Disuntik Vaksin Pfizer, 29 Warga Norwegia Meninggal

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Jan 2021 21:12 WIB

Disuntik Vaksin Pfizer, 29 Warga Norwegia Meninggal

i

Vaksin Covid-19 Pfizer yang diduga membunuh 29 lansia dari Norwegia.

 

Kematian juga Terjadi di AS, Prancis, Swiss, Portugal dan Israel

Baca Juga: Tentara Bayaran WNI di Ukraina, Bisa Propaganda Rusia

 

SURABAYAPAGI.COM, Oslo - Norwegia menyatakan keprihatinan tentang keamanan vaksin Pfizer-BioNTech atas dampak yang terjadi pada lansia usai disuntik. Jumlah kematian akibat vaksin ini total  29  orang, di mana seluruhnya adalah lansia.

Enam jiwa terbaru (sebelumnya yang dinyatakan meninggal 23 orang) menambah total jumlah kematian yang terjadi di antara lansia usia 75 hingga 80 tahun. Meskipun tidak jelas kapan tepatnya kematian terjadi, Norwegia telah memberikan setidaknya satu dosis kepada sekitar 42 ribu orang dan fokus pada mereka yang dianggap paling berisiko jika tertular virus, termasuk orang lanjut usia

“Vaksin yang diproduksi oleh Pfizer dan BioNTech SE adalah satu-satunya yang tersedia di Norwegia, dan semua kematian terkait dengan vaksin ini,” kata Badan Obat Norwegia dalam tanggapan tertulis kepada Bloomberg, Sabtu (16/1/2021).

“Ada 13 kematian yang telah dinilai, dan kami mengetahui 16 kematian lainnya yang saat ini sedang dinilai,” kata badan tersebut seperti dilansir dari Live Mint, Minggu (17/1/2021).

Semua kematian yang dilaporkan terkait dengan orang tua dengan kelainan dasar yang serius. Kebanyakan lansia telah mengalami efek samping dari vaksin.

“Misalnya seperti mual dan muntah, demam, reaksi lokal di tempat suntikan, dan memburuknya kondisi yang mendasarinya,” jelas badan tersebut. Laporan resmi tentang reaksi alergi jarang terjadi karena pemerintah terburu-buru meluncurkan vaksin untuk mencoba menahan pandemi global.

Asal tahu saja, Vaksin Pfizer ditemukan oleh pasangan suami istri peneliti dari BioNTech, Ugur Sahin bersama istrinya, Ozlem Tureci, yang merupakan kepala petugas medis.

Menurut Times, Sahin membaca artikel dari The Lancet pada Januari 2020 tentang wabah Wuhan. Dia sudah melihat potensi bahaya pandemi di maza depan. Lalu dia melihat bagaimana kerja BioNTech pada mRNA dapat diterapkan untuk vaksin. Metode ini awalnya digunakan untuk vaksin kanker lalu akhirnya dikembangkan untuk Covid-19.

 

Di AS hingga Israel

Sebelumnya, AS melaporkan 21 kasus reaksi alergi parah dari 14 hingga 23 Desember setelah pemberian 1,9 juta dosis awal vaksin Pfizer/BioNTech. Dalam laporan yang dikeluarkan peneliti independen AS untuk FDA tahun 2020, disebutkan vaksin memang bisa menimbulkan reaksi alergi dan bell palsy meski hanya kemungkinan kecil.

Kematian pasien setelah divaksinasi juga terjadi di Prancis. Namun pihak berwenang mengatakan tidak ada indikasi terkait vaksin mengingat riwayat medis pasien. Pada Kamis lalu, Prancis melaporkan empat kasus reaksi alergi parah dan dua insiden jantung tidak teratur setelah divaksin.

Sebelumnya, enam orang meninggal saat uji coba vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech, tapi hanya dua yang benar-benar diberi vaksin. Empat lainnya diberi larutan garam dan air plasebo yang aman.

Saat ini, Pfizer dan BioNTech serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sedang menyelidiki kematian seorang dokter yang meninggal setelah mengambil suntikan vaksin Corona Pfizer. Dokter di Florida Amerika Serikat tersebut meninggal karena kondisi yang jarang terjadi, yakni kelainan darah yang parah. Dokter tersebut wafat 16 hari setelah menerima suntik vaksin virus corona dari Pfizer.

Masih belum diketahui apakah sakitnya itu terkait dengan suntik vaksin virus corona, yang dilakukannya.   

Dokter tersebut diketahui bernama Gregory Michael, 56 tahun, yang merupakan seorang dokter spesialis kandungan dan ginekolog, yang tinggal di kawasan Miami Beach. Michael menerima suntik vaksin virus corona di Pusat Kesehatan Mount Sinai pada 18 Desember 2020. Dia meninggal 16 hari kemudian karena pendarahan di otak. Istri Michael, Heidi Neckelmann, mengunggah di Facebook kabar kematian suaminya ini.   

Pada bagian lain, otoritas Meksiko menyatakan sedang mempelajari kasus seorang dokter perempuan, 32 tahun, yang dirawat di rumah sakit setelah menerima suntik vaksin virus corona buatan Pfizer – BioNTech.

Identitas lengkap dokter tersebut tidak dipublikasi. Dia dilarikan ke ICU sebuah rumah sakit umum di Nuevo Leon setelah mengalami kejang, susah bernafas dan ruam-ruam pada kulit.         

Kasus kematian akibat Vaksin Pfizer tersebut juga terjadi di Swiss dan Israel. Satu orang warga Swiss dan dua orang warga Israel dilaporkan meninggal dunia usai dilakukan penyuntikan vaksin virus corona buatan Pfizer-BioNTech pada akhir Desember 2020.

Di Israel seorang warga berusia 88 tahun meninggal dunia hanya beberapa jam setelah menerima vaksin tersebut pada Selasa (29/12/2020).

Satu hari sebelumnya, Senin (28/12/2020), seorang pria berusia 75 tahun dikabarkan meninggal dunia dua jam setelah disuntik vaksin Covid-19. Pria itu menerima suntikan dosis pertama vaksin Pfizer.

Baca Juga: UNESA Gandeng Universitas Islam Madinah Perkuat Mutu Pendidikan dan Jaringan Internasional

Kementerian Kesehatan Israel mengatakan penyelidikan awal menunjukkan kematian itu tampaknya tidak memiliki kaitan dengan penyuntikan vaksin Pfizer.

"Hasil temuan awal tidak menunjukkan hubungan antara kematian pria itu dan vaksinasi," kata Direktur Jenderal Kemenkes Israel, Chezy Levy.

Meski demikian, Kemenkes Israel mengumumkan pembentukan komite penyelidikan untuk menyelidiki insiden tersebut. Hal ini tak terlepas dari kasus seorang pria berusia 46 tahun di Israel yang menderita alergi parah pasca-satu jam disuntik vaksin.

Terkait efek samping alergi parah, negara Inggris telah mengumumkan kepada orang-orang yang punya riwayat alergi untuk tidak memakai vaksin Pfizer.

 

Efek Samping

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) membuat laporan tentang dampak negatif penggunaan vaksin Pfizer. Efek samping yang paling umum berupa mudah lelah atau reaksi pada daerah bekas suntikan.

Reaksi merugikan yang paling sering muncul setelah dosis pertama disuntikkan seperti ruam di area suntikan (84,1 persen), kelelahan (62,9 persen), sakit kepala (55,1 persen), nyeri otot (38,3 persen), menggigil (31,9 persen), nyeri sendi (23,6 persen), demam (14,2 persen).

Efek samping tersebut kemungkinannya kecil terjadi setelah dosis kedua diberikan. Selain itu, umumnya lebih jarang terjadi efek samping pada peserta berusia di atas 55 tahun, kurang dari 2,8 persen, sementara pada kelompok usia lebih muda ditemukan efek samping hingga 4,6 persen

Laporan kasus kematian pasca-penyuntikan vaksin Pfizer terjadi tak lama dari laporan seorang perawat instalasi gawat darurat di Amerika Serikat yang dinyatakan positif virus corona, 8 hari setelah menerima vaksin Pfizer.

Perawat bernama Matthew W tersebut mendapat suntikan vaksin Pfizer di California pada 18 Desember 2020 lalu. Ia sempat mengeluh sakit lengan ringan setelah menerima suntikan vaksin.

Kemudian pada malam Natal tubuhnya mulai menggigil. Ia juga mulai merasakan nyeri otot dan kelelahan. Ia pun mengunjungi lokasi pengujian Covid-19 pada 26 Desember 2020 dan kemudian dinyatakan positif Covid-19.

Baca Juga: Pesawat Japan Airlines Tabrak Pesawat, 400 Penumpang Selamat

Para ahli berpendapat Matthew tertular Covid-19 sesaat sebelum menerima vaksin atau selama 10-14 hari inkubasi yang dibutuhkan vaksin untuk bekerja usai disuntikkan.

Kasus Matthew ini menunjukkan bahwa seseorang perlu mendapatkan dua suntikan vaksin Pfizer karena suntikan pertama menawarkan sekitar 50 persen perlindungan infeksi Covid-19 serius dan suntikan kedua sebagai suntikan penguat dengan peningkatan sebesar 95 persen.

 

Harus Cermat

Menyikapi kasus tersebut, Pakar China mengatakan insiden kematian harus dinilai dengan hati-hati untuk memahami apakah kematian itu disebabkan oleh vaksin atau kondisi lain yang sudah ada sebelumnya dari orang-orang ini.

Ahli virologi dari Universitas Wuhan, Yang Zhanqiu, mengatakan bahwa insiden kematian tersebut, jika terbukti disebabkan oleh vaksin, menunjukkan bahwa efek vaksin Pfizer dan vaksin mRNA lainnya tidak sebaik yang diharapkan. Sebab tujuan utama pemberian vaksin mRNA adalah untuk menyembuhkan pasien.

Vaksin mRNA mengajarkan sel manusia untuk membuat protein untuk memicu respons imun. Kemudian, kekebalan dapat melindungi orang agar tidak terinfeksi jika virus yang sebenarnya masuk ke dalam tubuh.

Sementara itu, zat beracun dapat berkembang selama proses vaksinasi mRNA tidak dapat sepenuhnya dijamin, kata Yang.

Tapi itu tidak terjadi pada vaksin yang tidak aktif di China, yang memiliki teknologi yang lebih matang, kata Yang.

Seorang ahli imunologi yang berbasis di Beijing, yang meminta anonimitas, mengatakan bahwa dunia harus menangguhkan penggunaan vaksin mRNA Covid-19 yang diwakili oleh Pfizer, karena teknologi baru ini belum membuktikan keamanan dalam penggunaan skala besar atau khususnya penggunaan pada orang tua, terutama yang berusia di atas 80 tahun, sebaiknya tidak direkomendasikan untuk menerima vaksin Covid-19.

Ia mengatakan bahwa orang yang berusia di atas 80 tahun memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah dan lebih rentan terhadap efek samping. Oleh karena itu, mereka dianjurkan minum obat untuk meningkatkan sistem kekebalan, katanya. dsy/jk/ril

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU