Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Harga Tempe era Jokowi masih “Dikendalikan” 4 Importir Kedelai

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 15 Nov 2018 21:30 WIB

Harga Tempe era Jokowi masih “Dikendalikan” 4 Importir Kedelai

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Bulan lalu, calon Wakil Presiden Sandiaga Uno, meminta agar pernyataannya yang menyatakakan tempe sekarang setipis kartu ATM, karena mahal, tak menjadi bahan olokan lagi. Permintaan Sandiaga, disampaikan setelah berbincang dengan warga di Duren Sawit, Jakarta. "Yang saya sampaikan itu adalah suara dari rakyat. Itu dari Bu Yuli dan rekannya di Duren Sawit. Itu exactly. Word by word yang disampaikan mereka," kata Sandiaga saat ditemui di kawasan Glodok, Jakarta, bulan lalu. Sandi justru berharap publik mengukur pernyataannya sebagai bentuk nyata kesenjangan yang terjadi di masyarakat. Akal sehat saya mengatakan pernyataan Cawapres Anda Prabowo, bukan sekedar retorika tentang harga tempe di pasar tradisional. Pernyataannya memiliki efek domino. Apalagi Sandiaga, menyebut soal kesenjangan di masyarakat. Ini terkait disparitas. Menurut akal sehat saya diparitas antara importir, pengrajin tempe tempe dan bakul tempe eceran di pasar tradisional. Gambaran yang saya serap, seorang Sandiaga, bukan berkata sebagai politisi Gerindra belaka. Ia mewakili generasi milenial yang cerdas. Apalagi track record Sandiaga yang lama bekerja di sektor keuangan internasional maupun lokal. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Akal sehat saya langsung membidik kaitannya dengan harga kedelai yang naik akibat dolar menguat. Maklum, hingga sekarang, pengusaha tempe dan tahu masih bergantung pada kedelai impor. Saya sendiri sempat membeli tempe di pasar tradisional Dukuh Kupang Surabaya. Mulai Juli sampai November 2018 ini, harganya masih tetap yaitu tempe sepotong yang kecil Rp 4.000,- . Ini bisa jadi delapan potong tempe gorengan. Sedangkan tempe yang ukuran besar Rp 8.000,-, bisa 19 potong. Tapi tempe Malang, Rp 6.000,-, ukuran potongan kecil. Perbedaannya pada rasa kedelainya. Beberapa bulan ini, tak ada perubahan harga tempe Mas, jelas Mak Nie, pembeli tetap tempe di pasar tradisonal Darmo Permai dan Dukuh Kupang Surabaya. Berbeda dengan di Semarang dan Jakarta. Potongan yang sama Rp 5.000,- dan Rp 10.000,- Bahkan dengan harga yang sama, tapi potongan atau irisan tempenya diperkecil. Maka wajar bila Sandiaga, terkaget-kaget saat menemukan tempet dalam bentuk set-setan di pasar tradisional Semarang. Demikian juga perajin tempe di daerah Pasar Pacar Keling Surabaya. Meski usahanya masuk dalam kategori usaha perumahan bermodal modal kecil, menyatakan enam bulan ini, meski dolar fluktuatif, usahanya tak menaikan harga pokok penjualan. Meski demikian, para perajin tempe perumahan ini mulai ketar-ketir terhadap dolar yang masih tinggi. Mereka was-was tentang kenaikan harga kedelai seperti tahun 2008. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Seperti saya tulis kemarin, ekonom Dradjad Wibowo, dari PAN mencatat terdapat 4 perusahaan yang merajai sektor pengimpor pasokan kedelai ke tanah air. Maksud merajai ini bisa dianalogikan kartel terselubung atau memiliki kaitan politik tertentu. Makanya, Drajad minta KPPU menelusuri. Empar importir ini pertama, PT Sinar Unigrain Indonesia yang bermarkas di Surabaya. PT ini telah mengimpor kedelai hingga US$ 40,5 juta. Dan pemiliknya pemain muda Hariyono Tan. Kedua, PT Golden Sinar Sakti yang terafiliasi dengan Sungai Budi Group (SBG). Sungai Budi Grup memiliki anak usaha lain yang telah listing di BEI seperti PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dan PT Budi Acid Jaya Tbk (BUDI). Padahal, Golden Sinar Sakti merupakan pendatang baru, sehingga kiprahnya menarik perhatian publik. Maklum, PT ini bagian dari Sungai Budi Group, yang dimiliki oleh salah satu orang terkaya Indonesia, yaitu Widarto. Golden Sinar Sakti telah mengimpor kedelai seharga US$ 40,78 juta Tiga, PT Gerbang Cahaya Utama yang merupakan importir langsung dan pedagang kedelai terbesar di Jawa Tengah. KPPU pernah merilis Gerbang Cahaya Utama menguasai pasar impor kedelai dalam negeri mencapai 47%. PT ini telah mengimpor kedelai senilai US$ 48,76. Perusahaan yang telah listing di BEI ini ternyata dikenal sebagai pengimpor nomor satu kedelai ke RI. Keempat PT Fishindo yang telah mengimpor kedelai senilai US$ 123,13 juta. Dradjad menilai perkembangan PT Fishindo yang sangat spektakuler. Tahun 2010 namanya tidak ada dalam 10 importir terbesar. Tapi sejak Tahun 2011 dia melejit menjadi no 1, dengan nilai impor yang fantastis yaitu US$ 296 juta atau sekitar Rp 2,7 triliun. Fishindo ini ada kaitannya dengan Fishindo Kusuma Sejahtera Multi Agro, sebuah perusahaan terbuka, yang dimiliki Hio Baron Setiawan Sumadi atau Hio Sumadi. Pertanyaannya mengapa keempat importir ini merajai impor kedelai di Indonesia? Informasi yang saya peroleh, bos-bosnya dekat dengan partai politik tertentu yang memiliki kadernya di anggota kabinet. Kalangan importir di Jakarta yang saya kenal, kedelai merupakan salah satu produk yang saat ini mekanisme impornya tidak mendapat intervensi dari pemerintah. Berbeda dengan jagung, beras dan daging yang pengaturan impornya diserahkan kekepada Bulog, justru mengalami gejolak harga yang tinggi. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (GAKOPINDO) Aip Syarifudin, meminta supaya pemerintah dapat mempertimbangkan dengan masak kebijakan dominasi Bulog. Hal ini dikarenakan kedelai menyangkut penghasilan jutaan pengrajin tempe. Saya mengetahui dari Gakopindo, sampai November 2018 ini, pengrajin tempe berjumlah lima juta jiwa. Diperkirakan ada 1,5 juta jiwa yang menjadi karyawan/ti aktif. Pengurus Gakopindo, terus berharap agar pasca dominasi impor kedelai oleh empat importir, berdampak buruk bagi harga sekaligus menyulitkan pengrajin tahu tempe. Menariknya, diluar kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengijinkan impor, Kementerian Pertanian malah menyatakan, Indonesia siap menghentikan impor kedelai dari Amerika Serikat . Terutama bila perang dagang terjadi karena kebijakan protektif AS yang meluas sampai ke komoditas pertanian. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriandi, malah menegaskan, kementeriannya tengah mempersiapkan program swasembada kedelai untuk tiga tahun ke depan. Agung mengakui saat ini masih ada empat juta hektar lahan yang dapat disiapkan menjadi lahan kedelai untuk memenuhi kekurangan produksi. "Dalam waktu dekat, kita akan kembangkan lahan kedelai lokal. Dan kita masih punya lahan tidur sekitar empat juta hektar. Saya yakin dua tahun ke depan yaitu tahun 2020, bisa kita wujudkan," Agung optimistis. Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia mengingatkan, tentang kejayaan kedelai Indonesia yaitu zaman orde baru. Saat ini kedelai masih dikuasai dan dimonopoli oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Anda berdua perlu tahu bahwa menurut Gakopindo, Bulog praktis monopoli kedelai selama 20 tahun sejak 1979 1998. Akhirnya, Indomesia malah sudah swasembada kedelai. Tapi mengapa era Anda Capres Jokowi, kedelai masih impor dan dikuasai hanya oleh empat perusahaan? Padahal kebijakan pangan telah tertuang dalam Nawacita. Dalam Nawacita, Anda Capres Jokowi, mencita-citakan capaian swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan nasional. Janji Anda adalah swasembada pangan yang berpihak pada petani. Apalagi, Indonesia pernah menyandang gelar Negara Agraris, karena sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani. Fakta ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu prime mover dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia (Gie, 2002). Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun 2012 hingga 2014 memperoleh sumbangsih yang cukup tinggi dari sektor pertanian, yaitu berturut-turut sebesar 12,53%, 12,42% dan 12,06% (Badan Pusat Statistik, 2015). Tingginya kontribusi tersebut menggambarkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menggantungkan diri pada sektor pertanian. Tetapi sampai kini kedelai masih impor? Ada apa yang terjadi di pemerintahan Anda? Pertanyaannya, apakah importasi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional ini, tidak bertentangan dengan Program Nawacita Anda yaitu mewujudkan swasembada pangan. Urusan kedelai misalnya, dari data yang saya peroleh, tampaknya ada perbedaan sudutpandang antara kementerian perdaganga yang mengatur impor dan kementerian pertanian yang mengelola sektor pertanian. Program Kementerian Pertanian sejak Oktober 2014, telah menetapkan program prioritas dengan target swasembada padi, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging dan gula. Bahkan untuk implementasi dari program swasembada, Kementerian Pertanian mencanangkan Upaya Khusus (Upsus) melalui peningkatan produksi dengan tiga komoditi pangan utama yaitu padi, jagung dan kedelai (Pajale). Sebagai jurnalis yang bukan berpendikan ekonomi, saya hanya bisa menggunakan akal sehat. Benarkah tidak tercapainya swasembada kedelai, karena kurangnya koordinasi antara kementerian perdagangan dan kementerian pertanian? Atau bahkan ada kartel? Data yang saya peroleh, kementerian perdagangan sekarang dipimpin seorang pedagang yang kini bergabung di partai NasDem. Sedangkan kementerian pertanian adalah akademisi bergelar Doktor Ilmu Pertanian. Catatan saya, tampaknya persoalan kedelai tak ubahnya sama seperti beras. Kementerian Perdagangan ngotot impor beras, tetapi Kementerian Pertanian bersama Bulog, tidak membutuhkan impor. Ada apa? Dari bahasa manajemen, kurangnya koordinasi dua pembantu Anda Capres Jokowi ini bisa dipotret Anda sepertinya dipermainkan oleh elite politik atau Anda karena seringnya blusukan di pasar dan mall, kurang jeli terhadap kepentingan-kepentingan partai politik yang mengusung kadernya duduk di cabinet kerja Anda. Padahal, Indonesia, menurut sejarah pernah dicatat menjadi negara yang mendapatkan julukan lumbung beras Asia. Tapi Indonesia sekarang justru harus mengimpor kedelai dari negara tetangga, Filipina dan Malaysia. Adakah yang tidak berkeadilan dalam urusan tempe dan kedelai? ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU