Generasi Muda & Radikalisme Tempat Ibadah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 14 Feb 2019 13:38 WIB

Generasi Muda & Radikalisme Tempat Ibadah

SURABAYAPAGI.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menegaskan bahwa generasi muda harus memahami soal radikalisme dan ekstremisme. Tujuannya agar bisa menangkis penanaman paham tersebut dari oknum pelaku terorisme. Kasubdit Kontra Propaganda Bidang Pencegahan Kolonel Sujatmiko mengungkapkan bahwa saat ini siapa pun bisa tercuci otaknya dengan radikalisme serta ekstremisme. Apabila terseret arus, maka bukan mustahil penganutnya bisa berujung pada aksi terorisme. Pihaknya menambahkan bahwa salah satu faktor yang membuat seseorang mudah terseret radikalisme adalah ketidaksukaan atau penolakan terhadap perbedaan. Tentu masyarakat mesti meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya penyebaran ujaran kebencian di rumah ibadah oleh kelompok tertentu. Ketua LD PBNU Maman Imanulhaq mengatakan, penting kiranya melibatkan anak muda dan masyarakat secara luas sehingga masjid tidak kosong. Masjid yang tidak ada pengelola biasanya mudah disusupi kelompok radikal. Lanjutnya, ia juga menambahkan bahwa perlu adanya perumusan kembali tema dalam khotbah agar berisi muatan agama yang menjadi semangat kebersamaan dalam keberagaman dan perdamaian. Tentu akan menjadi sebuah keprihatinan sendiri bagi negara yang menjunjung kebinekaan, di mana rumah ibadah yang semestinya sakral, justru digunakan untuk menyebarkan hate speech, kedengkian atau permusuhan. Jika hal ini benar terjadi, tentu ini menjadi early warning bagi kita untuk mengembalikan masjid kembali kepada fungsi utama, yaitu mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa, dan menjalin persatuan umat. Maman juga menilai, terkait keberadaan kelompok radikal dan intoleran, sebenarnya mayoritas umat Islam di Indonesia masih moderat dan toleran. Tapi kelemahannya umat Islam lebih memilih diam, sementara kelompok yang radikal dengan jumlah yang sedikit, bisa masuk secara masif dan militan. Alasan pertama seseorang menjadi radikal adalah untuk memenuhi kebutuhan personalnya. Hal ini menyangkut urusan ideologi maupun finansial. Kelompok radikal bisa menyebar dengan luas dengan janji-janji kebutuhan finansial yang tercukupi. Selain itu, seseorang bisa tertarik terhadap radikalisme karena adanya propaganda politik yang menarik. Kaum radikal menggunakan masjid, acara pengajian, sosial untuk menyemai kebencian itu. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kelompok moderat bangkit dan kembali ke masjid sebagai tempat untuk mencerdaskan, memberdayakan, dan menguatkan ukhuwah, baik itu islamiyah dan wathoniyah. Menurut Prof Masdar Hilmy, fenomena radikalisme agama ini diakui muncul dalam ayat-ayat di dalam kitab suci, yang diterapkan tanpa adanya pertimbangan relevansi konteks yang menyertainya. Akar munculnya radikalisme ternyata juga dipengaruhi pemahaman ilmu agama yang dangkal, terkait maksud diturunkannya agama yang sesungguhnya menarik orang pada kebaikan dan menghindarkan dari keburukan. Selain pengetahuan agama yang rendah, radikalisme juga dipengaruhi oleh wawasan yang kurang luas dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara, khusunya yang berkaitan dengan ideologi pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selain meningkatkan kewaspadaan akan potensi radikalisme di tempat ibadah, masyarakat pemeluk agama di Indonesia harus kembali pada ajaran agamanya masing-masing, yang mengajarkan kebaikan dan cinta kasih dalam hidup di dunia. Umat beragama harus mau belajar agama secara benar, dengan tuntunan pemuka agama atau ulama yang terpercaya keilmuannya. Karena orang yang betul-betul mendalami ilmunya dan cinta tanah air tidak akan membuat kerusakan di tanah air, dan tidak akan berbuat zalim kepada orang lain. Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) KH Ahmad Satori Ismail mengingatkan agar masyarakat tetap waspada akan adanya pemanfaatan sarana ibadah sebagai tempat penyebaran provokasi terhadap umat untuk saling membenci dan melakukan tindakan kekerasan terhadap yang berbeda keyakinan.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU