China Sanggah Ekonomi di Tengah Perang Dagang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 26 Jul 2018 09:00 WIB

China Sanggah Ekonomi di Tengah Perang Dagang

SURABAYAPAGI.com, Beijing - Dilansir CNBC Rabu (25/7/2018), hal ini mencuat ketika konflik perdagangan versus Amerika Serikat (AS) semakin memanas ditambah pertumbuhan tahunan China sedikit melambat pada kuartal kedua tahun ini. Bahkan AS pekan lalu mengancam bakal membebani semua impor China dengan tarif tinggi serta menuding pihak Beijing telah melakukan manipulasi mata uang. China sedang mencoba memperkuat ekonomi seiring konflik perdagangan yang semakin meningkat serta melebarnya risiko ke pasar mata uang. Pemerintah Negeri Tirai Bambu -julukan China- bakal fokus terhadap pemotongan pajak lebih besar dan meningkatkan upaya untuk menerbitkan obligasi khusus proyek infrastruktur pemerintah daerah. Tercatat perekonomian China sedikit melambat pada kuartal kedua mencapai 6,7% di tengah upaya pemerintah untuk membatasi utang. Analis memperkirakan bakal terdapat tantangan besar ke depannya, lantaran tarif tinggi AS menjadi beban. Dengan kondisi seperti itu, China memberika sinyal mulai bergerak untuk menyangga perekonomian terhadap potensi guncangan negatif. "Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru yang ditargetkan dalam waktu dekat untuk menghadapi ketidakpastian eksternal dan memastikan performa ekonomi berada dalam level yang wajar," menurut pernyataan resmi yang dirilis setelah pertemuan eksekutif Dewan Negara pada 23 Juli. Sementara itu diterangkan mengenai langkah yang belum dipaparkan sebagian besar bakal dilakukan bertahap, dimana mengisyaratkan pergeseran menuju kebijakan fiskal yang lebih longgar menurut para analis. "Kesan saya mereka tidak akan melakukan perubahan besar-besaran. Tetapu jelas butuhk kebijakan baru," ujar Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics. Dia mengatakan hingga saat ini China mengandalkan kebijakan moneter untuk mendukung ekonomi. "Kami baru saja memasuki awal dari perlambatan di China sehingga memiliki setiap alasan untuk berpikir akan ada lebih banyak legi (pelonggaran fiskal)," uangkapnya. Pernyataan ini mencuat ketika Bank Sentral China menyuntikkan sejumlah dana sebesar USD74 miliar ke dalam sistem perbankan untuk injeksi terbesar yang bakal dipakai menunjang fasilitas pinjaman jangka menengah, menurut laporan media. "Tampaknya lebih merupakan kelanjutan dari pelonggaran secara bertahap dan menekan biaya," tambah Evans-Pritchard. Diketahui AS dan China tengah terjebak dalam perang perdagangan, dimana Negeri Paman Sam -julukan China- bakal menetapkan tarif pada semua produk yang diimpor dari China senilai USD500 miliar. Presiden AS Donald Trump pekan lalu menuduh China dan Uni Eropa "memanipulasi mata uang dan suku bunga mereka lebih rendah" lewat akun resmi Twitter miliknya. China membantah tuduhan itu, dengan mengatakan pihaknya tidak memiliki niat untuk memacu ekspor melalui devaluasi mata uang yang kompetitif. "Nilai tukar yuan terutama ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar," kata juru bicara kementerian luar negeri kepada konferensi pers. ch

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU