Jejak Digital Istri TNI Dilacak

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 13 Okt 2019 23:11 WIB

Jejak Digital Istri TNI Dilacak

Polda Jatim dan Polrestabes Sidoarjo Kumpulkan Bukti Dugaan Ujaran Kebencian Istri Anggota POM-AU Surabaya, yangNyinyirin Penusukan Menkopolhukam Wiranto. Motifnya Disebut karena Emosional Ibu-ibu Hendarwanto, Hikma, Jaka Sutrisna Tim Wartawan Surabaya Pagi Kasus penusukan yang menimpa Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam) Wiranto, Kamis (10/10) lalu, masih menjadi perbincangan publik. Ini setelah insiden itu justru dikomentari negatif aliasdinyinyirin oleh istri-istri prajurit TNI di media sosial (medsos). Buntunya, suami mereka dijatuhi sanksi disiplin dari satuannya. Ada yang dikenai sanksi penahanan, ada pula yang ditahan sekaligus dicopot dari jabatannya. Setidaknya sudah tiga istri prajurit TNI yang diproses hukum. Salah satunya, istri aggota TNI Angkatan Udara (AU) di Sidoarjo berinisial FS. Suaminya, Peltu YNS bertugas di Satuan Polisi Militer Angkatan Udara (POMAU). Hingga Minggu (13/10/2019) kemarin, Polda Jatim bekerjasama dengan Polresta Sidoarjo, terus melakukan penyelidikan, seperti mencari bukti postingan atau jejak digital yang telah dihapus FS dari medsosnya. Sementara itu, kondisi Wiranto hingga semalam, masih menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. --------------- Peltu YNS ditahan dalam rangka penyidikan oleh Pomau, karena melanggar UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Ia juga disanksi pencopotan. Sementara istrinya, FS dilaporkan ke Polres Sidoarjo. Wanita berhijab ini diduga melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) pasal penyebaran kebencian dan berita bohong. FS dalam unggahannya di media sosial menuliskan, insiden penusukan Menko Polhukam Wiranto hanya pengalihan isu menjelang pelantikan Presiden Terpilih-Wakil Presiden Terpilih, Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin. Selain itu, FS juga menuliskan kata-kata yang dinilai tidak pantas dan diduga telah menyebarkan ujaran kebencian. **foto** "Jgn2 ini cma dramanya si wir... buat pengalihan isu saat menjelang pelantikan, tapi kalo mmg bnr ada penusukan... mdh2an si penusuknya baek2 aja dan slmat dr amukan polisi, buat yg di tusuk smoga lancar kematiannya". Demikian ditulis FS di akun media sosialnya. Setelah dilaporkan di Polres Sidoarjo, FS kini masih menjalani proses penyidikan. Bekerjasama dengan Polres Sidoarjo, Polda Jatim tengah mengumpulkan sejumlah bukti postingan atau jejak digital yang diunggah tersangka FS difacebook. Menurut Kabidhumas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, penyidik masih mencari bukti formil jejak digital, yang diduga menyebarkan opini negatif dan konten tidak sopan di medsosnya, terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto. "Postingan tersebut telah dihapus dari akunFacebook milik tersangka FS. Sesuai bukti yang telah dikumpulkan, polisi tidak menahan tersangka FS karena dijamin tidak melarikan diri, dipastikan tidak mengulangi perbuatannya dan dijamin oleh pihak internal TNI AU," terang Kombes Frans Barung Mangera, Minggu (13/10/2019). Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Zain Dwi Nugroho menambahkan setelah menerima laporan dari Pomau Lanud Muljono Surabaya, pihaknya langsung memeriksa FS pada Jumat (11/10) malam. Saat ini sedang dalam penanganan dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Mohon berkenan kami kasih waktu untuk fokus menangani perkara tersebut, ungkapnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Fajar Adriyanto mengatakan, Peltu YNS mendapat teguran keras, dicopot dari jabatan dan ditahan dalam rangka penyidikan oleh Pomau karena melanggar UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Dalam urusan politik, posisi prajurit TNI AU dan keluarganya (KBT/Keluarga Besar Tentara) sudah jelas, netral. Oleh karena itu, KBT dilarang berkomentar, termasuk di media sosial yang berdampak pendiskreditan pemerintah maupun simbol-simbol negara. KBT yang kedapatan melanggar, dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku, katanya. Kasus Lain FS tidak sendiri, ada dua istri prajurit TNI lainnya yang diproses hukum. Yakni, IZN, istri Komandan Distrik Militer (Kodim) 1417 Kendari, Kolonel Kaveleri HS, yang telah dijatuhi sanksi pencopotan. Selain dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dari jabatan Kodim 1417 Kendari, HS juga diganjar sanksi militer berupa penahanan ringan selama 14 hari. Unggahan IZN dianggap melanggar UU ITE. Ungguhan itu berisi,Jangan cemen pak,...Kejadianmu tidak sebanding dgn berjuta nyawa yg melayang." Meski tidak menulis nama Wiranto, status ini naik pada hari yang sama dengan penyerangannya. Hal sama juga dialami Sersan Dua J, seorang bintara di Detasemen Kavaleri Berkuda Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD. Sersan Dua J juga dihukum 14 hari penahanan fisik akibat komentar istrinya berinisial L di media sosial. Komentar L di media sosial diduga bernada sindiran terkait insiden penusukan yang menimpa Wiranto."Pelajaran buat kita..jgn suka nyakitin org dgn ucapan...pisau msh blm tajam pak...msh tajaman lidahmu....," tulis istri Serda J dalam postingannya di medsos. Kapen Kodiklat TNI AD Letkol Kav Christian Gordon Rambu mengatakan ada beberapa postingan istri Serda J yang menjadi bukti mengenai komentar nyinyir terhadap penusukan Wiranto. "Yang nggak cuma satu (postingan), ada yang lain. Tapi isinya hampir sama lah," kata Gordon dikonfirmasi, Minggu (13/10/2019). Ia menuturkan berkas perkara istri Serda J tersebut sudah diserahkan ke Polres Cimahi. "Berkas istri (Serda J) sudah dilimpahkan ke Polres Cimahi. Sementara waktu istrinya tinggal dan menunggu di asrama Denkavkud," tutur Gordon. Sementara itu, Serda J ditahan selama 14 hari di Markas Denkavkud, Bandung. Anggota TNI tersebut ditahan sejak Sabtu (12/10). Sanksi tersebut tergolong ringan dalam hukum militer. "Ini masuk hukuman pidana ringan dalam hukum militer. Tidak ada pemberhentian," jelas Gordon. Motif Istri TNI Kasus 3 orang istri prajurit yang menyampaikan komentar negatif terhadap kasus penusukan Wiranto, yang berbuntut pada sang suami di kesatuannya, mendapat perhatian akademisi. Apa motif mereka, padahal sosok Wiranto merupakan mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1998 sebelum terjun ke dunia politik. Menurut Pengamat Sosial Drajat Tri Kartono, kejadian ini tidak bisa digeneralisirkan untuk menggambarkan kondisi batiniah TNI secara utuh. Karena itu kan hanya beberapa orang, tidak mewakili sebuah korps kumpulan ibu-ibu tantara, kata Drajat. Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) ini juga berpendapat bahwa tindakan itu dilakukan atas dasar emosi seorang perempuan yang kemudian menular ke perempuan lain. Ibu-ibu itu basisnya lebih banyak ke emosional daripada suaminya yang lebih banyak ke rasional. Itu ibu-ibu kan mengalir perasaannya dari satu ibu-ibu ke ibu-ibu yang lain. Kalau dalam sosiologi Namanya solidaritas mekanik, solidaritas kesetiaan atas dasar emosi, jelas Drajat. Ia meyakini sesungguhnya para istri prajurit ini paham akan konsekuensi atas perbuatannya. Namun, karena sudah terdapat faktor emosi yang bermain, maka rasionalitas pun sulit untuk dimenangkan. Pasti, menurut saya paham, ada juga yang istri perwirakok. Paham sekali mereka, langsung menyerang pimpinan tertinggi, Wiranto, seperti itu pasti mereka paham sekali, ujar dia. Hanya memang kan ini masalah emosi, tidak bisa dirasionalisasi. Kalau urusan emosi itu rasionalnya bisa dikalahkan. Kemudian mereka merasa mewakili sebuah keterampasan emosi itu, lanjutnya. Namun, dunia militer menerapkan sistem komando sehingga segala bentuk perlawanan dan pembangkangan yang dilakukan dengan cara di luar prosedur, akan berakibat sanksi tegas. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU