Etnis Tionghoa Miliki Jiwa Dagang Tinggi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 22 Nov 2019 00:04 WIB

Etnis Tionghoa Miliki Jiwa Dagang Tinggi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sebagai salah satu keturunan Tionghoa, Ilia Sanly yang lahir di Surabaya pada 1989 ini memiliki hobby makan dan sejak dulu berkeinginan menjadi pengusaha. Meski ia kini bekerja sebagai Media Coordinator di PT. Siantar Top Tbk. Sanly memiliki jiwa dagang sejak dulu saat masih sekolah, dan kini ia memiliki usaha bersama suami dan rekannya. "Beberapa kali saya membuat usaha, berbisnis bersama rekan saya. Sekarangpun ada, buka resto tapi tidak ikut mengelolanya. Jadi modalnya patungan berempat, pada awalnya saya ikut mengelola usaha tersebut karena waktu itu saya yang mencetuskan ide. Tapi sekarang tidak lagi, karena sibuk kerja juga. Jadi hanya bagi omset saja," ungkapnya. Ia mengaku memang suka berdagang, "mungkin karena saya keturunan chinese kali ya," katanya. Tidak hanya saat ini, sebelum-sebelumnya juga berbisnis. Namun karakter Sanly ini lebih suka menjadi pencetus ide dan pelopor. Selanjutnya ia teruskan ke yang lainnya, baik itu patner atau karyawan. Orang Chinese memang jiwa dagangnya tinggi dibandingkan orang Indonesia. Misalnya saja hari buka, dia mengaku selalu membaca peluang. Bisa-bisa dalam seminggu tidak ada libur karena ramai pembeli, dibandingkan orang Indonesia jika berdagang dalam seminggu pasti libur sehari. "Dari sini kita lihat, kita orangnya ambisius ya gak pernah puas. Tapi saya seneng sama orang Indonesia, mereka itu legowo, jika merasa cukup ya sudah gak perlu maksain," kata perempuan yang memiliki 1 orang anak. Sementara untuk menunjang hobinya yang gemar makan, kadangkala dirinya bingung ketika ditengah masyarakat pribumi yang berbeda agama ketika ingin menikmati babi. "Saya bingung kalau mau makan menu babi tidak ada temannya. Tetapi lama-lama nemu juga teman yg bisa diajak makan babi. Jadi kalau menurut saya, berteman tidak boleh pandang suku ataupun ras dan agama tapi memilih yang cocok," terangnya. Kalau sama agama ataupun suku jika tidak cocok sama saja. Meski beda ras ketika cocok itulah yang dibutuhkan. Ditanya terkait keinginan untuk membuat komunitas Tioghoa, ia mengaku tidak ada keinginan karena baginya semua sama. "Mending bikin komunitas pengusaha, dari pada komunitas Tionghoa. Maksud saya, tidak perlu lah kita umumin hai ayo yang Chinese kita berkumpul. Tidak seperti itulah," celotehnya Ia bercerita ketika kakek dan neneknya datang ke Indonesia masih ber KTP WNA. Sanly pun waktu itu juga aktenya tidak ada nama ayah kandungnya karena ayahnya ber KTP WNA akhirnya sekarang semua ber-KTP WNI. "Dan akte saya sudah lengkap. Kalau cerita pastinya tidak tahu dan prosesnya seperti apa, tapi yang saya tau memang dulu kakek sama nenek saya," ungkap dia. indra

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU