Impor Garam tak Pernah Berhenti, Mahasiswa Protes ke DPRD Jatim

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 15 Jul 2019 22:47 WIB

Impor Garam tak Pernah Berhenti, Mahasiswa Protes ke DPRD Jatim

Riko Abdiono Wartawan Surabaya Pagi SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Gempuran garam impor ke Jawa Timur semakin mencekik para petani garam. Kondisi ini membuat Puluhan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur prihatin dan mendatangi DPRD Jawa Timur, Senin (15/7/2019). Koordinator Nusantara Pulau Jawa BEM Nusantara, Cahya Nugraha menjelaskan bahwa kebijakan impor tersebut menyebabkan penyerapan garam produsen lokal berkurang. Elemen mahasiswa yang bergabung di dalam organisasi BEM Nusantara ini menuntut pemerintah dapat membatalkan kebijakan impor garam yang kini mencapai 2,7 juta ton. "Impor garam berdampak pada matinya produksi garam lokal di daerah-daerah penghasil garam," kata Cahya ditemui di sela aksi tersebut, Senin (15/7/2019). Pihaknya juga menilai bahwa kebijakan impor garam hanya menjawab permasalahan pelaku industri, namun merugikan penambak garam. "Sehingga, hal ini sekaligus menggeser profesi masyarakat pesisir yang biasanya menjadi penambak garam kini semakin sedikit. Mereka bersikap realistis karena tidak adanya kepastian penyerapan hasil produksi mereka," jelasnya. Oleh karenanya, selain menuntut pembatalan impor garam, mahasiswa juga berharap pemerintah dapat meningkatkan kualitas produksi garam lokal sekaligus menetapkan harga penjualan pokok (HPP) garam. "Saat ini, harga garam anjlok mencapai Rp300 perkilonya. Kasihan para petani garam," katanya. Perwakilan mahasiswa pun diterima langsung oleh Anggota DPRD Jatim, Zainul Lutfi. Lutfi pada penjelasannya menerima aspirasi dari mahasiswa tersebut dan akan meneruskan ke jajaran pemerintah terkait. Lutfi menjelaskan bahwa masalah impor garam selalu terjadi tiap tahun. Sebab, hingga saat ini belum ada solusi konkret untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas garam lokal. "Mau tidak mau, dampak masalah impor akan berhubungan langsung untuk masyarakat. Potensinya, 5-10 tahun akan begini terus, ujar politisi PAN ini. Lutfi juga akan memastikan data yang digunakan sebagai dasar impor tersebut. "Konstruksi program seharusnya berbasis data. Kalau data salah, maka programnya pun salah. Untuk itu, data tersebut perlu dipastikan," kata Anggota Komisi B DPRD Jatim tersebut. Data yang dimaksud Lutfi adalah defisit garam industri yang mencapai 2,7 juta ton. Dari kebutuhan 3,8 juta ton pertahun, produksi garam lokal disebut baru mencapai 1,1-1,2 juta ton. "Sebab, garam industri (dari impor) itu seringkali luber ke pasaran. Sehingga, bukan sekadar data BPS (Badan Pusat Statistik), namun harus ada data pendamping. Misalnya, data dari kampus," katanya. Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan solusi konkret untuk meningkatkan kualitas garam agar memiliki kualitas setara dengan garam luar. "Peran pemerintah ke depan ada dua. Dalam jangka panjang, harus ada pembinaan agar kualitas garam bisa masuk industri. Jangka pendeknya, pemerintah harus bisa membuat harga stabil kembali," kata politisi PAN ini. Untuk diketahui, tahun ini pemerintah memutuskan mengimpor 2,7 juta ton garam untuk kebutuhan industri. Impor sebanyak itu dilakukan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan garam nasional yang mencapai 3,8 juta ton. Impor tersebut cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mana, pada 2017 mencapai 2,55 juta ton. Kemudian, impor pada 2018 naik menjadi sebesar 2,72 juta ton dan 2,72 juta pada 2019. (rko)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU