Home / Pilpres 2019 : Diksi Baru Jokowi Usai Sebut ‘Sontoloyo’ dan ‘Gend

Jokowi Mau Nabok

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 24 Nov 2018 09:03 WIB

Jokowi Mau Nabok

SURABAYA PAGI, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini menggunakan istilah tak biasa dalam pidatonya. Setelah menyebut politikus sontoloyo dan genderuwo, kali ini Jokowi menggunakan istilah cukup keras, menghadapi serangan lawan politiknya di masa kampanye Pilpres 2019. Seperti menghadapi isu Partai Komunis Indonesia (PKI), Jokowi bilang ingin menabok si penyebar fitnah. Pada saat yang sama, kubu Prabowo Subianto mengungkap adanya pengancaman terhadap elite yang mendukunya. ------- Dalam acara pembagian 1.300 sertifikat tanah untuk warga Lampung Tengah di Lapangan Tenis Indoor Gunung Sugih, Lampung Tengah, Jumat (23/11/2018), Jokowi kembali menegaskan jika dia bukan aktivis PKI. "Coba dilihat di medsos. Presiden Jokowi itu PKI, aktifis PKI, fitnah-fitnah seperti itu, yang ada di medsos," kata Jokowi sambil menunjuk ke arah monitor. Jokowi berulang kali membantah jika dia bukan aktivis PKI. Dia menuturkan, organisasi PKI sudah dibubarkan pada 12 Maret 1966, sedangkan dia baru dilahirkan 21 Juni 1961. "PKI dibubarkan saya baru 4 tahun. Kok bisa diisukan Jokowi aktivis PKI, masak ada aktivis PKI balita," kata dia. "Ya kita liat, di media sosial seperti ini. Itu ada gambar DN Aidit sedang pidato tahun 1955 saat menjadi ketua PKI. Lho kok saya ada di bawahnya, lahir saja belum. Astagfirullah, kok sudah dipasang. Saya lihat-lihat kok digambar itu persis saya. Haduh, mau saya tabok orangnya dimana, saya cari betul," ujarnya disambut tawa para ribuan warga penerima sertifikat. Selama menjadi Presiden, Jokowi mengaku selalu dikaitkan dengan organisasi terlarang PKI. Jokowi pun tak bisa lagi menyembunyikan rasa kesalnya, dia harus berbicara karena ada 6 persen warga yang percaya dengan berita bohong ini. "Saya ini sudah 4 tahun digini-giniin. Sabar, sabar ya Allah, sabar, sabar. Tapi sekarang saya berbicara karena jangan sampai 6 persen warga percaya. 6 persen itu ada 9 juta orang lebih lho, kok percaya terhadap berita-berita begini. Ini yang kadang-kadang yang, haduh, lahir belum. Kok sudah ada di bawahnya podiumnya Aidit," kata Jokowi. Tak hanya soal PKI, Jokowi juga menjawab isu pro asing. Dia justru telah merebut aset Indonesia yang selama ini dikuasai asing. Misalnya Blok Mahakam dan Blok Rokan yang kini di serahkan 100 persen dipegang Pertamina. Sebelumnya, Blok Mahakam dikuasai oleh Perancis dan Jepang, sedangkan Blok Rokan dikuasai Amerika. "Freeport juga yang sejak 1970 kita hanya dapat 9 persen dan diam saja, sekarang kita sudah dapat 51 persen. Antek asing yang mana?" tanya Jokowi disambut tepuk tangan ribuan warga. Selanjutnya, Jokowi membantah tuduhan telah mengkriminalisasi ulama. Jokowi menegaskan dia tidak pernah mengkriminalisasi ulama. Jokowi justru memiliki kedekatan dengan ulama, hal itu ditandai dengan seringnya Jokowi bersilaturahmi ke Pondok Pesantren. "Saya setiap hari, setiap minggu ketemu sama ulama. Kriminalisasi yang mana?," ungkapnya. Sebelumnya saat juga membagikan sertifikat tanah di Jawa Tengah, Jokowi menyebut soal adanya politik genderuwo. Bagi Jokowi, politikus yang suka menakut-nakuti adalah genderuwo. "Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya? Itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti," kata Jokowi di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11) lalu. Sebelumnya lagi, juga saat bagi-bagi sertifikat tanah, Jokowi bicara tentang adanya politikus sontoloyo. Agaknya saat itu kali pertama Jokowi mengeluarkan diksi kontroversial dalam pidatonya sebagai Presiden RI. "Hati-hati, banyak politik yang baik-baik, tapi juga banyak sekali politik yang sontoloyo. Ini saya ngomong apa adanya saja sehingga mari kita saring, kita filter, mana yang betul dan mana yang tidak betul. Karena masyarakat saat ini semakin matang dalam berpolitik," kata Jokowi di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (23/10). Diserang Lawan Ungkapan tabok Jokowi menuai komentar pedas dari lawan politiknya di Pilpres 2019. "Memang sudah nggak pantes lagi jadi presiden," kata Waketum Gerindra Ferry Juliantono. Ferry melihat, belakangan ini Joko Widodo makin sering melontarkan pernyataan yang memperlihatkan dia dalam tekanan untuk tetap ingin berkuasa tapi realitas politik dan elektabilitasnya mandeg. "Akhirnya outputnya sontoloyo, genderuwo, sekarang pakai acara tabok," kata Ferry yang juga Jubir Prabowo-Sandi ini. Ferry menekankan, koalisi Prabowo-Sandiaga akan tetap fokus menyampaikan visi dan misi di Pilpres 2019. Khususnya isu ekonomi soal penyediaan lapangan pekerjaan dan penyediaan harga yang terjangkau. "Kami kemarin baru menyelenggarakan pembekalan relawan yang dihadiri oleh belasan ribu relawan di Istora Senayan yang siap terjun ke desa-desa dan kelurahan di Tanah Air. Pak Prabowo dan pak Sandi juga makin rileks dan menjalankan kampanye ini dengan riang gembira," tegas Ferry. Ferry mengklaim pihaknya juga tenang menghadapi serangan yang dilakukan oleh kubu Jokowi. Dia juga melihat, kubu Jokowi sudah tak punya lagi bahan kampanye untuk mempertahankan kekuasaannya. "Kami menjadi bertambah yakin bahwa pihak kubu Jokowi Sebenarnya sudah kehabisan cara dan pakai modus yang aneh-aneh," tandas Ferry. Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera menambahkan pemilihan kata seperti "gebuk", "sontoloyo" dan "genderuwo" tidak kosong makna, pasti ada motif di belakangnya. "Kami khawatir seperti dulu melontarkan ide ternak kalajengking, itu bagian dari spin doctor untuk mengalihkan perhatian publik dari isu utama," ujar wakil ketua Komisi II DPR ini, Jumat (23/11). Lalu apa motif Jokowi dengan pemilihan diksi barunya "tabok", Mardini menilai ada dua. Pertama, terkait paket ekonomi pemerintah ke-16 yang juga mendapat penolakan di internal koalisi. Kedua, Jokowi sudah mulai khawatir dengan pemberitaan positif Prabowo-Sandi yang diterima masyarakat luas. "Mulai dari paket kebijakan ekonomi yang melemahkan UMKM hingga pemberitaan Prabowo-Sandi yang mencuat," kata politisi PKS itu. Pertanyakan Prabowo Sementara itu, kubu Jokowi-Maruf Amin mempersoalkan pernyataan Prabowo soal pengancaman terhadap elit yang mendukung capres nomor 02. Ini terkait pidato Prabowo yang menyebut banyak elite yang takut melabuhkan dukungan kepadanya di Pilpres 2019, lantara mereka mendapat ancaman. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Hasto Kristiyanto, meminta Prabowo mengungkap siapa elite yang diancam. Hasto juga meminta Prabowo mengungkap siapa sosok yang menebar ancaman kepada para elite itu. Politikus PDIP itu enggan apa yang disampaikan Ketum Partai Gerindra itu hanya sebuah hasutan yang berujung tudingan kepada Jokowi. "Sebutkan saja, siapa yang mengancam. Karena Pak Jokowi tidak punya tradisi seperti itu, tidak punya tradisi kekerasan masa lalu. Kekerasan dalam keluarga saja tidak pernah," kata Hasto. "Ya harus disebutkan, kalau tidak, sekali lagi, itu hanya upaya untuk melakukan semacam agitasi. Tetapi kita lihat kepemimpinan Jokowi justru kepemimpinan yang menunjukkan welas asih, rasa cinta kepada rakyat, apa adanya. Tidak pernah ada tindakan kekerasan mengancam, apalagi mengancam, tidak pernah," tandas Sekjen DPP PDIP ini. Permintaan untuk mengungkap siapa sosok yang mengancam juga datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK bingung menanggapi ucapan Prabowo soal adanya elite yang ingin mendukungnya tapi takut karena diancam. JK meminta Prabowo menjelaskan siapa elite yang dimaksudnya. Sebab, menurut JK, elite yang dimaksud Prabowo tidak jelas. "Saya tidak bisa menanggapi itu. Yang bisa menanggapi itu kalau Pak Prabowo terbuka siapa, baru kami bisa membantahnya," ucap JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018). Mengetahui Prabowo didesak untuk mengungkap siapa sosok elite yang diancam, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno bereaksi. Timses Prabowo-Sandiaga menyebut pihak yang mengancam adalah yang punya genderuwo. "Ya kamu lihat sendiri, yang punya genderuwo dong. Siapa yang punya generuwo kalian udah tahu," kata Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Djoko Santoso, di gedung Dewan Harian Nasional 45, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018). Sebelumnya, Prabowo menyebut banyak elite yang takut mendukungnya. Mereka takut melabuhkan dukungan ke Prabowo karena disebut mendapat ancaman. "Saya sering kedatangan elite, entah pakai gelar ini gelar itu, pakai posisi ini posisi itu, dan mereka bilang, Pak Prabowo, kami ingin mendukung Pak Prabowo, tapi kami ditekan, kami diancam," ujar Prabowo dalam pidatonya di acara pembekalan relawan di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11). Meski mendapat ancaman, kata Prabowo, para elite itu mengatakan akan tetap memberikan dukungan. Dukungan diberikan secara diam-diam. Tangkap Penyebar Isu PKI Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri menangkap pemilik akun media sosial Instagram, Suara Rakyat 23, Jundi (27). Salah satu konten ujaran kebencian yang diunggah ialah tudingan bahwa Presiden Jokowi pengikut PKI. Jundi ditangkap pada 15 Oktober 2018 di wilayah Aceh. "Ada yang menghina presiden, gambar presiden PKI. Salah satunya di akun SR23 juga ada beberapa gambar konten (ujaran kebencian yang disebarkan)," kata Kepala Subdirektorat I Dittipidsiber Bareskrim Polri Komisaris Besar Dani Kustoni, Jumat (23/11). Dani pun menerangkan, berdasarkan penyidikan sementara diketahui bahwa Jundi diketahui bekerja sendiri dalam konten-konten ujaran tersebut. Menurutnya, penyidik menemukan sebanyak 843 gambar dengan logo SR23. Berdasarkan pengakuan tersangka, dia melanjutkan, Jundi juga mengaku membuat konten-konten tersebut sebagai kompensasi atas ketidakmampuannya menghadapi masalah kehidupan yang meresahkannya. n jk/an/ol

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU