Eks Sekretaris MA, Tersangka Suap Rp 46 M

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 17 Des 2019 05:38 WIB

Eks Sekretaris MA, Tersangka Suap Rp 46 M

Erick Kresnadi, Wartawan Surabaya Pagi SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -Kabar mengejutkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelang pergantian pimpinan/komisioner. Tak dinyana, KPK menetapkan Sekertatis Mahkamah Agung (MA) 2011-2016, Nurhadi, sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada 2011-2016. Total uang yang diduga diterima Nurhadi sekitar Rp 46 miliar. Penetapan tersangka Nurhadi merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta, Doddy Aryanto Supeno. Selain Nurhadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, bedasarkan fakta penyidikan dan persidangan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup kuat dalam perkara 2015-2016. "KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagaitersangka," ujar Saut dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019). Dugaan peneriman hadiah terjadi pada 2011 saat PT MIT menggugat PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Dalam kasus tersebut Nurhadi selaku Sekertaris MA diduga menerima suap dan gratifikasi berupa uang dan cek. "Secara keseluruhan diduga NHD (Nurhadi) melalui RHE (Resky Herbiyono) telah menerima janji dalam bentuk sembilan lembar cek dari PT MTI serta suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar," papar Saut. Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dan penerimaan gratifikasi dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan Hiendra, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Cekal ke LN KPK juga sudah mengirimkan surat permintaan cegah terhadap Nurhadi untuk bepergian ke luar negeri, karena ditetapkan sebagai tersangka. "Dalam proses penyidikan tersebut tim KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri pada pihak Imigrasi, yaitu terhadap 3 orang tersangka NHD selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 12 Desember 2019," papar Saut Situmorang. Dalam proses penyidikan, KPK sudah menggeledah rumah tersangka Hiendra di Jakarta dan menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik terkait dengan perkara. "KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 orang saksi dari unsur direktur utama beberapa perusahaan swasta, PNS, dan pegawai bank," terang Saut. Saut mengatakan, KPK sangat berharap bahwa perkara tersebut dapat menjadi pembelajaran agar tidak ada lagi praktek mafia hukum ke depan, yaitu oknum-oknum yang diduga memperjual belikan kewenangan, pengaruh dan kekuasaan untuk keuntungan sendiri. "KPK sangat miris ketika harus menangani korupsi yang melibatkan pejabat dari institusi penegak hukum, terutama di institusi peradilan, khususnya Mahkamah Agung. KPK sangat berharap Mahkamah Agung benar-benar dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk mencari keadilan, sehingga diharapkan para penegak hukum dan pejabat lain yang ada di jajaran peradilan memahami hal tersebut sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara bersih tanpa korupsi," tegas Saut. Menurut Saut, KPK bersama Mahkamah Agung telah duduk bersama untuk berupaya melakukan pencegahan korupsi yang lebih serius agar kepercayaan publik pada lembaga peradilan dapat dipulihkan dan tidak ada lagi praktik jual beli perkara. Perkara Lain Nurhadi Sebelumnya, Nurhadi juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK yaitu penerimaan suap sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL). Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, memang terdapat sejumlah irisan dua perkara tersebut. "Memang ada beberapa saksi kunci untuk kasus yang lain yang ada irisannya dengan kasus ini tapi belum kami dapat. Sampai hari ini masih dicari. Seperti yang disampaikan Pak Saut kasus yang spesifik dan dipelajari secara seksama kami cukup yakin bukti yang didapatkan sudah jauh mencukupi untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Laode.n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU