Kasus Suap Menyuap di KPU : UGM Menolak Rencana KPK!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 10 Mar 2020 14:42 WIB

Kasus Suap Menyuap di KPU : UGM Menolak Rencana KPK!

SURABAYAPAGI.com, Sleman - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menolak rencana KPK untuk menggelar sidang in absentia pada kasus Nurhadi dan Harun Masiku. Pukat menilai KPK tidak menunjukkan profesionalitasnya dan sidang in absentia bisa menutup dan memutus keterlibatan pihak-pihak tertentu. "Pukat UGM menolak rencana KPK mengajukan persidangan in absentia untuk Harun Masiku dan Nurhadi," ucap Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman kepada detikcom, Selasa (10/3/2020). Selain itu, Zaenur menyebut rencana KPK untuk menyidangkan perkara Nurhadi-Harun Masiku secara in absentia tidak tepat dan cenderung tidak bertanggung jawab. Mengingat kehadiran terdakwa penting dalam sebuah persidangan, khususnya untuk menguak fakta baru. "Tidak tepat dan tidak bertanggung jawab, jadi menurut saya KPK tidak menunjukkan profesionalitasnya jika menyidangkan perkara Nurhadi dan Harun Masiku secara in absentia," ujarnya. "Kenapa tidak tanggung jawab? Karena kehadiran terdakwa dalam hal ini Nurhadi dan Harun Masiku itu sangat penting untuk mengungkap kasus korupsi yang dilakukan mereka secara terbuka di dalam persidangan yang bisa diketahui masyarakat umum," lanjut Zaenur. Menurutnya, persidangan in absentia sama saja menjadi cara menyelamatkan diri bagi para pelaku lainnya. Oleh karena itu, persidangan harus dengan kehadiran terdakwa agar publik tahu bagaimana tindak pidana dilakukan dan siapa saja yang terlibat. "Misalnya dalam kasus Harun Masiku, penting sekali bagi publik untuk mengetahui bagaimana kasus korupsi itu dilakukan, dan juga siapa-siapa saja aktor yang diduga terlibat dalam perkara tersebut," ucapnya. "Karena jika diadili secara in absentia maka bisa menutup dan memutus keterlibatan pihak-pihak tertentu," imbuh Zaenur. Apalagi, jika terdakwa tidak hadir dalam persidangan, ia menilai akan sangat susah untuk memperoleh keterangan secara terbuka dari terdakwa mengenai bagaimana tindak pidana dilakukan dan keterlibatan pihak-pihak lain. Dia menyebut pula, Pasal 38 UU Tipikor memperbolehkan persidangan in absentia, tetapi tujuannya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Sedangkan dalam kasus Harun Masiku dan Nurhadi, jika kasusnya adalah suap atau gratifikasi maka tidak ada kerugian negara, sehingga orientasi pidana badan tetap penting. "Saya akan beri contoh pengadilan in absentia yang tepat dilakukan misalnya dalam kasus korupsi dengan kerugian negara besar, pelaku melarikan diri ke luar negeri, susah ditangkap, di Indonesia banyak harta hasil korupsinya. Baru persidangan in absentia berorientasi untuk merampas harta tersebut," ucapnya. Karena itu, Pukat UGM meminta agar KPK fokus untuk mengejar kedua orang tersebut. Mengingat dengan tertangkapnya kedua orang itu menjadi bukti profesionalitas KPK dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memastikan pemberkasan perkara tetap berjalan meski buron KPK, eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi belum tertangkap. Bahkan, Ghufron menyebut KPK bisa saja menggelar sidang in absentia atau tanpa dihadiri terdakwa jika Nurhadi belum juga tertangkap hingga berkas perkaranya tuntas. "Kemudian pada saat berkas sudah kami nyatakan siap dan saksi ataupun alat bukti cukup tapi yang bersangkutan belum kami temukan tidak menutup kemungkinan akan tetap kami lanjutkan persidangan dengan in absentia," kata Nurul Ghufron di KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/3). Nurhadi jadi buronan KPK bersama menantunya Rezky Herbiyono dan Heindra Soenjoto. Ketiganya menjadi tersangka dalam kasus suap-gratifikasi Rp 46 miliar terkait pengurusan perkara di MA. Ketiga buron itu hingga kini memang belum ditemukan keberadaannya. Namun, Ghufron menegaskan pemburuan terhadap Nurhadi cs itu tidak berhenti. Ia menyakini ketiga buron KPK itu masih berada di Indonesia. "Sepanjang keyakinan kami bahwa Nurhadi masih di Indonesia dan sejauh ini belum ada laporan bahwa yang bersangkutan ke luar negeri maka kami masih optimis untuk menemukannya," ujarnya. Tak hanya Nurhadi, Ghufron mengatakan persidangan in absentia bisa juga dilakukan terhadap buronan KPK, Harun Masiku. Harun Masiku ditetapkan sebagai borunan KPK setelah jadi tersangka kasus dugaan suap yang menjerat eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. "Untuk kasus suap menyuap di KPU itu dari HM (Harun Masiku) ke eks Komisioner KPU itu kan yang kami tetapkan empat orang, tiga sudah di dalam, yang satu belum kami tangkap ya. Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," ujar Ghufron. Sama halnya kasus Nurhadi, Ghufron mengatakan pencarian terhadap Harun Masiku terus berjalan. KPK bahkan sudah meminta bantuan Polri untuk menangkap Harun Masiku. "Polri sudah menyatakan komitmennya untuk turut membantu mencari Harun Masiku walaupun sampai saat ini kami belum mendapatkan hasil yang positif," tuturnya.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU