Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Impor Beras era Jokowi, ada Debat, Diskusi dan Komisi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 19 Nov 2018 06:39 WIB

Impor Beras era Jokowi, ada Debat, Diskusi dan Komisi

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Ternyata urusan impor beras, tidak hanya menjadi perbedaan pandangan Antar Anda berdua. Sebelum kampanya dimulai, polemik dan debat soal impor beras sudah diketahui publik antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Kabulog, Budi Waseso. Sabtu sore lalu (17/11/2018) juga terjadi diskusi melalui WA(WhatsApp) grup antara saya menulis surat terbuka saya berjudul, Harga Tempe era Jokowi masih Dikendalikan4 Importir Kedele dan Tahun 2014, Presiden Jokowi Janji tak akan Impor Pangan, Nyatanya masih impor. Dua tulisan saya di harian Surabaya Pagi ini mengundang reaksi dari beberapa dosen PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) di Surabaya. Tapi ada satu dosen yang mengundang diskusi panjang melalui WA group. Dosen ini lulusan Doktor Ilmu hukum yang anak mantan pejabat di koto Surabaya. Dirinya mengklaim masyarakat terdidik. Sebagai jurnalis saya kesiap (terperanjat), sebab dosen ini mengkaitkan urusan impor beras dengan populasi penduduk.Saya tak habis pikir, apa relevansi penambahan penduduk dengan impor beras. Dosen bertubuh tambun ini, juga menjelaskan kalau gak impor terus importir makan apa dan kekurangan pangan siapa yang siapin? Saya jawab, pada jaman Soeharto, kita pernah swasembada pangan. Kita dikenal negara agraris dibanding Malaysia dan Filipina. Mengapa dua negara tetangga ini bisa ekspor kedelai ke Indonesia. Mengapa?. Vietnam bisa ekspor beras ke Indonesia?. Menurut akal sehat saya, pemimpin NKRI kita sekarang gak mau kelola tanah, bumi dan air dengan komprehensip. Ia lbh memilih fokus bangun infrastruktur. Saya katakana dlm management , dia menyia nyiakan aset negara berupa tanah, bumi, air beserta isinya, alias mismanagement. Wakil dari masyarakat terdidik ini menjawab, zaman Soeharto manusia indonesia 125 juta sekaramg 300 juta. Saya jawab, Argumentasi gak relevan. Dia balik bertanya, yg relevan gimana boss? Saya jawab, asset negara pemberian Alloh berupa tanah, bumi dan air ini mesti dikelola yg benar disertai political willPresiden. Presiden hrs berani menggendalikan Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian.... jgn menterinya mlaku dewe-dewe... ini yg saya anggap ada mismanagement di pemerintahan Jokowi. ... menteri perdagangan lbh mendengar bos parpol dan mafia impor pangan.... Jadi bukan soal populasi yg bertambah.... nawacita hanya slogan... padahal dlm nawacita ada citacita swasembada pangan..... Dosen ini memberi argumentasi : maslah utama adalah produk sawah kita hanya 6 ton per ha. sedangkan di vietnam bisa 15 ton .. posisi mereka di sub tropis jadi hanya gak banyak. sedang kita di tropis yang banyak hama.. penelitian kita yang harua intensip. gimana produk sawah kita bisa mencapai 15 ton per ha Kalau soal mafia .. indonesia adalah gudangnya mafia.. apa prabowo bukan mafia. sama saja .. sekeliling nya mafia juga .. jokowi harus diakui menghapus beberapa mafia . tapi yang gitu peperangan pilres butuh dana dan itu dipenuhi para mafia Sistem pilihan gima menimbulan dan disetting para peserta butuh mafia. Produksi beras kita, pada 2015 naik 6,64 persen dan pada 2016 ini naik 4,97 persen meskipun dalam kondisi cuaca ekstrem El Nino dan La Nina. Praktis, Selama dua tahun , produksi beras naik 8,3 juta ton atau setara dengan Rp 38,5 triliun. Tahun 2017, kementan tidak keluarkan rekomendasi dan ijin impor, termasuk beras premium. Saya jawab : Benar, ini negara mafioso, prabowo termasuk berkepentingan.... sy tidak pro prabowo, sy kritisi realita yg ada, nanti giliran dia. Dosen yang teman lama saya ini balas menjawab : itulah repotnya walaupun sudah beggitu. minus beras harus diatasi .. dan import jalannya .. kalau gak ada beras ribut juga.. lagian harga beras karena efisien di vietnam 4000 sementara kita 7000. mengiurkan juga. biarkan jokowi lanjut prabowo pasti jadi setelah itu.. jadi gak ribut. Giliran saya menjawab : berdasar data Food Agriculture Organization (FAO) pada 2017 harga beras di Vietnam hanya berkisar US$ 0,31 per kilogram (kg) atau setara dengan Rp 4.100 per kg, dan Thailand US$ 0,34 per kg atau Rp 4.496 pr kg. Sementara harga beras di dalam negeri sekitar US$ 0,79 per kg. Menurut FAO atau sekitar Rp 10.447 per kg secara rata-rata... ini yg menggiurkan ada konspirasi antara penguasa dan pengusaha. Saya tak ada kepentingan dgn jokowi dan prabowo, saya tetap on the track jurnalis yg kritis. Pria yang tinggal di Malang ini menjawab ;saya harus jujur bukan jokower.. tapi sebagai masyarakat terdidik saya pertumbangkan jokowi harus lanjut Saya balas menjawab : Lanjut atau tidak, pasar (pemilh) yang menentukan, termasuk masy terdidik. Teman saya menjawab: siipp pokok gak di curi? Jawaban saya: apa yang dicuri? Saran saya, masy terdidik hrs mulai evaluasi realita yang sudah dilakukan petahanan, mana program nawacita yg telah dijalankan dan mana yg tidak.... kalau pelawan apa yang dievaluasi?, sebab dia baru memberi harapan.... tinggal masy terdidik menilai harapan-harapan pelawan, mana yang realistis dan mana yg otopis.... ini pemikiran jurnalis terdidik. Diskusi akhirnya melebar soal kampanye masing-masing Pilpres yang tidak ada kaitannya dengan impor beras dan pangan. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, salah pembantu Anda, sadar atau tidak, urusan impor beras, telah disorot banyak pihak. Utamanya, saat pertengahan 2018 lalu membeberkan alasan mengapa Indonesia harus mengimpor beras lagi?. Enggar, panggilan akrab Menteri dari Parpol NasDem menyebut disebabkan soal stok beras di dalam negeri yang belum bisa memenuhi konsumsi. Sementara pengamat pertanian Khudori, menyebut, bukan semata stock beras, tetapi ada conflict of interest yang tinggi sekali. Khudori tak yakin soal kurangnya lahan sawah. Mengingat, metode perolehan data dari kementerian Perdagangan dan Pertanian juga tidak valid, Pasalnya untuk jumlah luasan lahan, tidak ada penghitungan secara riil alias hanya perkiraan. Menurut data yang diperoleh dari citra satelit, luas lahan sawah di Indonesia hanya di angka 7,7 juta hektare. Tapi, data Kementan berkata beda. Pada akhir 2016, luas lahan sawah tercatat sebesar 12,97 juta hektare. Khudori, mengingatkan, soal impor beras, tidak hanya mengenaiproduksi beras, tetapi juga penyerapan Bulog dan rendahnya harga pokok pembelian yang diterapkan pemerintah. Apalagi, produksi hingga tahun ini, diperkirakan Khudori, akan mengalami gagal panen yang lebih besar dibandingkan tahun kemarin. Musim kemarau yang lebih panjang di 2018 menjadi penyebabnya. Di berita-berita kan sudah banyak kegagalan panen di daerah-daerah. Cuma masih sporadis, bukan skala nasional, imbuh pengamat ini. Sedangkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman berkeras bahwa masa panen padi sudah dimulai pada Februari 2018. Banjir yang terjadi akibat siklon tropis pada akhir 2017 hanya merusak sekitar 40 ribu hektare dari total 400 ribu hektare ladang padi di Jawa. Kementerian Pertanian merilis data proyeksi produksi beras 13,7 juta ton dalam tiga bulan: produksi Januari 2,5 juta ton, Februari 4,7 juta ton, dan Maret 6,5 juta ton. Dengan proyeksi ini, pemerintah meminta Bulog menyerap 2,2 juta ton beras hingga akhir Juni dalam panen raya. Maka itu, Kementerian Pertanian menyesalkan penambahan impor beras sejuta ton, awal tahun 2018. Alasannya, produktivitas padi 3 - 3,5 ton per hektare setiap bulannya.sementara konsumsi nasional 2,5 juta ton per bulan. Setali dua uang dengan Menteri Pertanian, Kabulog Budi Waseso bersikukuh menolak impor beras dengan alasan keberpihakan kepada produksi petani. Pertanyaannya, mengapa impor beras era Anda Capres Jokowi, terus gadu dan semakin panas ketika Bulog bercerita masalah gudang yang penuh sehingga tak mampu menampung beras impor. Keluhan ini ditanggapi landai oleh Menteri Enggar yang menyebutkan masalah gudang Bulog harus bisa ditangani sendiri. Pernyataan ini mendapat balasan pedas dari Budi. Lain halnya tanggapan Ahli ekonomi dan politisi Dr. Rizal Ramli. Mantan Menko Kemaritiman Anda ini mengatakan pernah melakukan ceking melalui telepon di Surabaya. Ini terkait ada kenaikan harga beras Rp100 per hari. Kepala Depot Logistik (Kadolog) Surabaya, mengakui da spekulan yang coba menahan beras supaya harga naik. Rizal perintahkan Kadolog untuk membanjiri pasar dengan beras Bulog sebanyak 100 ribu ton selama tiga minggu. Spekulan pun kuat menahan gerojokan beras Bulog. Akhirnya, spekulan mengeluarkan berasnya ke pasar dengan harga normal. Rizal Ramli juga menyoroti prosedur impor beras jang terkesan ngaco. Awalnya, kementerian mau pakai importir swasta. Kemudian berubah lagi pakai BUMN, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Tapi pilihan ini juga melanggar Undang-undang. Akhirnya dipakailah Bulog untuk mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Dalam pikiran saya, debat soal impor beras antar menteri dan lembaga Negara ini memang keterlaluan. Terutama dari aspek manajemen. Sebab menteri adalah pembantu Presiden. Mengapa menteri sampai berdebat urusan impor di depan publik. Apalagi debat impor beras juga merembet ke masyarakat terdidik yang diklaim oleh dosen PTS Surabaya. Menurut akal sehat saya, urusan impor beras era Anda telah menciptakan opini negative. Potret terhadap pengelolaan salah satu unsur sembako (Sembilan bahan pokok) rakyat. Dalam bahasa manajemen, Anda sebagai pimpinan dari dua kementerian dan lembaga Negara Bulog menurut akal sehat saya, masih belum mampu menjadi solving problem atas urgensinya kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Saya pernah sedih dan kecewa menyaksikan dan membaca debat impor beras antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kepala Badan Urusan Logistik Budi Waseso. Apalagi, saat keduanya saling melemparkan pernyataan keras-cenderung kasar, untuk membela pendapat masing-masing soal data beras. Enggartiasto, ngotot impor beras 2 juta ton harus dilakukan, karena keputusan rapat koordinasi kabinet untuk dilaksanakan tahun ini. Sementara, Buwas-panggilan Budi Waseso, menegaskan tak pernah meminta impor beras karena stok di gudang Bulog masih bejibun. Ironisnya, kedua pejabat tinggi ini memanggil wartawan dan memberikan pernyataan saling menyerang dan menjatuhkan. Dua pejabat Anda ini, sadar atau tidak, telah mempermalukan diri sendiri dan manajemen koordinasi pemerintahan Anda. Akal sehat saya mengatakan, praktik seperti ini menunjukkan ketidakmampuan manajemen beras pemerintah. Debat terbuka seperti ini (diluar diskusi melalui WA) menurut akal sehat saya bisa menggerus dukungan masyarakat umumkepada Anda Capres Jokowi, khususnya pemilih petani dan keluarganya dalam Pilpres 2019 ini. Maklum, ketiadaan stok beras, bisa berimbas pada harga. Petani dan masyarakat miskin yang akan paling terpengaruh bila stok beras menipis. Dan Anda Capres berdua, sama-sama tahu bahwa beras menyangkut hajat hidup orang banyak. Akal sehat saya berbisik, urusan beras yang terjadi saat ini bisa ditiadakan bila pejabat dalam pemerintahan Anda Jokowi, tidak memiliki kepentingan sektoral dan conflict of interest. Konon dalam urusan impor, teman saya yang importir dan eksaportir di Surabaya, bilang selalu ada komisi untuk pejabat yang memiliki otoritas. Berbeda bila menyerap beras dari petani, yang tidak punya dana taktis untuk mengeluarkan fee, komisi dan upeti kepada pejabat. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU