G20 Dorong Gencatan Senjata Perang Dagang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 15 Apr 2019 11:04 WIB

G20 Dorong Gencatan Senjata Perang Dagang

SURABAYAPAGI.com - Risiko pertumbuhan ekonomi global yang melambat lebih dari yang diharapkan membuat sejumlah pejabat keuangan menyerukan berakhirnya sengketa dagang dan memilih kerja sama multilateral. Pembuat kebijakan dari G20 mengkhawatirkan pelemahan ekonomi yang terlihat jelas saat ini. Terutama, jika ketegangan perdagangan meningkat, seperti yang terjadi antara AS dan China. Menteri Keuangan (Menkeu) Jepang Taro Aso menuturkan peningkatan risiko dalam ekonomi global masih tetap condong ke penurunan pertumbuhan ekonomi. "Kami menyadari adanya risiko pertumbuhan ekonomi jika perlambatan di ekonomi utama menyebar, mengingat tingginya ketidakjelasan di seluruh dunia," paparnya. Pernyataan Aso tersebut selaras dengan para pejabat lain yang berkumpul di Washington, AS untuk pertemuan musim semi Bank Dunia dan IMF. Banyak pejabat yang juga khawatir bahwa luka akibat sengketa dagang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi. Gubernur Bank of Japan (BoJ) Haruhiko Kuroda menekankan perlunya negara-negara untuk mengambil langkah mendorong ekonomi global yang lebih dinamis. "Ada pemahaman bersama di antara anggota G20 bahwa setiap negara perlu mengambil tindakan kebijakan yang tepat waktu," ujarnya. Sebagai negara ketua proses G20 tahun ini, Jepang ingin memperdalam pembicaraan tentang ketidakseimbangan global, sebuah upaya untuk mengalihkan perhatian AS dari ketidakseimbangan perdagangan bilateral dan mencegah tekanan AS untuk merundingkan kesepakatan perdagangan dua arah. Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz mengatakan tatanan multilateralisme berbasis aturan semakin terancam dan para pemimpin harus menjunjung tinggi kerja sama internasional. Dia meminta AS untuk mengatasi perbedaan perdagangan dengan Eropa. Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengancam akan mengenakan tarif produk-produk Uni Eropa (UE) senilai US$11 miliar, termasuk pesawat komersial. Kekhawatiran Scholz dapat dimengerti mengingat perlambatan ekonomi global saat ini paling terlihat di Eropa, di mana prospek pertumbuhan telah semakin dikaburkan oleh ketidakpastian atas kepergian Inggris dari UE. Model internal bank sentral Eropa menunjukkan pertumbuhan zona euro hanya di atas 0,2% dalam 3 bulan pertama tahun ini, dan bahkan bisa lebih lemah pada kuartal kedua 2019.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU