Kajari Lulus Mustafa, Diduga Sebarkan Berita Bohong (Hoax)

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 26 Nov 2019 07:28 WIB

Kajari Lulus Mustafa, Diduga Sebarkan Berita Bohong (Hoax)

Menyingkap Kongsi Bisnis Percetakan di Trenggalek, Dituding Korupsi (12) Mulutmu adalah harimaumu Pembaca yang Budiman, Peribahasa ini mengajarkan kita untuk menjaga mulut, karena segala perkataan yang terlanjur kita keluarkan apabila tidak dipikirkan dahulu akan dapat merugikan diri sendiri, baik secara moral, sosial dan hukum. Termasuk bisa kesandung masalah hukum. Maka itu, pesan orang bijak, janganlah menyampaikan sesuatu yang tidak benar atau tanpa cek and ricek. Tak keliru profesi wartawan diajarkan sebelum memuat keterangan satu narasumber dituntut untuk melakukan cek dan ricek, agar ada keseimbangan fakta berita, tidak malah menebar berita bohong atau informasi palsu. Mengingat, sebuah berita harus bernilai. Artinya, untuk memperoleh berita yang terpercaya kebenarannya, seorang wartawan harus melakukan kegiatan Cek and ricek. Maksudnya, agar berita tersebut bersifat objektif, sahih, dan akurat. Apalagi kalau informasi yang disampaikan itu nyata-nyata palsu. Keterangan Palsu dan Tebar Kebencian Warga Negara Indonesia yang melek hukum sekarang percaya semakin banyak perangkat hukum yang bisa menjerat penebar hoax atau berita palsu. Apalagi warga Negara yang menjabat penegak hukum, seperti Kajari Trenggalek, jaksa Lulus Mustafa, SH..,MH. Kesandung masalah? ya! Kini penebar berita bohong atau hoax akan dikenakan KUHP. Selain Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan konflik sosial. Apa kaitan berita bohong (hoax) dan informasi palsu dengan Kajari Trenggalek, Jaksa Lulus Mustafa SH, MH. Ia pada tanggal 18 Juli 2019 sore menyelenggarakan jumpa pers. Keterangan pers mengundang wartawan online dan cetak di kantornya. Temuan ini, karena media online memuat rata-rata pada tanggal 18 Juli 2019 malam. Diantara media online yang memuat malam itu, umumnya berjudul Mantan Bos Media di Surabaya Ditahan Karena Dugaan Korupsi. Ini dimuat di jatimnet.com", Jumat, 19 Juli 2019, pada pukul 21:21 WIB. Kemudian Koranmemo.com memuat dengan judul Mantan Bos Media di Surabaya Ditahan Karena Dugaan Korupsi. Berita di koranmemo.com, dimuat pada pukul 21:48 ,18 Juli 2019. Selain itu, ada media online SURYAMALANG.COM, yang memuat tanggal 18 Juli 2019. Berita online ini saya baca dan direkam oleh tim penasihat hukum saya, baik soft copy maupun di print (hard copy). Ini dilakukan saat saya dalam pemeriksaan di RSU dr. Soedomo Trenggalek, antara tanggal 18 Juli 2019 malam hingga tanggal 19 Juli 2019 siang. Keterangan Kajari Lulus Mustafa, hampir sama. Ini salah satu kutipan dari media online, Jatimnet.com. JATIMNET.COM, Trenggalek Kejaksaan Negeri Trenggalek akhirnya menahan Tatang Istiawan Witjaksono, mantan bos media di Surabaya, karena diduga terlibat dalam perkara korupsi. Jam 7 (malam) sudah bisa kami masukkan ke Rutan di Trenggalek, kata Kajari Trenggalek Lulus Mustofa saat dikonfirmasi, Jumat 19 Juli 2019 malam. Akibat pemberitaan itu, beberapa relasi bisnis saya, sepanjang tiga hari menelepon saya dan kantor menanyakan kebenaran pernyataan Kajari Trengalek. Beberapa relasi, ada yang menarik kerjasama pemasangan iklan. Bahkan menagih pasokan bahan baku lebih cepat. Dalam kasus ini, tersangka dulu sebagai pemilik sebuah media di Surabaya, ujar Lulus, seperti dikutip media online Jatimnet tersebut. Lulus menambahkan, kerugian negara berasal dari penyertaan modal dari PDAU ke PT BGS, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Tatang sepakat bekerja sama untuk membuat perusahaan percetakan yang kini mangkrak. Namun dalam praktiknya, mantan bos media ini tidak menyetorkan modal sebesar Rp 1,7 miliar sebagai modal yang telah disepakati untuk penyertaan modal PDAU ke PT BGS sebesar Rp 8,9 miliar. Tatang diduga justru menyelewengkan penyertaan modal untuk pembelian alat percetakan sebesar Rp 5,9 miliar, dari total modal sebesar Rp 7,1 miliar yang diberikan PDAU ke PT BGS. Uang sebesar Rp 5,9 miliar untuk membeli mesin percetakan, kemudian disetorkan ke rekening Tatang. Tapi Tatang tidak membelikan mesin baru. Ia hanya membeli mesin rekondisi. Ada 3 (tiga) keterangan palsu, menyesatkan dan tidak sesuai fakta hukum yaitu (1) Mantan pemimpin bos media; (2) Tidak setor modal Rp 1,7 M dan (3) Tidak membelikan mesin baru, tapi rekondisi. Ini saya dianggap menyelewengkan dana Penyertaan modal PDAU. Poin satu adalah keterangan palsu. Tidak menyetor adalah pernyataan menyesatkan, sebab perjanjian kerjasama saya disepakati menyetor intangible asset senilai Rp 1,7 miliar dalam bentuk keahliaan, pengalaman sebagai pengelola percetakan, survei pasar, pelatihan, pembuatan sistem dan lain-lain. Berikut isi perjanjian kerjasama yang terkait pernyataan Kajari, bahwa saya tidak setor Rp 1,7 miliar. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Usaha Grafika Nomor: 539/09/406.081/2008 Nomor: 07/PDAU Trenggalek SMG Sby/I/2008 tanggal 9 Januari 2008; dan telah dilegalisasi dengan Nomor 194/2007, di Notaris Kayun Widiharsono., SH.,M.Kn., mengatur tentang penyetoran intangible dalam pasal 3 dan 4 sebagai berikut; Pasal 3. Komposisi Saham A. Saham perusahaan dinilai total Rp 8.923.750.000,00 (delapan miliar Sembilan ratus dua puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). B. Pihak kedua akan menanamkan saham di perusahaan sebesar 20 (dua puluh) persen, atau senilai Rp 1.784.750.000,00 (satu miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). C. Pihak pertama akan menanamkan saham di perusahaan sebesar 80 (delapan puluh) persen atau senilai Rp 7.139.000.000.00 (tujuh miliar seratus tiga puluh Sembilan juta rupiah). Pasal 4. Hak dan Kewajiban A. Pihak kedua menginvestasikan uang sejumlah Rp 1.784.750.000,00 (satu miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) seperti dalam pasal 3 ayat b diatas dalam bentuk persiapan (pra-operasional), survey pasar, SDM, pembuatan system dan manajemen hingga operasional. B. Pihak pertama menyetorkan uang sejumlah Rp 7.139.000.000.00 (tujuh miliar seratus tiga puluh Sembilan juta rupiah) untuk pembelian mesin offset, mesin webb, mesin digital printing, peralatan pra-cetak, mesin potong, beserta perlengkapan cetak (plat maker, plate processor, mesin potong, mesin lipat) dan mesin genset. Dana tersebut disetorkan ke rekening PT Bangkit Grafika Sejahtera di BRI Cabang Trenggalek dan ditanda-tangani oleh wakil dari kedua belah pihak. C. Pihak pertama berkewajiban meminjamkan lahan dan gedung yang terletak di Jalan Karangsoko Trenggalek untuk waktu 5 (lima) tahun dan setelah ini Pihak Pertama memungut uang sewa dari PT Bangkit Grafika Sejahtera yang besarnya uang sewa akan ditetapkan tersendiri setelah percetakan PT Bangkit Grafika Sejahtera, memetik keuntungan. D. Pihak kedua dalam menjalankan operasional usaha percetakan berkewajiban mengutamakan putra-putri dari Kabupaten Trenggalek yang memiliki kemampuan dan minat di bidang grafika dengan cara mendidik dan magang kerja di percetakan PT Surabaya Pagi Printing di Surabaya. E. Dalam menjalankan kewajiban seperti dalam ayat (d) diatas, Pihak kedua berkewajiban melakukan koordinasi dengan pihak pertama, khususnya dalam pemberdayaan putra-putri warga Kabupaten Trenggalek. F. Dalam mendukung tercapainya target pendapatan yang direncanakan pihak pertama berkewajiban mendorong dan mengkoordinasi semua dinas untuk mengirim semua pesanan cetak-mentak ke PT Bangkit Grafika Sejahtera. G. Pihak kedua berkewajiban menyusun business plan tahunan bersama-sama dengan pihak pertama. Dalam pasal 4 Ayat (a) dijelaskan, investasi saya dalam bentuk persiapan survei pasar, SDM, pembuatan sistem dan manajemen hingga operasional. Ketentuan Pasal 4 huruf a ini adalah ketentuan hukum yang mengikat antara PT Surabaya Sore dan PDAU Kabupaten Trenggalek sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHperdata dan mengikat sebagai Undang-Undang bagi kedua badan hukum. Saya heran, Kajari Trenggalek yang bukan seorang hakim berani membuat penafsiran perjanjian kerjasama. Dalam ilmu hukum, seorang jaksa tidak memiliki kewenanan menafsirkan suatu pasal atau perjanjian. Logika hukum mengacu pada fakta hukum pasal 3 dan 4 perjanjian kerjasama ini, apa yang dipublikasikan Kajari Trenggalek saya anggap sebagai penafsiran yang tidak menghormati Pasal 1320 KUHperdata jo 1338 KUHperdata. Bahkan dalam pasal 4 huruf d, mendidik dan magang kerja di PT Surabaya Pagi Printing, milik saya. Apakah ini tidak dinilai sebagai prestasi saya dalam perjanjian kerjasama. Tentang mesin baru dan mesin rekondisi ini dibahas dalam proposal bahwa bila investasi mesin baru membutuhkan modal Rp 27 miliar dengan BEP selama 7 tahun. Sedangkan bila investasi mesin rekondisi kebutuhan untuk investasi dan modal kerja hanya Rp. 7,1 miliar dengan proyeksi BEP 3-4 tahun. Heran saya, Kajari Trenggalek tidak mempelajari proposal saya secara utuh, tetapi mengeksploitasi pilihan investasi mesin rekondisinya. Dari pernyataannya yang disiarkan oleh pers, Kajari yang lulusan S-2 magister hukum, sepertinya tidak paham kaidah, norma dan aturan hukum positif secara utuh dan benar. Bahkan saya menilai pernyataannya ada dugaan sengaja menebar kebencian pada saya. Apalagi saat jumpa pers tanggal 18 Juli 2019, saya belum dimintai keterangan sebagai tersangka samasekali. Secara hukum, Kajari tidak melaksanakan fair trail. Wajar saya menilai keterangan Kajari seperti dalam media online / media sosial itu mengandung fitnah, keterangan palsu dan berita bohong, seperti diatur dalam KUHP dan UU ITE. Dipublikasikan Mantan Pimpinan Media Dengan tebaran berita yang tidak ada cek and ricek ke saya, menggambarkan Kajari tidak menghormati asas praduga tak bersalah saya. Ketentuan asas praduga tak bersalah tersangka ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang berbunyi: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Salah satu buku yang membahas mengenai asas praduga tak bersalah adalah Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan yang ditulis M. Yahya Harahap, S.H. Dalam buku ini penerapan asas praduga tak bersalah dikupas oleh Yahya Harahap, sebagai berikut (hal. 34): Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Saya dipublikasikan oleh Kajari Lulus Mustafa, mantan pimpinan Media. Padahal sampai kini, akhir November 2019, saya masih memimpin sebuah harian, sebuah media online dan e-paper. Saat diperiksa sebagai saksi pada tanggasl 18 Juli 2019 oleh tim penyidik Kejari Trenggalek (ada 4 penyidik selevel Kasi), tak satu pun yang mengklarifikasi identitas saya, sebagai pimpinan harian Surabaya Pagi, SP Online dan E-Paper. Herannya, pada malamnya, Kajari Trenggalek, sudah menebar berita saya mantan pimpinan media?. Publikasi melalui media online seperti ini secara fakta hukum, sudah menebar berita bohong. Apalagi semua media cetak dan online, khususnya di jawa Timur, tahu posisi secara de jure dan de facto saya adalah pimpinan harian Surabaya Pagi, Surabaya Pagi Online dan e-Paper. Bahkan organisasi pers seperti PWI Jatim, SPS dan Dewan Pers. Akibat pemberitaan itu, beberapa relasi bisnis, sepanjang tiga hari menelepon saya dan kantor menanyakan kebenaran pernyataan Kajari Trengalek. Beberapa relasi, ada yang menarik kerjasama pemasangan iklan. Bahkan menagih pasokan bahan baku lebih cepat dari tengang waktu pembayaran yang disepakati. Tidak Lari dari Tanggungawab Saya berpikir, Kajari Trenggalek Lulus Musfata, sebagai pejabat publik tidak memperhitungkan dampak penyebaran berita yang tanpa cek and ricek dan putusan pengadilan. Mengingat, malam itu saya masih diperiksa sebagai saksi, belum ada pemeriksaan saya sebagai tersangka. Keterangan Kajari Lulus Mustafa, kepada pers tanggal 18 Juli 2019 itu mengabaikan prinsip asas praduga tak bersalah. Sekaligus TAP MPR tahun 2001. Dalam TAP MPR tahun 2001 diatur seorang pejabat publik selain harus transparan, bertanggung jawab, juga tidak lari dari tanggung jawab. Nah, nanti saat laporan saya ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung, Jaksa Muda Bidang Pengawasan, Komisi Kejaksaan dan Mabes Polri, Kajari Lulus Mustafa, juga harus mengikuti prosedur pemeriksaan internal dan tindak pidana penyebaran berita bohong. Kajari Lulus Mustafa lupa, saya sudah lama telah menjadi public figure. Semua public figure pasti menginginkan sebuah eksistensi dalam kehidupan dan aktivitas ataupun profesi sebagai penerbit koran dan wartawan hukum. Maklum, sebuah eksistensi begitu sangat penting bagi seorang yang punya nama di masyarakat. Bagi public figure eksistensi itu adalah suatu hal yang begitu sangat besar serta penting untuk diperhatikan. Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, pasti tahu bahwa penebar hoax di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP. Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Jujur, saya yang mengalami pemberitaan hoax Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, adalah WNI yang dirugikan, baik moril maupun materiil. Publikasi Kajari Trenggalek ini menurut saya sudah bernuansa ujaran kebencian. Tujuannya bisa untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap saya. Sebab, ujaran kebencian atau hate speech oleh Kajari Trenggalek saya anggap sudah berkatagori berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) dan secara hukum dapat dipidana menurut UU ITE yaitu Pasal 27 ayat (3) Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). UU ITE ini mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media) menyatakan Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Selain itu saya bisa melaporkan Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, dengan pasal Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengatur hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa menyiarkan kabar bohong. Disamping bisa melaporkan Kajari Trenggalek telah memberi informasi palsu atau pernyataan palsu. Secara hukum perbuatan ini bisa dikualifikasi sebagai perbuatan pidana. Pengertian pidana pernyataan palsu ini juga telah dirangkum oleh dua orang dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Adami Chazawi dan Ardi Ferdian. Keduanya menulis lewat buku berjudul Tindak Pidana Pemalsuan: Tindak Pidana yang Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap Kepercayaan orang atau Masyarakat Mengenai Kebenaran Isi Tulisan dan Berita yang Disampaikan. Kedua dosen Fakultas Hukum Unibraw ini menegaskan, istilah pemalsuan tidak perlu selalu diartikan pada perbuatan yang menjadikan palsunya isi tulisan seperti surat atau sejenisnya; melainkan termasuk juga palsunya isi berita/informasi yang tidak dituliskan tetapi dipublikasikan. Astagfirullah (bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU