Juarai Green Wave Competition di Singapura

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 03 Feb 2018 03:51 WIB

Juarai Green Wave Competition di Singapura

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali menunjukkan taringnya di kancah internasional. Kali ini prestasi membanggakan itu diukir oleh tim dari Departemen Teknik Transportasi Laut yang berhasil memboyong juara pertama dalam ajang Green Wave Enviromental Care Competition di Singapura. Penghargaan pemenang Green Wave Competition ini diserahkan oleh Menteri Lingkungan dan Sumberdaya Air Singapura, Masagos Zulkifli Bin Masagos Mohamad di Marina Mandarin, Singapura, Jumat (2/2). Rektor ITS, Prof Ir Joni Hermana MScEs PhD, turut hadir mendampingi dalam gelaran tersebut. Selain dari Departemen Teknik Transportasi Laut, dalam tim lainnya juga ada dari Departemen Teknik Perkapalan. Ajang yang penilaiannya sudah dilangsungkan sejak 8 November 2017 lalu ini merupakan kompetisi tingkat internasional yang diadakan oleh Sembcorp Marines School Environmental Care Project Committee, perusahaan yang ada di Singapura. Dalam kompetisi tersebut, ITS memenangkan beberapa Award, antara lain Best Champion, Best Presenter, Merit Award, dan Commendation Award. Ada tiga tim yang mewakili ITS dalam ajang tersebut. Namun, hanya satu tim yang lolos sampai tiga besar dan akhirnya jadi juara. Tim tersebut terdiri dari Zefri Irawan, Shinta Johar Alif Rahadi, Rachmad Ananto Wicaksono, dan Dwiki Febrianto yang menggagas mesin untuk mengatasi masalah limbah atau sampah serat kelapa. Berawal melihat kondisi saat ini banyak masyarakat lokal di daerah pesisir pantai yang belum mengerti cara mengelola limbah serat kelapa dengan benar. Alhasil, mereka hanya membakar serat kelapa tersebut yang mengakibatkan timbulnya polusi udara. Dari situlah muncul ide Coco Fibers Converter (COFITER): Integrated Machine to Convert Coco Fibers into Green Concrete Rooftop. Tim ITS ini berhasil menjawab tantangan yang diberikan untuk menciptakan alat yang ramah lingkungan. COFITER dapat mengonversi limbah serat kelapa menjadi genteng yang kuat, murah, cepat dan eco-friendly. Hal yang membuat mesin ini unggul daripada yang lain yaitu karena mampu menangani tiga masalah sekaligus, yakni masalah ekonomi, lingkungan dan sosial. Keunggulan lain dari mesin ini, dapat meredam polusi seminimal mungkin dan tentunya akan dibanderol dengan biaya yang murah, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Seiring dengan meningkatnya permintaan perumahan, meningkat pula permintaan genteng rumah. Nantinya diharapkan mesin ini dapat membantu dalam hal pemberdayaan masyarakat, sehingga kesejahteraan bisa masyarakat meningkat, ungkap Ir Tri Achmadi PhD, Kepala Departemen Teknik Transportasi Laut yang ditemui di ruang kerjanya. Ia juga menambahkan, kalau nantinya mesin ini juga bisa membantu pemerintah Indonesia dalam pengelolaan limbah dan penyediaan atap untuk Program Sejuta Rumah. Tri mengaku, ITS sudah keempat kalinya mengikuti ajang bergengsi tersebut dimulai sejak tahun 2014. Namun baru kali ini bisa mengalahkan kampus ternama National University of Singapore (NUS). Ternyata tidak kalah hebat kualitas mahasiswa ITS dengan mahasiswa di luar sana, ujarnya bangga. Malah sebelumnya, kata Tri, di ajang tersebut belum pernah ada yang berhasil meraih juara pertama karena tidak sesuai kriteria penilaian yang ditetapkan. Tri mengatakan kalau ia selalu menanamkan pemikiran dalam benak anak didiknya bahwa hadiah dalam lomba itu hanya bonus. Kebermanfaatan dari alat yang diciptakanlah yang penting, lanjutnya mengingatkan. Menurut Tri, sudah sepatutnya ITS sebagai kampus teknologi memberikan inovasi nyata yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Bayangkan saja Singapura yang penduduknya sedikit mampu mencuci otak para generasinya untuk menciptakan lingkungan yang ramah, tuturnya takjub. Tri berharap Indonesia mau melirik untuk meniru yang dilakukan negara singa tersebut. Ia melihat adanya kesungguhan dari pemerintah Singapura dalam menjaga lingkungan. Hal ini terbukti dari gelaran lomba ini, di mana yang berpartisipasi dibagi menjadi empat kategori yakni tingkat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Mereka itu pintar dalam menanamkan kesadaran untuk menjaga lingkungan dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah lingkungan dan sekitarnya, ungkap pria yang bergerak di bidang pelayaran tersebut.ifw

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU