Kaisar Shunzhi, Meninggal di Usia 22 Karena Cacar

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 09 Feb 2020 21:42 WIB

Kaisar Shunzhi, Meninggal di  Usia 22 Karena Cacar

Napak Tilas Kekaisaran Dalam Dinasti China Kuno (9) SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -Kaisar Shunzhi (Hanzi: , Mongol : Eyebeer Zasagch Khaan, lahir 15 Maret 1638, meninggal 5 Februari 1661 pada umur 22 tahun). Dia adalah kaisar ketiga Dinasti Qing dan kaisar Tiongkok pertama dari suku Manchu sejak bangsa minoritas itu menduduki Tiongkok tahun 1644. Nama aslinya adalah Aisin Gioro Fulin , putra ke-9 dari Huang Taiji. Shunzhi menduduki tahta setelah ayahnya, Huang Taiji mangkat pada tahun 1643. Hidup Kaisar Shunzhi tidak bisa dikatakan bahagia layaknya kaisar-kaisar yang lain. Ini terbukti dari puisi yang ia tulis dan puisi tersebut menggambarkan kepiluannya menghadapi kehidupan yang sesngsara. Shunzhi merasa sangat terpukul pada saat itu. Pasalnya, ketika Selir kesayangannya, Dong E Fei meninggal saat melahirkan anak yang belum genap 300 hari, dan pilunya sang anak meninggal. Dong E Fei tidak sanggup menahan beban kematian bayinya, maka dalam waku 3 tahun dilewati dengan sakit-sakitan lalu meninggal dalam usia 22 tahun, kata sejarahwan. Sedangkan, Shunzhi sendiri juga seperti diterjang gledek melihat anaknya dan istri kesayangan telah tiada maka tekadnya ingin menjadi bhiksu pun terbesit. Mendengar kabar ini, Ibu Suri tentu sangat menentang, dan mengancam salah satu bhiksu yg mendampingi Shunzhi. Dengan sakit hati, Shunzhi mengurungkan niatnya dan hanya sakit-sakitanan memikirkan anak istrinya hingga tidak sampai 3 bulan. Dia pun wafat karena cacar. Sepintas kepiluan seorang Shunzhi, sejenak memutar waktu, Fulin adalah putera ke-9 Huang Taiji yang dilahirkan oleh salah satu selir kesayangannya. Gelar putera mahkota yang disandang Fulin dipercaya oleh berbagai pihak karena jasa dan usaha ibunya. Ketika Fulin bertahta pada tahun 1643, dia dibantu oleh pamannya, PangeranDorgon danJirgalang bertindak sebagai wali baginya. Dorgon yang ambisius ingin merebut Beijing. Ia menghimpun kekuatan dan melatih pasukan besarnya, dibantu oleh kakaknya Aji Ge dan adiknyaDodo serta seorang penasehat militer dari suku Han bernamaFan Hau Chen. Fan hau Chen sendiri adalah adik dari seorang Jenderal besar Ming yaituFan Hau Ming. Pada bulan Juni1644, untuk meneruskan cita-cita dinasti Qing yaitu menguasai Tiongkok, Qing mengerahkan pasukan menuju Beijing, ibu kota Dinasti Ming dengan melewatiTembok Besar melaluiTerusan Shanhai. Dibantu oleh 3 gubernur Ming yang memberontak, salah satunya adalahWu Sangui (pemberontakkan tiga raja muda), mereka berhasil merebutBeijing dari rezim pemberontak petani Dashun pimpinanLi Zicheng. Pada bulan Oktober tahun itu, Dorgon mendeklarasikan bahwa Dinasti Qing adalah penerus sah dariDinasti Ming yang sebelumnya telah diruntuhkan pemberontakan petani Dashun. Untuk mengambil hati rakyat Ming yang beretnis Han, Dorgon mengadakan upacara berkabung untuk raja Ming yang tewas oleh pemberontakkan petani. Dorgon juga mengangkat Fan Hau Cen yang beretnis Han, sebagai pejabat tinggi resmi negara. Hal ini dilakukan demi mengambil simpati dan meredam perbedaan suku demi kemaslahatan Dinasti Qing. Setelah berhasil menguasai ibu kota, Dorgon sempat merasa bimbang untuk mengambil alih kekuasaan raja. Namun berkat cintanya terhadap Ibu Suri Xiaozhuang dan ia sendiri tidak ingin sejarah mencatat namanya demi tahta Naga, serta memikirkan lebih panjang lagi masa depan Dinasti Qing, maka ia melepaskan segala rasa gundah, rayuan oleh adik dan kakaknya yang menginginkannya menjadi kaisar. Dengan demikian, Shunzhi yang ketika itu berusia 6 tahun otomatis menjadi kaisar Tiongkok pertama dari Dinasti Qing dan Dorgon dan Jirgalang sendiri menjadi pangeran wali. Selain dibantu oleh Dorgon, ia juga dibantu oleh ibunya,Ibusuri Xiaozhuang dalam menjalankan pemerintahan. Shunzhi sangat tidak menyukai pamannya yang sangat tegas dan tidak pernah menyetujui hubungannya dengan ibunya. Ia juga merasa bahwa pamanya enggan menyerahkan kekuasaan kepadanya, sehingga saat ia berumur 16, barulah ia resmi menjadi kaisar Qing sepenuhnya. Setelah memegang kekuasaan di tangannya sendiri, ia mengubah kebijakan-kebijakan pamannya yang represif terhadap etnisHan. Ia mengadopsi kebijakan yang moderat. Orang-orang Han mulai diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Ia bahkan mempekerjakan sarjana-sarjana Han untuk mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang kaisar yang berpikiran terbuka ia juga banyak belajar dari seorangmisionarisYesuit asalJerman bernamaJohann Adam Schall von Bell mengenaiastronomi,teknologi, dan cara memerintah. Schall bahkan diangkat sebagai mentor pribadinya dan diberikan akses bebas untuk keluar masuk istana. Shunzhi memajukan pertanian, memotong pajak dan bertindak tegas terhadap para pejabat korup. Kebijakannya ini menyebabkan ekonomi yang telah terpuruk pada tahun-tahun terakhir Dinasti Ming berkat invasi Manchu, berangsur-angsur membaik dan produksi meningkat. Dalam bidang keagamaan, Shunzhi sangat tertarik dengan Budhisme sekteZen. Ia mendalami agama dibawah bimbingan Yulin, seorang guru besar Zen yang memberinya nama Budhis, Xingchi. Demikian taatnya ia pada agamaBudha, hingga ia pernah menulis sebuah puisi yang menyatakan niatnya menjadibiksu.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU