Fuad, Anak Risma, Belum Aman

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 12 Jul 2019 22:48 WIB

Fuad, Anak Risma, Belum Aman

Budi Mulyono-Hendarwanto, Tim Wartawan Surabaya Pagi Sudah delapan bulan kasus amblesnya Jalan raya Gubeng, Surabaya, yang terjadi 18 Desember 2018 silam disidik Polda Jatim. Namun anak buah Kapolda Irjen Pol Luki Hermawan belum menyelesaikan berkas perkara ini menjadi P-21 (sempurna). Justru berkasnya bolak-balik dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Jatim, untuk diperbaiki (P-19). Ini yang kemudian menjadi tanda tanya. Khususnya terkait peran Fuad Bernardi, putra sulung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dalam kasus ini. Ia baru diperiksa sekali pada 26 Maret 2019. Saat berkas displit, sesuai permintaan Jaksa, Fuad belum terlihat diperiksa lagi oleh penyidik Polda Jatim. Kelanjutkan penyidikan kasus amblesnya jalan Gubeng ini pun jadi pembahasan di Kejati Jatim. Keputusan kasus ini dihentikan atau dipertajam keterlibatan peran pihak lain untuk bisa dijadikan tersangka, bakal ditentukan pekan depan. Ini berarti masih ada potensi pemeriksaan lanjutan, termasuk terhadap Fuad Bernadi yang disebut-sebut menjadi konsultan proyek RS Siloam, rumah sakit milik Lippo Group. Apalagi, di awal kasus ini mencuat Kapolda Jatim sempat menyebut inisial F sebagai calon tersangka. Terkait peliknya kasus ini, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Asep Maryono mengatakan pekan depan pihaknya bakal melakukan ekspos terhadap perkembangan kelengkapan berkas kasus ini. Untuk membuat kontruksi dakwaan, dibutuhkan bahan yang lengkap. Namun, alur perintah atas proyek ini sudah nampak. Yang pasti apakah (penyidikan, red) di-SP3 (dihentikan, red) atau di-P21 saya bakal umumkan pekan depan, ujar Asep dikonfirmasi Surabaya Pagi, Jumat (12/7/2019). Rumitnya kasus ini, tampak dari lamanya penyidikan yang dilakukan Polda Jatim. Terhitung 6 bulan sejak diumumkan penetapan tersangka pada Januari 2019 lalu, penyidikan kasus ini belum juga dinyatakan sempurna (p-21) oleh jaksa peneliti Kejati Jatim. Bahkan, berkas perkara atas nama enam tersangka tersebut, belakangan diketahui bolak-balik dari penyidik ke jaksa peneliti. Senada dengan Asep, Kepala Seksi Peneranga Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim Richard Marpaung sempat mengatakan sejauh ini petunjuk jaksa yang belum dipenuhi penyidik yaitu tanggung jawab terkait tupoksi dari tersangka. "Dalam proyek itu kan ada namanya pemberi proyek, penerima dan pelaksana proyek. Dan ini perlu dijabarkan dan tanggung jawabnya apa sebenarnya. Lalu dihubungkan dengan kejadian itu apa kesalahannya," imbuhnya. Saat ditanya kendala apa yang tengah dihadapi penyidik untuk bisa melengkapi berkas perkara kasus ini, Richard mengatakan pihaknya saat ini tengah memberikan petunjuk kepada penyidik agar lebih mendalami adanya niat jahat pelaku (mens rea) dalam unsur pidana kasus ini. Ia juga menambahkan, tidak ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bagi tersangka baru dalam kasus ini yang pihaknya terima. Belum..belum ada SPDP masuk lagi, singkatnya. Artinya, proses penyidikan kasus ini belum menemukan keterlibatan pihak lain untuk bertanggung jawab atas amblesnya jalan Gubeng. Dan proses penyidikan masih berkutat pada enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya. Berkas Diterima Polda Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera membenarkan bila pihaknya menerima berkas tersebut. Untuk diketahui, penyidik telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Keenam tersangka itu antara lain RH selaku Projek Manager PT Saputra Karya; AP selaku Site Manager dari PT NKE; BS selaku Dirut PT NKE; RW selaku Manager PT NKE; LAH selaku Engenering SPV PT Saputra Karya dan AK yang merupakan Side Manager PT Saputra Karya. Dalam berkas perkara tersebut pasal yang disangkakan berbeda-beda (berkas disiplit). Dalam berkas pertama, penyidik menetapkan tiga tersangka dengan Pasal 192 ke-2 KUHP atau Pasal 63 ayat (1) UU NO 38 Tahun 2004 tentang jalan. Sedangkan dalam berkas yang kedua ada Pasal tambahan seperti Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta. Sebelumnya, ke-6 tersangka dikenakan Pasal 192 ayat 2 KUHP dan Pasal 63 ayat 1 Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Mereka dianggap lalai saat pengerjaan proyek basement RS Siloam sehingga menyebabkan jalan ambles dan mengganggu lalu lintas. Polemik Anak Pejabat Sempat juga nama Fuad Benardi, putra walikota Surabaya Tri Rismaharini muncul dalam proses penyidikan kasus ini. Bahkan Fuad sempat diperiksa oleh penyidik Polda Jatim. Namun hingga sekarang, statusnya masih sebagai saksi. Sebelumnya, Fuad mengaku tidak tahu menahu terkait proses perizinan proyek. Bahkan dengan dirinya juga membantah terlibat dalam proyek rumah sakit swasta tersebut. Tidak tidak tahu apa-apa masalah itu (perizinan proyek), kata alumnus ITS ini. Saat ditanya, apa Fuad juga menjadi pihak yang menjadi perencanaan (pihak perencana) proyek basement, Fuad justru menanyakan kembali, apa itu perencanaan. "Ndak ada, perencanaan itu apa ya?," tanyanya. Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji sempat menuding adanya dugaan keterlibatan anak pejabat Pemkot Surabaya, bahkan tudingan itu secara tersirat ditujukan kepada anak Wali Kota Risma. Armuji menduga ada indikasi permainan izin proyek pembangunan perluasan basement RS Siloam di Jl Raya Gubeng. Dalam hal ini Armuji tidak menuduh, tetapi indikasi tersebut sudah bukan menjadi rahasia publik lagi di lingkungan Pemkot. Yang jelas ini ada permainan izin yang diindikasikan, dilakukan oleh anak seorang pejabat, kata Armuji, kepada Surabaya Pagi, 19 Desember 2018 silam. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU