, telah dilaporkan oleh tiga pelapor di Polda Metro Jaya. Fadli dan Dahnil, dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong (hoax) terkait kabar penganiayaan Ratna Sarumpaet. Laporan dengan Fadli dan Dahnil, didasarkan fakta temuan penyelidikan Polri yang berbeda dengan informasi yang disampaikannya terkait Ratna Sarumpaet. Temuan Polisi, Ratna Sarumpaet, berada di RS Bina Estetika, Menteng, Jakpus, pada Jumat (21/9), bukan berada di Bandung, yang disebut jadi lokasi penganiayaan. Pak Prabowo Yth, Sekarang, yang akan diusut Polri adalah siapa yang membuat cerita dramatis, Ratna, dianiaya tiga pria yang dikenal di Bandara Husein Sastranegara, Bandung? Cerita dramatis ini, sehari sebelumnya beredar di media sosial. Kisahnya, Ratna usai mengadakan pertemuan internasional. Ia saat itu digambarkan mengantar dua rekannya dari Srilangka dan Malaysia. Ratna, menyatakan dianiaya di sekitar Bandara dan sempat beromat ke Rumah Sakit Cimahi. Tetapi Polri yang memeriksa semua rumah sakit, tidak menemukan pasien bernama Ratna Sarumpeat. Tapi Anda membela, bahwa Ratna, saat itu berobat di Poliklinik. Nah, siapa yang menyusun strategi berobat ke Poliklinik? Apakah Anda atau Ratna atau tim sukses Anda. Hal mengejutkan otoritas Bandara Husein Sastranegara, tidak menemukan ada penganiayaan. Termasuk manifest dua tamu dari Srilangka dan Malaysia serta nama Ratna. Fakta-fakta ini menjadi misteri yang selama sehari berseliweran di media sosial. Anda kemudian mengadakan Jumpa Pers . Dan sehari berikutnya, beredar hasil penyelidikan Polri atas kasus Ratna, yang menurut versi Polri, kisah penganiayaan itu fiktif. Akal sehat saya berkata, tragedy politik ini bisa digunakan oleh kawan politik Anda dan Amien Rais, seolah Anda berdua membuat kegaduhan politik di tengah bencana alam di Sulteng dan Lombok. Pak Prabowo Yth, Anda percaya atau tidak, apa yang dilakukan Ratna Sarumpeat, Fadli Zon dan Dahnil dan Anda tak bisa dipisahkan dari perilaku manusia. Apa yang dilakukan Ratna dengan membuat berita bohong, oleh anggota masyarakat lain bisa dikaitkan dengan takhayul atau impian-impian yang hanya Ratna sendiri yang tahu. Akal sehat saya mengatakan, Anda termasuk elite politik yang dengan mudah menjadi target tipuan (jebakan) pikiran Ratna. Inilah perilaku Ratna, yang ternyata memanfaatkan dan mempengaruhi Anda, untuk membuat kegaduhan. Sebenarnya, menurut pengalaman masa muda saya, Anda, Fadli dan Dahnil bisa mendeteksi kebohongan Ratna dengan menjebak mereka memberikan banyak informasi, dibandingkan memperhatikan bahasa tubuh mereka. Dalam bahasa hukum, apa yang dilakukan oleh aktivis Ratna Sarumpeat masuk dalam katagori menipu, mengakali dengan cara-cara yang kurang baik dan membohongi dengan maksud menipu Anda. Anda bisa jadi, elite politi yang terkecoh oleh Ratna. Artinya, ketokohan Anda telah teperdaya oleh perempuan tua yang selama ini menjadi pengikut Anda. Tragedi politik yang menimpa Anda ini merupakan peristiwa menyedihkan. Namun tragedi seringkali membuat manusia seperti Anda tak berdaya di hadapan Ratna yang bisa saja bermain drama. Tragedi ini berawal dari tingkah laku elit politik. Apa yang dilakukan Ratna Sarumpeat, bisa menggambarkan perilaku buruk dari aspek norma sosial. Menurut akal sehat saya, tragedi politik yang dipicu oleh drama Ratna, bisa membawa pada situasi Anda dihinggapi frustasi. Artinya, frustasi tidak hanya di tingkat individual, tetapi juga di level sosial reputasi Partai Gerindra dan koalisinya bersama PKS, PAN dan Partai Demokrat. Peristiwa ini membawa saya berpikir bahwa politik praktis dan kekuasaan bukan hanya menjadi milik segelintir elit. Dalam kasus ini, rakyat telah mendapat saluran menyuarakan dan mengkritik perilaku busuk, membuat kisah seolah ada penganiayaan yang ternyata rekayasa belaka. Pada titik ini, saya menilai tragedi politik ini bisa menjadi momen untuk menyadarkan manusia akan keberadaannya dalam berlaku di masyarakat. Artinya, siapa pun manusia itu, tidak bisa sendirian. Maka ia, seperti Ratna, tidak bisa seenaknya membuat scenario peristiwa bohonh. Akal sehat saya mengatakan, saatnya siapa pun politisi Indonesia sekarang, baik pendukung Anda maupun Jokowi, perlu melepas arogansinya seolah paling berkuasa dan merasa benar sendiri. Tragedi politik yang membuat kegaduhan ini dapat mengajarkan pada kita, saya dan Anda, bahwa kita tak lebih dari setitik debu di dalam keluasan dan keagungan Alloh Swt. Apalagi kebohongan ini dilakukan oleh Ratna Sarumpeat, yang selama ini dikenal aktivis politik dan HAM yang galak kepada pemerintah. Akal sehat saya berbisik, seorang aktivis adalah seseorang yang menggerakkan untuk kebaikan (kemaslahatan) seluruh warga Negara Indonesia dan bukan keburukan. Menurut saya, aktivis tak ubahnya tokoh organisator dan mujahid dalam lembaga dakwah. Maklum, aktivis seperti Ratna saya amati, sehari-hari bekerja dan berpikir kritis penggerak kehidupan bernegara (idealnya). Pertanyaan saya atas tragedi politik atas kebohongan Ratna Sarumpeat ini apakah kebiasan-kebiasaan kritis para aktivis telah berubah atau terdegradasi? Ajaran saya dari senior sejak mahasiswa dulu, bahwa aktivis itu bekerja aktif melakukan kajian-kajian kritis yang solutif, bukan menjadi penyusun peristiwa yang mengandung kebohongan. Subhanalloh. ([email protected], bersambung).

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU