Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Jokowi VS Sandiaga

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 24 Sep 2018 22:31 WIB

Jokowi VS Sandiaga

Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Persaingan Pilpres 2019 yang paling seru di kalangan ibu-ibu dan anak muda, sebenarnya bukan antara Anda berdua. Fakta di lapangan, yang bersaing memperebutkan dua golongan pemilih itu adalah Anda Jokowi dan Sandiaga Uno, cawapres Anda Prabowo. Saya berani mengatakan ini hasil mendengar suara rakyat yang ada di lapangan. Pasca reformasi, orang pertama yang dikenal suka blusukan di pasar dan daerah-daerah adalah Anda Jokowi, baru sekarang diikuti Sandiaga Uno. Siapa yang meniru siapa dan gaya siapa yang dijadikan idola, masyarakat Indonesia yangf berakal sehat, Insha Alloh tahu. Dalam soal blusukan, Sandiaga , tak bisa dibantah meniru gaya Anda Jokowi. Maklum, saat menjadi cawapres DKI Jakarta, Sandiaga jarang dipublikasikan blusukan. Ia lebih menjadi administrator pemerintahan provinsi DKI. Suka atau tidak, urusan blusukan gaya kepimpinan Jokowi yang acapkali dijadikan idola sejumlah orang. Terutama yang terlibat dalam lingkup good governance. Bila ditelusuri sejarahnya, Soekarno dan Soeharto, juga presiden yang suka blusukan. Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Presiden Soekarno, misalnya, suka blusukan tengah malam. Ini diceritakan oleh ajudan Presiden Soekarno, bernama Edy Sampak. Ajudan Edy Sampak, mengaku sering dibuat kelabakan dan kebingungan oleh gaya blusukan Presiden Soekarno. Seingatnya, presiden pertama ini sering menghilang dari kamarnya selepas Isya. Edy menjelaskan, Soekarno pergi blusukan menyatu dengan warga sekitar tanpa diketahui baik oleh warga maupun Paspampres, termasuk oleh Edy Sampak. Dan baru menjelang waktu subuh, Soekarno datang dari blusukannya dan membangunkan Edy Sampak yang masih tertidur didepan pintu kamar Bung Karno, yang dijaganya. Pengalaman Edy ini tidak terjadi sekali dua kali. Suatu saat jam baru menunjukkan pukul 06.00 pagi, ada seorang petani masuk Istana melewati pintu gerbang penjagaan. Petani itu memaksa masuk untuk meminta pupuk di istana, waktu itu di istana Bogor. Petani ini menyatakan telah bertemu dengan Presiden Soekarno pada malam hari di sebuah warung. Di warung itu, si petani berkeluh kesah akan ladangnya yang tidak bisa tergarap dengan baik, lantaran tidak memiliki pupuk. Soekarno yang sedang blusukan dan duduk duduk ngobrol dengan penduduk di warung, sempat memberikan selembar kertas yang ditanda tangani dan memberikan kepada petani tersebut. Surat ini berisi, agar si petani datang ke istana dan meminta pupuk ke istana. Harapan si petani agar ia bisa memupuk ladangnya dan memanennya. Tentu saja penjaga istana menolak keinginan petani tersebut. Edy Sampak pun mendatangi cekcok mulut dan meminta bukti surat yang menurut pengakuan petani berasal dari Presiden Soekarno. Melihat tulisan dan tandatangan di kertas yang disodorkan petani, Edy Sampak tertegun, bimbang, heran beberasa saat. Saat kebingunan itu, terdengar suara Presiden Soekarno, memanggil namanya. Presiden Soekarno pun menanyakan hal keributan di pintu gerbang istana itu. Edy Sampak, menjelaskan apa yang terjadi dan menunjukkan selembar kertas yang berisi tulisan dan tandatangan Sang Presiden. Melihat surat ini, Presiden Soekarno memerintahkan Edy Sampak, untuk mengambil sekarung pupuk dan memberikan selembar uang untuk diberikan kepada si petani. Edy Sampak hanya bisa bengong atas hasil blusukan Presiden Soekarno , yang setiap malam tanpa ia ketahui dari mana jalan keluar Sang Presiden, padahal hanya ada satu pintu keluar kamar yang dijaganya. Sedangkan sebuah candela yang ada di kamar presiden juga selalu dijaga anak buahnya, namun Bung Karno Sang Presiden, tetap bisa keluar dan blusukan setiap malam. Gaya Soekarno ini seperti gaya Umar bin Khatab dalam sejarah pemimpin islam. Urusan blusukan juga pernah dilakukan presiden kedua, Soeharto. Adalah mantan Gubernur Jawa Barat Solihin GP, yang memiliki kenangan berkesan atas sosok mendiang Presiden Soeharto. Dalam kenangan Solihin GP, pada awal menjabat presiden, sikap dan perilaku Soeharto dipujinya. Selain suka blusukan, Soeharto juga dikenal bersahaja.Menurut Solihin GP, presiden Soeharto kerap melakukan incognito alias kunjungan dadakan atau blusukan. Dan setiap kali melakukan sidak ke daerah-daerah, khususnya ke wilayah Jawa Barat, kata Solihin, Soeharto biasa makan apa saja dan siap tidur di mana saja. Pernah saat kemalaman di Sukabumi, presiden Soeharto tidak menolak ketika ditawari tidur di sebuah restoran ikan mas. Begitu juga saat blusukan ke pedalaman Banten, Soeharto tak keberatan tidur di rumah warga yang tak punya kamar mandi. Dan setiap kali sidak, kata Solihin, yang mendampingi Soeharto cuma Sekretaris Militer Tjokropranolo, ajudan, dan dua prajurit polisi militer. Mobil yang digunakan adalah Toyota Hi-Ace. Pak Jokowi-Pak Prabowo Yth, Dalam bahasa Jawa, keblusuk berarti tersesat . Maka blusukan berarti sengaja menyesatkan diri untuk mengetahui sesuatu. Fenomena blusukan menjadi semakin menarik tidak hanya Anda Jokowi, lakukan, saat menjadi Gubernur DKI. Presiden SBY, juga pernah melakukan hal serupa. Tetapi blusukan SBY tidak rutin dan tidak dipublikasikan secara terang-terangan seperti Anda, Jokowi. Bahasa birokrasi era Orde Baru, kata blusukan diberi istilah turun ke bawah atau turba. Esensinya tetap sama yaitu bertemu langsung dengan rakyat dan melihat keadaan di lapangan. Sedangkan dalam konteks good governance, turba atau blusukan juga mengurangi peran para policy entrepreneur. Kelompok yang tak suka ada praktik blusukan ini yang saya ingat elite partai politik yang hidup seperti benalu dalam pohon bernama proses pengambilan kebijakan. Entrepreneur jenis ini, saya simak acapkali berperan sebagai penghubung antarkelompok kepentingan dengan para pengambil keputusan. Saya mengenal salah satunya, teman wartawan yang pernah duduk di DPRD Provinsi Jatim. Dia kadang dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat berupaya mengegolkan berbagai kebijakan yang menguntungkan kelompoknya. Misal proyek-proyek yang menggunakan anggaran APBD. Maka itu, saya mencatat saat Orde Baru, kisah pejabat blusukan ke rakyat kelas bawah di pasar dan kampung-kampung tidak pernah terdengar. Justru yang sering terjadi nongkrongan di hotel-hotel sambil makan malam. Akal sehat saya menyimak bahwa blusukan model pejabat berpolitik. Jokowi, bila diukur menggunakan ilmu komunikasi (marketing komunikasi) tak bisa dilepaskan dari unsur pencitraan dan pengiklanan Dalam bahasa orang cendekiawan, blusukan bukan sekedat turun ke lapangan, dan berbicara dengan rakyat di pasar dan kampung. Gaya ini menurut akal sehat saya praktik sebuah pencitraan agar diliput pers dan diviralkan ke media sosial. Maklum, blusukan yang hanya mendengar sifatnya sekedar pendengar keluhan masyarakat tanpa memberikan solusi. Mestinya, di era seperti sekarang harga-harga naik dan gonjang-ganjing pro-kontra eksport beras antara Kabulog dan Menteri Perdagangan, dapat dimintakan pedapat ke orang-orang di pasar yang berjualan beras kiloan. Dalam urusan pro-kontra impor beras, Anda Jokowi bisa tanya ke rakyat langsung, Apakah Indonesia sekarang yang panen berasnya berlimpah, masihkah perlu import beras. Nah, hasil mendengar ini dapat digunakan rapat sidang babinet guna memutuskan apakah impor beras masih diperlukan atau tidak. Bahkan dalam blusukan, Anda Jokowi yang masih memiliki kewenangan mengambil keputusan bidang ekonomi, politik dan sosial, bisa melakukan dialog dan ngobrol seperti Soekarno, hingga memberi rekomendasi petani mengambil pupuk dan uang. Maka itu, Sandiaga Uno, yang sekarang juga suka turun ke lapangan seperti ke pasar dan ke tempat-tempat yang mudah untuk menarik simpati rakyat, suka atau tidak, Sandiaga, ingin meningkatkan popularitas. Maklum, pada saat blusukan menjadi cawapres, Sandi, bukan lagi penyelenggara Negara, seperti saat menjabat cagub DKI Jakarta. Akal sehat saya mengatakan, apa yang dilakukan Sandi, tidak ada feedback yang bisa dijadikan keputusannya sebagai penyelenggara Negara. Maklum, saat ini Sandi, tidak dalam posisi pembuat kebijakan. Dan belum tentu saat Sandi menjadi cawapres (jika Prabowo Sandi kalahkan Jokowi Maruf), apakah Sandi akan blusukan seperti saat kampanye sekarang ini. Catatan saya, saatSandi, masih menjadi cawagub Anies Baswedan, Sandi lebih banyak di kantor dengan seragam ASN (Aparatur Sipil Negara). Sandi, bak kepala kantor. Beda dengan Anies Baswedan, yang bisa kemana-mana, termasuk blusukan ke kawasan pemukinan. Terlepas apa pun motivasi Sandi ikut-ikut blusukan, realita di masyarakat Sandi berani menandingi Jokowi. Inilah tipe anak muda yang maju menjadi cawapres. Bagi seorang kompetitior yang petarung, tidak ada yang perlu ditakuti termasuk adopsi blusukan. Apalagi blusukan tidak didaftarkan Jokowi, sebagai merek dagangnya. Sejauh ini, banyak perusahaan sukses, karena berani mengadopsi cara kompetitornya berbisnis. bahkan ada juga yang mendapat untung besar dari kelihaian mengadopsi dan meniru temuan orang lain. Contoh, Dietrich Mateschitz yang mengubah tonik menyehatkan asal Thailand. Kerbau merah alias Krating Daeng diubah oleh Dietrich menjadi manis dan berbuih agar cocok untuk orang-orang Austria. Dietrich kemudian mengemasnya lebih menarik dalam kaleng ramping dan memberinya merek Red Bull. Dengan klaim sebagai minuman cerdas yang mampu meningkatkan kinerja seseorang, Red Bull meraih sukses besar. Tahun 2006, penjualan Red Bull mencapai 3,5 miliar dolar AS dan kini diperkirakan jauh melebihi angka itu. Subhanalloh. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU