Home / Hukum & Pengadilan : Sering OTT di Jawa Timur, Hakim dan Advokat Lolos,

Hakim di Jatim Lihai

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 29 Nov 2018 08:50 WIB

Hakim di Jatim Lihai

SURABAYA PAGI, Surabaya Hakim dan pegawai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) hingga Advokat, kembali dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (28/11/2018) dini hari. OTT terhadap pengadil yang terlibat suap ini sudah puluhan kali dilakukan KPK. Menariknya, dari jumlah itu tak satupun hakim di Jawa Timur yang tertangkap. Ini jauh berbeda dengan kepala daerah di Jatim. Dalam dua tahun terakhir, sebanyak 12 bupati/walikota di Jatim tertangkap tangan KPK karena menerima suap. Ada yang menyebut hakim di Jatim lihai-lihai. Padahal, praktik suap untuk memenangkan perkara diduga masih berlangsung di Pengadilan Negeri yang tersebar di kabupaten/kota Jatim. ----------- Sinyalemen itu dilontarkan Sudiman Sidabukke, advokat senior Surabaya yang kerap menangani perkara korupsi. Menurutnya, ada dua kemungkinan KPK belum menyentuh hakim dan panitera pengadilan di wilayah Jawa Timur. Pertama, karena memang lembaga hukum di Jatim itu bersih dari praktik-praktik suap. Kedua, praktik haram itu bisa jadi dirancang dengan canggih sehingga tak terendus KPK. "Ada dua kemungkinan, bisa jadi perbuatan melawan hukum atau praktik suap oleh hakim, polisi, jaksa, panitera dan pengacara tidak ada, artinya clean. Atau bisa jadi karena mereka lebih lihai dengan modus yang rapi sehinga tidak terdeteksi KPK, ungkap Sudiman dihubungi Surabaya Pagi, Rabu (28/11/2018). Lalu mengapa kepala daerah dan anggota DPRD di Jatim justru banyak yang kena OTT? Bisa jadi mereka belum lihai atau banyak mulut, sehingga bocor ke KPK. Pengalaman membuktikan suap menyuap dapat terbongkar antara lain karena sadap dan bocoran dari orang dalam," lanjut Sudiman yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya). Sekretaris Ikatan Pensehat Hukum Indonesia (IPHI) Jatim, Sumarso, juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, KPK tentu tak gegabah dalam melalukan penindakan terhadap target operasi (TO). Entah itu kepala daerah maupun hakim. Menurutnya, KPK akan melakukan verifikasi informasi hingga benar-benar akurat sebelum bertindak. "KPK bekerja berdasar fakta, di Jawa Timur barangkali belum terdeteksi oleh KPK. Baik melalui alat sadap maupun akurasi informasi. Setau saya, KPK tidak akan bertindak kalau informasi itu tidak A1 (akurat,red)," cetus advokat yang pernah menangani kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim ini. Dalam catatan Komisi Yudisial (KY), sepanjang KPK berdiri, tercatat 20 hakim sudah ditangkap KPK. Menariknya, 10 dari 20 hakim yang terjerat OTT oleh KPK pada 2005-2018 merupakan hakim ad hoc Tipikor. Dari jumlah itu, tidak ada hakim yang berdinas di Jatim saat penangkapan. Padahal, KPK sering menggelar OTT di Jatim. Justru kepala daerah di Jatim yang sering tertangkap. Mereka adalah Bambang Irianto (Wali Kota Madiun), Achmad Syafii (Bupati Pamekasan), Masud Yunus (Wali Kota Mojokerto), Eddy Rumpoko (Wali Kota Batu 2017), Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk), Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang) dan Mochammad Anton (Wali Kota Malang 2018). Kemudian, Mustofa Kamal Pasa (Bupati Mojokerto) Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung 2018) Samanhudi (Wali Kota Blitar 2018) Setiyono (Wali Kota Pasuruan 2018) dan Rendra kresna (Bupati Malang 2018). Sulit Dipantau Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi juga angkat bicara dengan banyaknya hakim yang di-OTT KPK. Ia mengatakan pihaknya telah melakukan berupaya mencari formula untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di institusi peradilan. Ia menyebutkan, Ketua MA telah mengintruksikan kepada pimpinan di jajaran pengadilan untuk intensif melakukan pembinaan dan pengawasan di masing-masing lingkungannya. Kalau dia (Hakim) melakukan kegiatan di luar kantor merupakan di luar kemampuan pimpinannya untuk membina. Sekarang kebanyakan (tindakan korupsi) dirancang melalui telepon, ungkap Suhadi saat dihubungi terpisah, Rabu (28/11/2018). Melalui HP orang berhubungan, jadi di kantor dapat dipantau, kalau di luar sulit, lanjut dia. Suhadi menjelaskan, MA sudah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) untuk mencegah perilaku koruptif dan penegakan disiplin bagi para hakim. Selama ini sudah banyak yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) antara lain keluarnya Perma 7,8, dan 9 Tahun 2016, kata Suhadi, yang juga menjabat Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) itu. Perma Nomor 7 Tahun 2016 mengatur mengenai penegakan disiplin kerja hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya. Dalam Perma 8 Tahun 2016 juga diatur terkait pengawasan dan pembinaan atasan langsung di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya. Sementara, Perma 9 Tahun 2016 mengatur perihal Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya. Upaya yang dilakukan MA melakukan pembinaan secara periodik setiap Pengadilan Tinggi supaya mereka memahami jangan lagi ada hal-hal seperti korupsi lagi, papar Suhadi. Suhadi mengatakan, terkait OTT, MA masih menunggu informasi kepastian dari KPK. Kalau sekarang ini kalau dia ditetapkan sebagai tersangka diberhentikan sementara. Kalau sudah berkekuatan hukum tetap perkaranya, dia bersalah diberhentikan secara definitif, ujar Suhadi menanggapi OTT terhadap hakim dan pegawai PN Jaksel, kemarin. Sebelumnya, KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kali ini, menyasar hakim dan pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. OTT itu dilakukan pada Selasa (27/11/2018) malam hingga Rabu (28/11/2018) dini hari. Dalam OTT kali, KPK menangkap 6 orang. Mulai hakim dan panitera PN Jaksel hingga pengacara. KPK mengamankan uang sekitar 45.000 dollar Singapura dalam OTT ini. "Ada sejumlah uang dalam bentuk dollar Singapura yang juga turut dibawa sebagai barang bukti dalam perkara ini. Uang yang diamankan sekitar 45.000 Dollar Singapura," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU