Home / Kriminal : Seks Nyeleneh di Surabaya juga jadi Tren, Dipicu M

Heboh, Anak Perkosa Kambing

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 25 Feb 2019 09:22 WIB

Heboh, Anak Perkosa Kambing

Firman Rachman - Erick Tresnadi, Tim Wartawan Surabaya Pagi. Di saat perkembangan teknologi digital yang kian canggih, perilaku seks menyimpang banyak terungkap. Tak hanya soal lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Tapi kasus persetubuhan sedarah yang dilakukan ayah terhadap anak kandung kerap terjadi. Termasuk di Surabaya, seks nyeleneh menjadi tren dan mendominasi sejak medio tahun 2015 hingga 2018 lalu. Kini muncul fenomena baru, ada kasus persetubuhan terhadap hewan yang dilakukan remaja 15 tahun. Kasus ini pun menjadi heboh. ---- Perilaku bersetubuh dengan binatang dikenal dengan istilah beastility. Ada juga yang menyebutnya zoofilia, meskipun secara teknis agak sedikit berbeda. Yang pasti, termasuk dalam penyimpangan orientasi seks yang disebut parafilia. Sama-sama melibatkan ketertarikan seksual pada binatang, beastility lebih merujuk pada perilakunya. Seseorang dengan kecenderungan zoofilia memiliki ketertarikan seksual pada binatang, dan jika melakukan hubungan seksual dengan binatang maka perilakunya disebut beastility. Kasus bersetubuh dengan hewan ini memang tidak terungkap di Surabaya, melainkan di Lampung, Sumatera Selatan. Hanya saja, kasus ini terkuak berawal dari kasus dugaan incest yang dilakukan satu keluarga, yakni ayah bersama dua anak lelakinya (tersangka pelaku). Sedang korban putri kandungnya. Kasus persetubuhan sedarah (incest) ini terbongkar setelah polisi menangkap tiga pelaku. Yakni, ayah kandung korban berinisial M (45) serta kakak berinisial SA (24) dan adik berinisial YF (15). Korban sendiri merupakan anak kandung M berinisial AG (18) yang mengalami keterbelakangan mental. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para tersangka didapat pengakuan dari Y dan SA dimana keduanya sering menonton film porno dari ponsel sehingga mereka terangsang melihat korban yang juga saudara kandungnya, kata Kanit PPA Polres Tanggamus, Ipda Primadona Laila, Minggu (24/2/2019). Selain itu, lanjutnya, salah seorang tersangka yang berusia paling muda yaitu Y (adik korban) memiliki perilaku seks menyimpang. Menurut dia, tersangka Y juga melakukan persetubuhan dengan kambing dan sapi milik tetangga. "Nanti mau kami periksakan juga ke psikolog, pemerhati, kenapa keluarga ini bisa seperti ini, kita mau urut ke belakang supaya hal-hal ini tidak terjadi lagi," timpal Kasat Reskrim Polres Tanggamus AKP Edi Qorinas. Tren di Surabaya Kasus persetubuhan sedarah yang dilakukan satu keluarga dan salah satunya juga melakukan persetubuhan dengan hewan, membuat kaget banyak pihak. Salah satunya, Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Ruth Yeni. Kasus seperti di Lampung memang belum pernah ditangani Unit PPA Polrestabes Surabaya. Namun kasus perilaku seks menyimpang, termasuk incest, kerap terjadi. Ada yang menyebut perilaku seks menyimpang itu sering kali dilatarbelakangi oleh faktor rendahnya tingkat pendidikan dan lemahnya ekonomi. Namun, dua faktor tersebut nyatanya tidak lagi relevan dalam beberapa kasus. Di Surabaya misalnya, kota metropolitan dengan tingkat ekonomi yang lebih baik dan bertumbuhnya lembaga pendidikan di hampir penjuru kota, justru perilaku seks menyimpang banyak ditemukan. Dari data Unit PPA Polrestebes Surabaya, setidaknya medio tahun 2015 - 2018, kejadian perilaku seks menyimpang dengan kasus pedofilia menjadi paling banyak dijumpai. Pada tahun 2015, kasus predator anak ini menyentuh angka 60 kasus. Kemudian meningkat menjadi 75 kasus pada tahun berikutnya. Namun, turun di tahun 2017 dengan 50 kasus. Hingga pada 2018, polisi menangani sebanyak 32 laporan atas kasus kejahatan seksual terhadap anak. Meski cenderung mengalami penurunan, Ruth menyebut jika hal tersebut belum mewakili sepenuhnya aktifitas kejahatan seksual yang menyasar anak-anak. "Memang trennya menurun secara angka Tapi itu kan yang dilaporkan saja. Tentu itu belum mewakili aktifitas kejahatan yang belum dilaporkan kepada kami," ujar AKP Ruth kepada Surabaya Pagi, Minggu (24/2/2019). Pelaku Orang Dekat Lebih lanjut, Ruth memberikan garis besar dari kebanyakan kasus yang ditangani oleh pihaknya, komposisi para pelaku kejahatan didominasi oleh orang-orang terdekat korban (anak-anak). "Komposisi pelaku yang terbanyak di lakukan oleh orang terdekat baik ayah, paman, kakek atau kerabat dekat termasuk tetangga," tambahnya. Perwira tiga balok itu juga menganalisa, kecenderungan aktifitas kejahatan seksual terhadap anak itu terjadi lantaran pemakluman bagi sebagian masyarakat, termasuk para orang tua atau keluarga yang menganggap, kedekatan anak-anak terhadap orang yang lebih tua itu sebagai sesuatu yang lumrah. "Kedekatan dengan korban sehari-hari, sehingga memberi peluang menguasai, mengancam, membujuk rayu korban agar mengikuti kemauan pelaku,kemudian juga kesempatan. Selain itu masyarakat juga masih menganggap bahwa laki-laki atau perempuan dewasa khususnya dalam lingkup keluarga wajar jika berada berdua dekat dengan anak-anak. Sejauh ini para pelaku kebanyakan adalah laki-laki," imbuhnya. Alami Gangguan Psikis Dari hasil tes kejiwaan dan psikologi, para polisi menyimpulkan jika para pelaku ini kebanyakan tidak mengalami gangguan mental dan psikis. Para pelaku ini kebanyakan melakukan kejahatan seksual tersebut lantaran termotivasi dan terangsang setelah melihat film porno. "Sejauh ini hasil pemeriksaan secara medis,mereka normal kok. Hanya saja ada pengaruh eksternal yakni usia melihat video porno," katanya. Ruth juga berpesan kepada para orang tua agar sangat berharti-hati dan optimal dalam mengawasi buah hatinya. Sebab, kecendurungan predator anak ada dilingkaran terdekat dari aktifitas anak itu sendiri. Zoofilia atau Beastility? Kembali ke kasus anak setubuhi hewan, apakah pelaku mengidap penyakit kelainan seksual tertarik pada binatang atau zoofilia? Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel menjawab belum tentu. Kondisi kejiwaan pelaku harus diperiksa lebih dulu. "Kalau memang orientasinya atau ketertarikannya pada binatang, kalau ya, itu ada dua istilah zoofilia dan beastility, tapi saya tidak tahu karena harus diperiksa. Saya agak sanksi bahwa yang bersangkutan adalah seorang zoofilia atau beastility, boleh jadi penyaluran hasrat seksual dengan cara yang sama sekali tidak lazim itu lebih dikarenakan faktor situasional," papar Reza, Minggu (24/2) kemarin. Menurutnya, perilaku Y yang disebut-sebut menyetubuhi kambing tetangga, lebih bersifat situasional, karena ketidakmampuan menyalurkan hasrat secara wajar. Namun untuk kepastiannya diperlukan pemeriksaan terhadap Y. "Jadi prinsipnya, kalau tak ada rotan, akar pun jadi. Artinya, kalau dia menemukan tempat penyaluran yang wajar, dia akan salurkan secara wajar. Tapi, dikarenakan dia tidak punya tempat penyaluran yang wajar, ke PSK tak punya uang atau takut kena penyakit kelamin, ke pacar takut hamil, maka dia pilih menyalurkan hasrat yang tak lazim. Jadi lebih ke faktor situasional bukan karena sungguh-sungguh yang bersangkutan punya orientasi seksual pada binatang," ungkapnya. Motif Pelaku Sementara itu, motif JM ayah korban melakukan persetubuhan terhadap anaknya karena istrinya meninggal dunia sekitar tahun 2018 sehingga dia kesepian. Berawal sekitar awal tahun 2018 ibu korban yang berdomisili di Pekon Teba Bunuk, Kecamatan Kota Agung Barat, Tanggamus meninggal dunia. Kemudian korban dibawa ayahnya ke Pekon Panggung Rejo, Sukoharjo dan disitulah kelakuan bejat para tersangka dimulai, papar Kanit PPA Polres Tanggamus, Ipda Primadona Laila. Ia menambahkan, korban AG merupakan anak ketiga dari empat saudara berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui dalam kurun waktu 1 tahun dari 2018 telah 5 kali disetubuhi oleh JM ayah kandungnya itu. Kemudian kakaknya mengaku 120 kali dan adiknya mengaku 60 kali. Hal ini kerap dilakukan karena korban AG merupakan gadis disabilitas yang juga berkebutuhan khusus sehingga tidak melapor kepada keluarga yang lain atau polisi. Persetubuhan sedarah yang semuanya dilakukan di rumah keluarga tersebut terungkap berkat laporan tetangga korban yang juga Satgas Mereh Putih Perlindungan Perempuan dan Anak yang curiga terhadap ketidakwajaran perubahan bentuk korban dimana sebelumnya berbadan gemuk dan saatini badannya kurus, ungkapnya Menurut Kanit PPA, pihaknya telah menyita barang bukti baju pelaku dan korban untuk dilakukan pemeriksan serta penyelidikan lanjutan. Atas perbuatan itu ketiga tersangka dijerat Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun ditambah 1/3 dari ancaman maksimal sebab dilakukan orang-orang yang mempunyai hubungan darah, tandasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU