Gugatan Class Action Terhadap Gubernur DKI, Pembelajaran kita Semua

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 07 Jan 2020 07:59 WIB

Gugatan Class Action Terhadap Gubernur DKI, Pembelajaran kita Semua

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak 1-4 Januari 2020, tercatat 60 orang meninggal dan 92.261 warga mengungsi akibat banjir dan longsor. Sementara HIPMI DKI Jakarta memperkirakan ada kerugian bisnis yang dialami pengusaha Jakarta yaitu triliunan. Sebelum banjir, sejumlah pengamat perkotaan menilai, ada perkiraan akan terjadinya banjir Jakarta. Perkiraan ini sudah diperingatkan jauh hari oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Bahkan pada siang hari 31 Desember 2019, sudah diberitakan bahwa Waduk Katulampa Bogor dalam posisi Siaga 3. Artinya, ketinggian air akibat hujan di daerah Bogor sudah mulai tinggi. Tetapi ada apa dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tidak berhasil mengatasi prakiraan banjir sejak dini. Sejak Senin kemarin sejumlah advokat muda LBH di Jakarta sedang menyiapkan gugatan class action terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan. Menurut Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, selainclass action, masih ada dua lagi jalur yang bisa digunakan warga Jakarta untuk menggugat pemerintah terkait banjir. Pertama masyarakat bisa mengajukan citizen law suit. Kedua, gugatan legal standing. Untuk citizen law suit, penggugat tidak mesti memiliki hubungan sebab akibat dengan perbuatan pemerintah. Dengan demikian, penggugat tak bisa mengajukan ganti rugi. Sedangkan gugatanlegal standing bisa dilakukan oleh organisasi, tapi tak sembarang organisasi, melainkan organisasi yang memang memiliki rekam jejak dalam isu yang digugat. Mengenai gugatanclass action, Asfina menjelaskan, penggugat harus mengalami kerugian secara langsung akibat perbuatan oleh tergugat atau pemerintah. Nantinya, berbagai kerugian itu akan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas dan dimasukkan ke dalam berkas gugatan. Asfina berpendapat dalam gugatan ini pemerintahan DKI Jakarta tidak harus si pemerintah itu melakukan perbuatannya secara aktif, tapi dengan mengabaikan kewajibannya itu juga sudah termasuk perbuatan melawan hukum. YLBHI menegaskan, perbuatan pemerintah DKI yang bisa diperkarakan tak hanya terkait penyebab banjir, tapi aspek mitigasi sebelum banjir atau penanggulangan saat banjir pun bisa ikut digugat. Berbeda dengan citizen law suit, lewat class action warga bisa memohon agar pemerintah memberikan ganti rugi atau mengeluarkan kebijakan agar banjir tak terjadi lagi. Gugatan kelompok atauclass action atauclass representative adalah pranata hukum yang berasal dari sistemcommon law. Kalangan ahli hukum menganggap Class action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok. Kelompok ini adalah warga DKI Jakarta yang telah mengalami kerugian akibat banjir, 1 Januari 2020. Mengapa gugatanClass Action digunakan? Bagi kelompok warga DKI, gugatan ini sangat efisien. Gugatan kelompok adalah proses berperkara yang ekonomis. Gugatan ini menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama. Di Indonesia, gugatan ini pertama kali diperkenalkan melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Atas dasar kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Secara hukum, warga DKI Jakarta yang terdiri dari beberapa wilayah, bisa menggugat Gubernur DKI Anies Baswedan, secara serempak. Mengingat, banjir yang melanda hampir semua wilayah Jakarta, telah merugikan banyak orang, suatu korporasi atau suatu kelompok. Untuk prosesnya, pengadilan memiliki peran yang sangat besar. Maklum, karena setiap perwakilan untuk maju beracara di peradilan harus mendapat persetujuan dari pengadilan, dimana pengadilan akan menilai/memperhatikan beberapa hal seperti mempunyai kesamaan tipe tuntutan yang sama; penggugatnya sangat banyak; dan perwakilannya layak atau patut. Warfa DKI yang mengajukan gugatan bisa menilai ketidakmampuan dan kelalaian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam menanggulangi dan mencegah banjir dan telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materiil yang besar. Bahkan gugatan dari warga ini memiliki efek jera bagi pemangku kebijakan terkait, sekaligus . Memiliki dampak positif bagi semua pihak yaitu gugatan sebagai sarana edukasi dan penyampaian realita di lapangan. Dalam gugatan ini, warga yang kecewa bisa menilai Anies Baswedan, gubernur Jakarta yang tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai gubernur secara benar dan baik untuk melindungi warganya yang telah membayar pajak dan retribusi. Dalam catatan pengadilan, gugatan class action ke Gubernur DKI ini bukan yang pertama. Sejumlah warga dan lembaga pernah menggugat pemerintah terkait kelalaian dalam perlindungan lingkungan di berbagai daerah. Ini terjadi pada tahun 2007, dimana Pemprov DKI Jakarta pernah digugat oleh warganya terkait penanganan banjir. Warga yang tergabung dalam Jaringan Korban Banjir Jakarta melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Warga menilai gubernur DKI dan 5 walikota di DKI Jakarta telah lalai dalam tugasnya sebelum dan sesudah banjir. Karenanya mereka menuntut ganti rugi meteril dan imateril senilai Rp5,16 triliun. Namun, gugatannya ditolak pengadilan. Ketua Majelis Hakim Moefri menilai pemprov telah melaksanakan prosedur penanganan banjir dengan benar dan tidak ada hak warga yang dilanggar pemerintah. Nah, apakah kali ini Pengadilan juga akan menolak gugatan warga DKI atas Gubernur Anies Baswedan. Mari kita lihat proses persidangan nanti. Secara obyektif, gugatan class action warga DKI kali ini sebaiknya kita posisisikan sebagai proses pembelajaran yang berharga bagi semua pihak. Tanpa kecuali. sesama warga DKI termasuk Gubernur Anies Baswedan, kita harapkan jangan pernah melupakan sejarah bangsa kita yang berbhineka. Peristiwa banjir di Jakarta awal tahun 2020, sekaligus memperlihatkan bahwa tantangan terbesar bangsa ini ada didalam dirinya sendiri, baik dari segi ekonomi, politik, pertahanan-keamaman, sosial, lingkungan hidup, ideologi, maupun budaya. Warga kota DKI masih belum lupa awal keterpilihan Anies tahun 2017 yang menyertakan politik identitas, sehingga warga DKI Jakarta saat itu seperti terbelah menjadi warga pro Anies dan pro-Ahok. Gugatan class action ini dengan kacamata jernih adalah pelajaran berharga bagi semua pihak. Termasuk kalangan media. Para pekerja dan pemilik media, elektronik dan cetak, bisa menjadi salah satu pilar membangun bangsa, menjadi negarawan, tidak menjadi partisan, memihak Anies atau warga yang melakukan gugatanclass action. Dalam posisi seperti ini, media, termasuk pengelola dan awaknya harus menjadi pihak yang berdiri di tengah yaitu garda di depan. Media apa pun, cetak, TV, radio dan Online, bisa Menyampaikan informasi sidang gugatan yang berimbang, akurat dan jangan hanya atau demi untuk mengejar kecepatan, prinsip-prinsip jurnalistik dan apalagi bisnis media, prinsip keseimbangan (cover both side) diabaikan atau ditaruh di tong sampah!. Bila ini terjadi yang dirugikan adalah kalangan pembaca/penonton/pendengar terutama warga DKI Jakarta sendiri. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU