Home / Pilpres 2019 : Meski Sidang Sengketa Pilpres 2019 Belum Diputus M

Game Over!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 22 Jun 2019 08:28 WIB

Game Over!

Jaka Sutrisna, Rangga Putra Tim Wartawan Surabaya Pagi Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk yang kelima kalinya. Namun, sejumlah pakar hukum tata negara menilai sidang PHPU sudah selesai. Pasalnya, tim kuasa hukum paslon 02 Prabowo-Sandi dinilai tidak mampu memberi bukti secara meyakinkan telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Hal itu diungkapkan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Mahfud MD, menyebut kesaksian tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang sengketa pemilihan presiden belum mampu membuktikan dalil-dalil gugatan. Mahfud menyebut persidangan tersebut secara substansi sudah selesai. "Menurut saya substansinya sudah selesai, sudah bisa diputus. Selesai!," ujar Mahfud, Mahfud yang juga menjabat sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mengatakan ketiga alat bukti, mulai dari kuantitatif, kualitatif, hingga digital forensik tidak terbukti sama sekali. "Nggak ada yang bisa dibuktikan sama sekali. Kan ada tiga hal. Satu soal kuantitatif, bahwa ada kesalahan dengan sengaja angka-angka itu, tapi tidak bisa dibuktikan sama sekali," katanya. Menurut Mahfud, jika ada kesalahan dalam hal kuantitatif, maka seharusnya bisa dibahas sejak awal. Yakni bisa melalui adu data dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tim hukum Joko Widodo-Maruf Amin. Selanjutnya, secara kualitatif, Mahfud juga menyebut tidak terbukti. "Yang kedua kualitatifnya juga sudah gugur semua, soal kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang dibicarakan selama empat kali persidangan ini juga sudah tidak ada," terang Mahfud. Ia lalu menyoroti kesaksian dari saksi Prabowo yang mengatakan ada 17,5 juta DPT siluman dengan KTP palsu atau KTP ganda. "Misalnya Agus Maksum, yang menyatakan menemukan 17,5 juta KTP palsu atau KTP ganda dan sebagainya, itu sudah terjawab," kata Mahfud. Tidak Terbukti Ada Kecurangan Pernyataan Mahfud MD pun dibenarkan oleh pakar hukum tata negara dari Surabaya. Pakar hukum tata negara Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Hananto Widodo mengungkapkan, dari lima kali sidang PHPU di MK, ke-15 saksi dan dua ahli yang diajukan kubu 02, masih belum mampu menunjukkan terjadinya kecurangan secara TSM. Oleh sebab itu, Hananto menyebut sidang PHPU di MK sudah selesai. "Game over!" sebut Hananto, "sudah selesai." Menurut Hananto, siapa yang mendalilkan ada kecurangan, maka dia harus membuktikan. Dari pengamatannya, setidaknya ada beberapa hal yang tidak mampu dibuktikan TSM oleh kubu 02. Pertama adalah, adanya 17,5 juta KTP palsu maupun KTP ganda. Menurut Hananto, saksi 02 tidak mampu menjelaskan dengan detail apa yang diperoleh dari 17,5 juta KTP palsu itu. "Selain itu, apakah bisa diketahui 17,5 juta itu memilih siapa? Bisa saja memilih Jokowi, bisa saja memilih Prabowo," ungkap Hananto. Yang kedua adalah soal Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Menurut Hananto, Situng tidak termasuk sistem rekapitulasi suara yang diakui. Rekapitulasi yang sah adalah rekapitulasi manual berjenjang mulai dari TPS, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi hingga pusat. "Situng ini diberlakukan sebagai bentuk transparansi KPU saja, bukan rekapitulasi yang sah," papar Hananto. Oleh sebab itu, sambung Hananto, kubu 02 mencoba untuk menguji status cawapres Maruf Amien yang tercatat masih sebagai Dewan Pengawas di dua bank syariah milik BUMN (BNI Syariah dan Mandiri Syariah). Sikap Majelis Hakim MK Walau begitu, analisis Hananto, MK nantinya bisa memutuskan untuk memerintahkan Maruf Amin mundur dari dewan pengawas kedua bank syariah BUMN tersebut. "Mestinya ini ranahnya PTUN atau Bawaslu," tutur Hananto, "Tapi saya memprediksi MK tidak akan mendiskualifikasi tapi bakal memutus memerintahkan Maruf Amin untuk mundur dari dewan pengawas kedua bank BUMN itu." Yang menarik, lanjut Hananto, adalah pernyataan saksi ahli dari TKN (Jokowi) Prof Edward Omar Sharif Hiariej. Pernyataan tersebut adalah kecurangan TSM tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus menjadi satu kesatuan. Menurut Hananto, mengutip Prof Edi, terstruktur sendiri adalah ada yang memerintah, sistematis adalah terencana dan masif adalah dampak dari sistematis itu. "Jadi kalau ada sekelompok kepala daerah yang mendeklarasikan diri mendukung paslon tertentu, itu tidak bisa disebut TSM, karena walau direncanakan, tapi tidak ada perintah khusus dan dampaknya tidak luas," jelas Hananto. "Jadi, ya game over!" TSM dari Hukum Pidana Saksi ahli Joko Widodo-Maruf Amin, Edward Omar Sharif Hiraiej, mengaku sempat dihubungi lewat telepon oleh mantan Ketua MK Mahfud MD. Edward berujar Mahfud bertanya soal pemaparan yang akan ia berikan sebagai saksi Jokowi-Maruf dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di MK. "Saya kira perlu saya ceritakan di Mahkamah Konstitusi yang mulia ini. Ketika mantan Ketua MK Prof Mahfud MD semalam tahu saya akan bicara sebagai ahli, beliau tanya, Apa yang akan Mas terangkan?" kata Edward pada sidang di Gedung MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Edward berkata pada Mahfud bahwa ia akan menerangkan soal TSM dari sudut pandang hukum pidana. Pria yang pernah bersaksi di sidang penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok itu menyebut Mahfud memberikan dukungan moral. Sebab ia punya pandangan yang sama dengan Edward. "Oh cocok, ketika saya Ketua MK, saat menangani kecurangan TSM di pilkada, saya sering mengadopsi hukum pidana. Beliau anggap saya punya kapasitas," ucap Edward menirukan omongan Mahfud. Dalam kesempatan itu, Edward menjelaskan terkait kecurangan TSM yang diatur UU Pemilu. Ia berkata kecurangan TSM merupakan satu kesatuan. Sederhananya, ia menyebut harus terjadi kecurangan yang terstruktur dan sistematis di lebih dari setengah jumlah TPS yang ada. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU