Ekses Partai Dinasti, SBY Digoyang, Megawati Disoroti

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 17 Jun 2019 09:03 WIB

Ekses Partai Dinasti, SBY Digoyang, Megawati Disoroti

Rangga Putra, Hermi, Miftahul Ilmi Tim Wartawan Surabaya Pagi Pasca Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat (PD) terus menjadi pembicaraan. Jika sebelumnya Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dikait-kaitkan untuk dipasangkan di Pilpres 2024. Kini sinyal dua parpol ini tengah menyiapkan regenarasi kepemimpinan. Bahkan, PDIP mempercepat Kongres ke-V yang seharusnya digelar 2020 menjadi Agutus 2019 mendatang. Sementara Partai Demokrat digoyang isu Kongres Luar Biasa (KLB), menyusul menurunnya perolehan suara partai ini pada Pileg lalu. Namun posisi Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Ketum Partai Demokrat dinilai masih kuat. Sulit tergantikan. ------------- Demikian diungkapkan pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Hari Fitrianto dan Sukowidodo, Direktur Parlemen Watch Jatim Umar Solahudin, serta pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, yang ditanya Surabaya Pagi mengenai Partai Demokrat yang terus menurus gaduh dan rencana Kongres PDIP yang dipercepat, Minggu (16/6/2019). Dosen Fisip Unair Hari Fitrianto melihat PDIP dan Demokrat sedang bergerak cepat untuk persiapan menyambut Pemilu 2024. Salah satunya dengan memantapkan posisi ketua umum. Saya kira mereka telah menangkap bahwa mereka harus melakukan akselerasi penguatan kelembagaan partai untuk menyambut Pilpres maupun Pileg 2024. Karena 2024 tidak ada incumbent (petahana), kata Hari kepada Surabaya Pagi, semalam (16/6). Banyak yang meramalkan Kyai Maruf itu berat jika maju capres. Atau Maruf Amin memang selama ini mewakafkan diri untuk menjadi Cawapres. Jika itu terjadi, maka posisi Capres dan Cawapres di 2024 tidak ada status quo, imbuhnya. Hari melanjutkan, PDIP selama ini tidak bisa terlepas dari personifikasi Megawati Soekarnoputri. Sama halnya dengan Demokrat yang kental dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun Megawati dan SBY perlu memikirkan regenerasi untuk kepentingan kepemimpinan nasional. Calon yang kuat untuk jadi Ketua Umum ya Megawati. Karena sosok Megawati begitu kuat di PDIP. Namun kalau berpikir kaderisasi kepemimpinan nasional, maka saya kira sudah waktunya Megawati memberikan estafet kepemimpinan pada kader muda, ujarnya. Menurut Hari, yang berpeluang untuk menggantikan Megawati adalah dua anaknya, yakni Prananda Prabowo atau Puan Maharani. Meskipun Puan dianggap kurang memuaskan sebagai Menko. Sedangkan Prananda belum teruji secara politik. Menko memang kewenangannya terbatas. Hanya sisi koordinasi. Sehingga prestasi kementerian tidak mampu diklaim atau dikapitalisasi. Sedangkan Prananda secara politik belum teruji di institusi luar PDIP, tuturnya. Sementara untuk Partai Demokrat, ada sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dianggap bisa menggantikan SBY. Kalau di Demokrat belum banyak terlihat kader mudanya, kecuali AHY, ujar Hari. Partai Dinasti Suko Widodo, pengamat politik Unair lainnya Widodo menilai gaduh yang terjadi di internal Partai Demokrat merupakan risiko partai dinasti. Menurut Suko, apa yang disuarakan Max Sopacua dan kawan-kawan yang tergabung dalam Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD) sebagai representasi bentuk keresahan sebagian kader selama ini. Pasalnya, sambung Suko, keputusan organisasi sering diintervensi dengan kepentingan dinasti. "Tapi ya itulah jika parpol atas dasar dinasti. Akhirnya lebih mengedepankan kepentingan yang bersandar warga keluarga daripada warga organisasi," cetus Suko kepada Surabaya Pagi, Minggu (16/6) kemarin. Senada dengan Suko Widodo, pengamat politik Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Umar Solahudin menyebut gaduh di tubuh Partai Demokrat sejatinya merupakan suara-suara kekecewaan sebagian kader. Oleh sebab itu, mereka menyuarakan adanya KLB supaya terjadi penyegaran di tubuh partai berlambang mercy itu. Oleh sebab itu, sambung Umar, petinggi partai mesti memperhatikan suara-suara yang meminta KLB tersebut. Walaupun sebagian besar DPC/DPD menolak digelar KLB, para petinggi partai mesti memahami hal ini sebagai peringatan. Penerus Megawati Mengenai PDIP yang bakal mempercepat kongres, Suko Widodo menilai kongres tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil Pemilu 2019. Untuk mengantisipasi potensi perubahan arah angin politik yang terjadi, PDI Perjuangan mempercepat kongres. Selain itu, menurut Suko, kongres kemungkinan besar juga bakal membahas persiapan Pemilu 2024. Disinggung soal agenda pergantian ketum, Suko menilai kalau memang benar terjadi agenda tersebut, maka penggantinya tidak akan jauh dari keluarga Soekarno (Trah Soekarno). "Kemungkinan tak lepas dari keluarga Soekarno, yakni Puan Maharani," jelas Suko. Terkait soal yang sama, Umar Solahudin justru melihat percepatan kongres PDI Perjuangan ini hanya sebatas konsolidasi internal menyambut pemerintahan baru. Selain itu, dalam kongres kemungkinan besar bakal membahas koalisi dan bagi-bagi jatah kekuasaan dalam kabinet. "Saya tidak melihat ada upaya untuk mengganti ketum. Megawati adalah pemersatu di tubuh PDI Perjuangan," papar Umar. Pengaruh SBY Wacana KLB Partai Demokrat yang diusulkan Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD), dinilai tidak cukup menarik untuk dilakukan. "Kalau saya lihat argumen-argumen ini gak cukup kuat untuk menarik warga demokrat melakukan adanya KLB," ungkap Pengamat Politik Ray Rangkuti, Minggu (16/6). Hal itu disebutnya lantaran, GMPPD dianggap kurang melihat situasi dan kondisi. Dimana saat Demokrat saat ini masih berduka atas meninggalnya Ani Yudhoyono, termasuk pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua umum. "Momentumnya kurang dapet, orang masih berduka, kedua pengaruh SBY masih cukup kuat, ya dengan kondisi itu tiba-tiba Anda (GMPPD) minta KLB, buktinya pendukung-pendukung SBY ya gak mau, itu maksud saya, jadi masalahnya bukan soal dasar kuat argumen atau tidak, apakah ini mendapat respon dari warga Demokrat, dugaan saya tidak, karena itu tadi, mereka terlalu cepat melakukannya, momennya kurang pas," tegasnya. "Harus pelan-pelan, caranya mereka minta duduk, ada rapat pimpinan, untuk memutuskan apakah Demokrat keluar dari koalisi Prabowo atau tidak, kira-kira begitu, nah mereka aja melakukan permintaan itu langsung KLB gitu," tandasnya. Kisruh Demokrat Berlanjut Sebelumnya GMPPD yang tergabung dalam kader senior Partai Demokrat merilis dan menyerukan perbaikan internal menyusul hasil Pemilu serentak 2019, dengan menyelenggarakan merencanakan KLB Demokrat yang akan diselenggarakan paling lambat pada 9 September, dan juga meminta agar Demokrat konsisten dengan mendukung Prabowo-Sandiaga di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun usulan tersebut ditolak sejumlah DPD Partai Demokrat. Kisruh di tubuh Demokrat pub terus berlajut. Ketua DPP PD Subur Sembiring menyebut penunjukan Sekjen PD Hinca Pandjaitan sebagai pelaksana tugas harian menyalahi Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD/ART) partai. Menurut Subur, amanat yang diberikan SBY semestinya diturunkan ke Waketum PD. "Yang perlu saya sampaikan kepada seluruh kader PD, secara konstitusional partai, jika seorang ketum berhalangan, seharusnya memberikan mandat kepada salah satu Waketum DPP PD. Ketika mandat diberikan kepada seorang sekjen, maka sesungguhnya hal ini telah menyimpang dari konstitusional partai," kata Subur, Minggu (16/6) kemarin. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU