Eks Relawan Prabowo, Tersangka

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 29 Agu 2019 03:28 WIB

Eks Relawan Prabowo, Tersangka

Kasus Dugaan Rasisme di Asrama Papua Jl Kalasan Surabaya Hendarwanto-Jaka Sutrisna, Tim Wartawan Surabaya Pagi **foto** Kasus ujaran bermuatan rasis di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Jl Kalasan Surabaya, yang diduga menjadi pemicu kerusahan massal di Papua dan Papua Barat, mulai menemui titik terang. Polisi akhirnya menetapkan Tri Susanti alias Mak Susi sebagai tersangka kasus ujaran bermuatan SARA dan penghasutan. Wanita ini diketahui koordinator lapangan (korlap) yang menggeruduk asrama mahasiswa Papua pada 16 Agustus 2019. Sebelumnya, Mak Susi telah diperiksa 11 jam di Mapolda Jatim, Selasa ((27/8/2019). "Dilaporkan bahwa telah ditetapkan satu tersangka berinisial TS (Tri Susanti). Dia adalah Wakil Ketua Ormas FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI-POLRI)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, Rabu (28/8/2019). Namun belakangan diketahui FKPPI telah mencopot keanggotaan Tri Susanti. Selain dikenal sebagai aktivis, wanita yang akrab disapa Mak Susi ini juga diketahui mantan calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Kota Surabaya dari Partai Gerindra pada Pemilu 2019 lalu. Namun gagal lolos. Ia juga diketahui sebagai relawan Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019. Bahkan ia didapuk menjadi saksi Badan Pemenangan Pemilu (BPP) Prabowo-Sandi dalam sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Brigjen Dedi mengungkapkan polisi memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status Tri Susanti. Di antaranya keterangan dari 16 saksi dan 7 ahli. "Berdasarkan hasil gelar perkara ditetapkan dia sebagai tersangka," terang dia. Dalam kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa konten video yang berisi pernyatan Tri Susanti. Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera juga membenarkan adanya tersangka kasus dugaan rasisme di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya. Namun pihaknya belum melakukan penahanan. "Penetapan penahanan nanti akan dirumuskan. Sekarang kan baru kita tetapkan sebagai tersangka," ujar Barung. Dalam kasus ini, Tri Susanti dijerat Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras, dan Etnis dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan atau ayat 2 dan atau Pasal 15 tentang UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sempat Minta Maaf Sebelumnya, Mak Susi telah dipanggil Polda Jawa Timur bersama perwakilan ormas lainnya. Ia pun telah meminta maaf terkait adanya salah satu oknum yang meneriakkan kalimat rasis terhadap warga asal Papua di Surabaya. "Kami atas nama masyarakat Surabaya dan dari rekan-rekan ormas menyampaikan permohonan maaf apabila ada masyarakat atau pihak lain yang sempat meneriakkan itu," ujar Susi kala itu. Susi mengaku mendatangi AMP untuk membela Merah Putih yang isunya dirusak dan dibuang ke selokan, persis di depan AMP. "Kami hanya ingin menegakkan bendera merah putih di sebuah asrama yang selama ini mereka menolak untuk memasang. Jadi ini bukan agenda yang pertama kali," tandas Susi. Dalam aksi itu, Mak Susi disebut bertindak tanpa melalui garis komando organisasi Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI-Polri (FKPPI). Karena itulah, ia dicopot dari keanggotaan FKPPI. "Dalam aksi itu dia mengusung nama organisasi FKPPI. Ini sudah keterlaluan, terlebih tindakannya berpotensi memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucap Ketua Pengurus Daerah XII FKPPI Jawa Timur, Gatot Sudjito (22/8/2019). Hal ini membuat FKPPI mencopot keanggotaan Tri Susanti. Ini membuat Tri Susanti harus meninggalkan jabatannya di FKKPI Surabaya. "Karena keanggotaannya kami copot, otomatis jabatan Tri Susanti sebagai Wakil Ketua Pengurus Cabang 1330 FKPPI Surabaya juga harus ditinggalkan," tutur dia. Pemeriksaan Lanjutan Meski telah ada satu tersangka, Polda Jatim masih mendalami kasus ujaran rasis kepada mahasiswa Papua di Asrama Jl. Kalasan. Rencananya Kamis (29/8/2019) hari ini akan ada lima saksi lagi yang periksa. "Untuk detailnya coba nanti tanya Ditreskrimsus ya, besok Kamis ada 5 orang yang akan diperiksa," kata Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan di Mapolda Jatim, Rabu (28/8/2019). Menurut Luki, sebelumnya penyidik Ditreskrimsus sudah memeriksa 16 saksi. Luki meminta masyarakat untuk bersabar karena pihaknya masih melengkapi bukti-bukti. "Kemarin Sabtu sudah memeriksa 9 orang, Senin 7 orang, besok Kamis (hari ini, red) 5 orang. Kami masih melengkapi bukti-bukti untuk menentukan tersangka," lanjutnya. Dalam kasus ini, kata Luki, memang ada orang yang berpotensi menjadi tersangka. Namun pihaknya masih membutuhkan beberapa bukti tambahan. "Karena ada potensi untuk menjadi tersangka. Maka harus ada bukti-bukti yang harus kita penuhi dulu," katanya. (bid/ipg) UU Diskriminasi Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan, pelaku yang diduga melakukan tindakan rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya semestinya bisa dijerat dengan pasal pidana diskriminasi ras dan etnis. Dirinya mengingatkan keberadaan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Tahun 2008 yang masih berlaku hingga saat ini. Syamsuddin menuturkan, konstitusi sudah menjamin hak yang setara kepada semua WNI meski berbeda asal daerahnya. "Kemudian, sejak 2008 kita semua sudah memiliki UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pada pasal 16 UU tersebut disampaikan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan rasa benci berdasarkan diskriminasi ras dan etnis terancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda Rp 500 juta," ujar Syamsuddin saat memberikan paparan dalam rilis survei Evaluasi Pemilu Serentak 2019 oleh LIPI, Rabu (28/8) kemarin. Kemudian, dia mengaitkan aturan ini dengan kondisi yang dialami mahasiwa Papua di Surabaya dan Malang baru-baru ini. "Kalau kita kaitkan dengan kejadian di Surabaya dan Malang, maka pelakunya (tindakan ujaran rasial) bisa ditangkap dan dipidana," tegas dia. Sebab, dalam pasal 16 itu telah jelas disebutkan pasal ancaman pidana bagi pelaku diskriminasi ras dan etnis tersebut. Hanya saja, kata Syamsudin, aturan ini tidak banyak disosialisasikan. "Padahal aturan ini sangat penting dan kita sudah punya regulasi soal diskriminasi ras dan etnis, " tegasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU