Gara-Gara Satpam, Kerusuhan di AS Menembus Australia sampai Palestina

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 01 Jun 2020 20:36 WIB

Gara-Gara Satpam, Kerusuhan di AS Menembus Australia sampai Palestina

i

Suasana kerusuhan di Amerika Serikat yang hingga kini belum mereda. Polisi di negeri Paman Sam itu tak ragu bertindak represif ketika menghalau para demonstran.

SURABAYAPAGI.COM, Washington - Kerusuhan di seantero Amerika Serikat merujuk pada kematian George Floyd, seorang security, yang diinjak lehernya oleh oknum polisi Derek Chauvin berbuntut semakin panjang. Kematian Floyd yang dinilai penuh dengan tindakan rasis berujung dengan aksi protes keras dari masyarakat luas.Kerusuhan tidak hanya makin merata di seantero Amerika, bahkan melebar ke Eropa.Ribuan orang berkumpul di pusat kota London dan kota-kota besar lainnya di dunia untuk menggelar aksi protes.

 Kerusuhan ini  bermula  seorang penjaga klab malam di wilayah Minneapolis, George Floyd (46), mengalami kekerasan dari pihak kepolisian setempat saat dibekuk. Floyd diduga mengedarkan uang palsu, namun saat dilakukan penangkapan, polisi mengklaim mendapat perlawanan. Karena dianggap melawan, petugas menginjak leher Floyd hingga ia kehilangan napas dan tewas. Kejadian tersebut direkam oleh warga dan menjadi viral di media sosial.

Baca Juga: Kantor DPD PSI Surabaya Didemo Ratusan Simpatisan

Kematian Floyd yang dinilai penuh dengan tindakan rasis berujung dengan aksi protes keras. Gelombang demonstrasi pun pecah, warga yang protes jurtsu dilawan dengan gas air mata oleh polisi dan menyebabkan kobaran api. Bahkan ada satu demonstran yang tewas tertembak karena diduga memanfaatkan kesempatan untuk menjarah di tengah kerusuhan, Kamis (28/5/2020)

Mengutip BBC, Jumat (29/5/2020), kasus rasisme di AS memang sudah tidak diherankan lagi. Bahkan, rasisme di negara sebesar AS masih menjadi momok utama. Seorang penulis, Barrett Holmes Pitner menjelaskan mengapa menurutnya rasisme Amerika itu unik. "Saya telah melakukan perjalanan yang adil ke seluruh dunia, tetapi status quo rasis Amerika tetap unik dan sangat menekan. Rasisme Amerika sepenuhnya berbasis corak dan monolitik. Kebangsaan seseorang tidak penting," ujar Pitner. 

Rasisme terhadap orang kulit hitam di Amerika sebagian besar tidak ada hubungannya dengan imigrasi atau kebangsaan.Tidak ada negara asal untuk Afrika-Amerika untuk terhubung dengan masalah ini. Sebaliknya itu pada dasarnya adalah status quo dari keterasingan domestik, dehumanisasi, kriminalisasi, dan teror. Rasisme di Eropa memang buruk, tetapi masih lebih ramah daripada Amerika.

Rasisme sistemik Amerika dimulai dengan perbudakan dan berbagai kode atau undang-undang negara bagian atau federal yang mengodifikasi praktik perbudakan chattel yang tidak manusiawi menjadi hukum. Amerika Selatan adalah "masyarakat budak", bukan hanya masyarakat dengan budak. Namun, setelah penghapusan perbudakan, hukum yang mirip dengan kode budak terus menindas orang kulit hitam.

Sikap rasialis di Amerika Serikat makin terasa di kalangan rakyat biasa sejak Trump berkuasa, di bawah Presiden Donald Trump, AS kembali memiliki jenis kekerasan yang sama dengan yang selalu terjadi sebelumnya, malahan sekarang pemerintah federal dianggap acuh tak acuh, dan yang terburuk adalah presiden yang rasis. Karena perubahan ini, lebih banyak orang kulit putih Amerika berani menggunakan kembali kode hitam.

Apalagi dengan kasus kematian warga kulit hitam George Floyd yang tewas di tangan polisi kulit putih di Minneapolis, Trump mengatakan kalau perusuh masih marak, tembak saja. Ini seakan menyulut bensin lagi, makin tersulut dan tak terkendali. Hari Minggu (31/05) unjuk rasa di Amerika Serikat terus berlanjut, mulai dari Boston sampai ke San Francisco, dengan adanya laporan penjarahan terhadap beberapa toko-toko di siang hari, termasuk di Philadelphia dan Santa Monica, Kalifornia.Di ibukota Washington DC, para pengunjuk rasa melakukan pembakaran di dekat Gedung Putih.

Menurut kantor berita Associated Press, sejauh ini sudah 4.100 orang ditahan dalam aksi selama beberapa hari terakhir.Kantor berita tersebut juga melaporkan Agen Rahasia telah mengamankan Presiden Trump ke bunker bawah tanah di Gedung Putih ketika terjadi unjuk rasa, hari Jumat kemarin.

Ribuan orang berkumpul di pusat kota London dan kota-kota besar lainnya di dunia untuk menggelar aksi protes atas kematian George Floyd, pria kulit hitam yang tewas di tangan polisi di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat. Minggu (31/5/2020) di London, para demonstran memegang spanduk bertuliskan "Justice for George Floyd" atau "I can't breathe," kata-kata yang diucapkan George Floyd (46) saat lehernya ditekan dengan lutut oleh polisi.

Baca Juga: Aktivis Praja Sumenep Demo Soroti Peredaran Minol

 

Manchester

Ratusan orang di Manchester, Inggris utara juga menggelar unjuk rasa untuk mendukung demonstrasi di kota-kota di seluruh Amerika.

Para pengunjuk rasa itu meneriakkan, "Kulit hitam penting."

Derek Chauvin (44), seorang polisi kulit putih, dipecat dari pekerjaannya dan didakwa pasal pembunuhan terhadap Floyd.

Baca Juga: APMP Jatim Gelar Aksi di Kantor KPU Bangkalan

Lebih banyak protes direncanakan digelar di London pusat akhir pekan depan, menurut postingan penyelenggara di media sosial.

Toronto, Kanada

Di Kanada pada hari Sabtu, ribuan orang membanjiri Toronto Christie Pitts Park untuk menunjukkan kemarahan mereka atas kematian George Floyd dan juga Regis Korchinski-Paquet (29). Regis Korchinski-Paquet adalah seorang wanita kulit hitam yang meninggal minggu lalu akibat jatuh dari balkon lantai 24 setelah polisi petugas dipanggil ke rumahnya. Polisi di Toronto sedang menyelidiki kasus itu. Keluarga mencurigai adanya keterlibatan polisi.

Yerusalem dan Tel Aviv

Demonstrasi juga terjadi di Yerusalem dan Tel Aviv pada hari Sabtu (30/5/2020). Di sana, ratusan warga Israel dan Palestina berbaris sebagai protes terhadap pembunuhan oleh polisi perbatasan Israel bernama Iyad Halak. Ia adalah seorang pria Palestina dengan autisme yang ditembak mati di Kota Tua Yerusalem. Media Israel melaporkan bahwa para demonstran memegang tanda yang bertuliskan, "Palestinian Lives Matter" dan "Justice for Iyad, Justice for George."

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU