Investasi yang Masuk Kurang Bermanfaat akibat Proyek Mubazir

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 26 Jul 2019 14:03 WIB

Investasi yang Masuk Kurang Bermanfaat akibat Proyek Mubazir

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Serangkaian investasi yang masuk ke dalam negeri selama ini dinilai tidak membawa efek positif bagi pertumbuhan ekonomi. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyebut, pengelolaan investasi di Indonesia rupanya tidak efisien. Faisal sendiri menerapkan pendekatan Incremental Capital Output Ratio/ICOR guna mengetahui efisiensi investasi. Rasio ini, sambung Faisal, bisa menunjukkan seberapa banyak investasi yang diperlukan guna mendongkrak pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Menurut Faisal, semakin rendah indikator ICOR, maka semakin tinggi pula efisiensi investasi. Begitu pula sebaliknya, semakin melangit indikator ICOR, semakin terperosok pula investasinya. "Yang jadi problem ialah, investasi yang masuk banyak, tapi minim hasil," cetus Faisal, Jumat (26/7/2019). Semenjak tahun 2010, lanjut Faisal, indikator ICOR Indonesia diketahui selalu naik. Dengan menyebut hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dia menilai indikator ICOR dalam negeri sekarang ini berada di kisaran 6,2 hingga 6,5. Selain itu, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pun pernah menyebut rata-rata indikator ICOR Indonesia adalah 5,88. Angka ICOR dari dua lembaga, baik Bappenas mupun LPEM UI, diketahui lebih tinggi daripada era Orde Baru yang sekitar 4 sampai 4,5. "Banyak sekali tambahan modal yang diperlukan guna menambah satu unit output saat ini. Ini juga lima puluh persen lebih banyak daripada Orde Baru," urai Faisal. Jika ditinjau dari pendekatan ini, tak heran jika pemerintah sukar mengangkat pertumbuhan ekonomi. Dari hasil hitungan Faisal, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menyentuh 6 persen bila ICOR bisa diturunkan ke level 5,4. Sementara demi meraih pertumbuhan ekonomi 7 persen, maka ICOR wajib diturunkan hingga 4,6. Masih menurut Faisal, hal ini disebabkan lantaran terdapat serangkaian investasi yang dinilainya mubazir. Dia mengambil contoh kereta api ringan Palembang dan kereta Bandara Soekarno-Hatta. Faisal menilai tingkat okupansi di kedua proyek itu sangat rendah. Sia-sianya investasi ini menurut Faisal tidak bisa dilepaskan dari perencanaan yang tidak matang. Pemerintah, lanjut Faisal, acap kali secara sepihak memilih perusahaan BUMN guna mengeksekusi proyek-proyek infrastruktur. Di lain pihak, proyek tersebut tidak masuk rencana Bappenas.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU