Kapolda Jatim Akan Sikat Pejabat BPN

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 27 Des 2019 06:09 WIB

Kapolda Jatim Akan Sikat Pejabat BPN

Terkait Dugaan Praktik Mafia Tanah dan Pungli Pelayanan Sertifikat Tanah Tim Wartawan Surabaya Pagi SURABAYAPAGI.COM, Surabaya Dugaan masih adanya mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat Badan Pertanahan Nasiona (BPN), membuat Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan geram. Jenderal bintang dua ini pun meminta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) untuk mendata dan memetakan kasus-kasus tanah di berbagai daerah di Jawa Timur. Apalagi temuan Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jawa Timur, masalah pertahanan di BPN paling banyak dikeluhkan sepanjang 2019 ini. ------------- Irjen Pol Luki Hermawan mengungkapkan selain ada Satgas Mafia Bola dan Satgas Pangan, polisi juga telah membentuk Satgas Mafia Tanah. Bila ada oknum BPN terlibat, kita akan usut lebih dalam. Karena soal tanah di Jatim, memang luas. Kita sudah tekankan ke seluruh jajaran untuk menyelidiki permasalahan-permasalahan tanah di tiap wilayahnya. Tapi kita akan tekan ke Ditreskrimum, kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan saat ditanya soal mafia tanah di sela-sela paparan Analisis dan Evaluasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Anev Kamtibmas) 2019 di Mapolda Jatim, Senin (23/12/2019) lalu. CatatanSurabaya Pagi, Satgas Anti Mafia Tanah ini dibentuk Polda Jatim bersama BPN Kanwil Jatim pada 1 Agustus 2017. Saat itu Kapolda Jatim masih dijabat Irjen Pol Machfud Arifin. Sedang Kepala Kanwil BPN Jawa Timur, Gusmin Tuarita. Kala itu diungkap, bahwa di Surabaya banyak sengketa lahan. Seperti kasus di wilayah Surabaya barat. Sedang sengketa tanah di seluruh Jatim ada 140-an kasus. Bahkan, kerja bareng Polda Jatim-Kanwil BPN Jatim ini menyepakati sepuluh target operasi (TO) mafia tanah kelas kakap. Namun hingga kini, belum pernah terdengar Satgas Anti Mafia Tanah Polda Jatim merilis ke-10 mafia tanah kakap itu. Apakah benar sudah ditangkap atau belum. Menariknya, Gusmin Tuarita yang ikut membentuk Satgas Mafia Tanah justru menjadi tersangka korupsi di KPK. Saat ditetapkan tersangka, Gusmin menjabat sebagai Inspektorat Wilayah I BPN. Sedang gratifikasi yang diterima Gusmin terkait pemberian izin HGU (Hak Guna Usaha). Menurut KPK, pada periode 2013-2018, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah ataupun melalui tersangka lainnya. Totalnya sebesar Rp22,23 miliar. Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, rekening milik anak-anak Gusmin. Karena itu, KPK menjerat Gusmin dengan Pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Setelah kasus mantan Kepala BPN Kanwil Jatim Gusmin, Tim gabungan intelejen Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim), berhasil menangkap mantan Kepala BPN Surabaya II, Indra Iriansyah, pada 4 Desember 2019. Indra Iriansyah merupakan terpidana kasus korupsi pemberian persetujuan perpanjangan sertifikat hak guna bangunan (HGB). Dalam kasus ini, Indra terbukti melakukan tindak pidana korupsi memberikan persetujuan perpanjangan sertifikat HGB PT Ketabangkali Elektronics (KE) di atas tanah hak pengelolaan PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER). Padahal, seharusnya dalam pengajuan SHGB ini, PT KE harus terlebih dulu meminta perjanjian pengelolaan tanah industri (PPTI) dari PT SIER selaku pemegang hak pengelolaan lahan. Namun pada kenyataannya PT KE langsung mengajukan ke BPN tanpa menyertakan PPTI. Atas perbuatannya, Indra dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 4 PK/PID.SUS/2014 tanggal 19 Maret 2014. Notaris-BPN Ketua Kongres Advokat (KAI) Jatim Abdul Malik pernah mengungkapkan kepadaSurabaya Pagi, modus operasi pungli di bidang pertanahan saat ini berbeda dengan masa lampau. Kalau dulu, barangsiapa yang mengurus keperluan pertanahan, harus membayar pungutan khusus setiap berkasnya berada di meja-meja pelayanan. "Kalau sekarang, itu notaris pakai orang-orang mereka untuk mengurus keperluan pertanahan di BPN," beber dia. "Oknum notaris ini juga termasuk mafia!" Di samping itu, Abdul Malik juga menuduh BPN tidak transparan. Pasalnya, penerbitan sertifikat bagi masyarakat diumumkan. Tetapi anehnya, untuk korporasi tidak dipublikasikan. Masyarakat sendiri butuh waktu bertahun-tahun sementara perusahaan tidak sampai satu tahun, ingat Malik, sambil menggerutu soal ketidakadilan pelayanan dari pejabat BPN. Karena itu, dia menghimbau supaya Satgas Mafia Tanah itu anggotanya tidak hanya dari kepolisian saja, tetapi juga dari kalangan masyarakat yang mengerti hukum. Sehingga, sambung Abdul Malik, tidak adaewuh pakewuh dalam upaya pemberantasan mafia pertanahan. "Satgas Mafia Tanah ini sebetulnya tahu siapa-siapa mafianya. Lha wong orangnya itu-itu saja kok," ungkap Malik. Hal sama diungngkapkan pakar hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Sudiman Sidabukke. Ia memandang bahwa kaitan permainan mafia tanah yang terjadi saat ini sudah sedemikian parah. Hal tersebut menurutnya bertalian erat dengan teorisupply and demand. "Pemain mafia tanah ini biasanya jaringan yang berasal dari pemilik modal. Mereka yang memiliki modal kuat dan bersedia untuk membayar lebih. Itu dulu pemicunya," ungkap Sudiman, secara terpisah. Peran vital PPAT sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam urusan pertanahan ini dipandang oleh pria yang juga berprofesi sebagai praktisi hukum sangat rentan untuk menjadi oknum mafia tanah. "Karena itukan pekerjaan mereka sehari-hari. Mereka yang bersinggungan dengan kaitan pertanahan langsung," jelas Sudiman. "Ditambah lagi, PPAT ini kan seringkali juga punya jaringan yang luas di BPN sebagai sentral urusan pertanahan. Apabila pemilik modal, oknum PPAT, dan oknum BPN ini berkongsi jahat, maka itu akan runyam," tambahnya. Pengaduan Tertinggi Sementara itu, Kepala Perwakilan ORI Jatim Agus Widiyarta menyebut laporan atau pengaduan masyarakat terbanyak di Jatim masih soal pertanahan atau pelayanan penerbitan sertifikat di BPN. Hingga November lalu, laporan yang masuk sebanyak 52 laporan. Disusul masalah kepegawaian. Jumlahnya 28 Laporan. Lalu diikuti substansi kualitas pelayanan publik kepolisian di Jatim, sebanyak 24 Laporan. Selain tiga substansi di atas, substansi pelaporan soal perizinan di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur, sepanjang 2019, juga jadi perhatiannya. "Tahun ini kami banyak laporan soal perizinan. Beberapa kabupaten/kota di Jatim penerbitan izinnya masih pakai tanda tangan kepala daerah. Tidak dilimpahkan ke OPD," katanya.n tim

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU