Home / Pilpres 2019 : 16 dari 20 Kepala Daerah yang Ditangkap KPK, Diket

Bupati Pro Jokowi, Di-OTT

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 19 Nov 2018 08:50 WIB

Bupati Pro Jokowi, Di-OTT

SURABAYA PAGI, Jakarta Citra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali maju sebagai calon presiden (capres) pada Pilpres 2019 kembali tecoreng, lantaran kepala daerah yang mendukungnya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terbaru, Bupati Pakpak Bharat (Sumatera Utara) Remigo Yolanda Berutu terjaring operasi tangkap tangan (OTT), Minggu (18/11/2018), terkait dugaan suap proyek fisik di sana. Padahal sehari sebelumnya, ia baru mendeklarasikan dukungan kepada Presiden Jokowi untuk 2019. Remigo juga menjadi Ketua Galang Kemajuan (GK) Jokowi Sumut. OTT ini melengkapi kepala daerah lain yang terjerat KPK dan sama-sama pendukung capres nomor urut 01. Sebut saja, Wali Kota Pasuruan Setiyono, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra serta ditersangkakannya Bupati Malang Rendra Kresna dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah. Sedang dari kubu Prabowo-Sandiaga Uno, hanya Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dhani Prasetyo yang diproses hukum. Namun bukan oleh KPK, melainkan Polda Metro Jaya dan Polda Jatim. -------- Informasi yang dihimpun, penangkapan Bupati Pakpak Bharat periode 2015-2020 Remigo Yolanda Berutu ini merupakan kepala daerah ke-20 yang terjerat OTT KPK selama tahun politik ini. Ironisnya, 16 dari 20 kepala daerah ini berasal dari parpol pendukung Jokowi. Remigo memang diketahui Ketua DPC Partai Demokrat setempat. Namun, ia terang-terangan mendukung Jokowi. Istri Remigio, Made Tirta Kusuma Dewi, juga menjadi Ketua Perempuan Tangguh Pilih Jokowi (Pertiwi) yang baru deklarasi di Hotel Polonia, Medan, Sumut, Sabtu (17/11). KPK juga meringkus kepala Dinas PU Pakpak Bharat, pegawai negeri sipil, dan pihak swasta dari OTT di Medan. Total enam orang ditangkap: dua orang di Jakarta dan empat di Medan. Setelah dilakukan pemeriksaan, KPK menetapkan Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolanda Berutu (RYB), sebagai tersangka kasus dugaan suap. Remigo diduga menerima suap terkait proyek infrastruktur di Pakpak Bharat. Selain Remigo, KPK juga menetapkan Plt Kadis PUPR Pemkab Pakpak Bharat berinisial DAK dan satu pihak swasta, ASE, sebagai tersangka. "KPK telah meningkatkan penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tiga orang tersangka diduga sebagai penerima RYB, DAK. Dan HSE," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, saat jumpa pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (18/11) malam. Dalam OTT tersebut KPK berhasil menyita duit Rp 150 juta. Diduga pemberian uang terkait dengan fee pelaksana proyek yang diduga berasal dari mitra yang sedang mengerjakan proyek. "Saudara RYB diduga menerima Rp 550 juta dari perantara pada 3 kesempatan, tanggal 16 November sebeaar Rp 150 juta, kemudian 17 November Rp 250 juta, kemudian yang tadi malam 5 menit sebelum jam 12 saudara RYB menerima Rp 150 juta," lanjut Agus. Remigo dan dua tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pro Jokowi Sebelum ini, KPK sudah menangkap kepala daerah lainnya. Entah kebetulan atau tidak, mereka kebanyakan pendukung Jokowi. Pada 25 Oktober 2018, misalnya, KPK menangkap Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra. Dia ditangkap atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait mutasi jabatan, proyek dan perizinan di Kabupaten Cirebon tahun anggaran 2018. Sunjaya adalah kader PDI Perjuangan yang mengantarkannya menang di Pilkada Cirebon 2018. Sebelum kasus Sunjaya terbongkar, nama Neneng Hasanah menggema di seluruh penjuru nusantara. Bupati Bekasi dari Partai Golkar ini ditangkap KPK dalam kasus dugaan suap perizinan mega proyek Meikarta. Sialnya, Neneg tercatat sebagai tim sukses pasangan Jokowi-Maruf Amin untuk Pilpres 2019 sebelum akhirnya diberhentikan. Sebelum Neneng, ada pula nama Setiyono, Wali Kota Pasuruan yang juga berhasil ditangkap KPK dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan Tahun Anggaran 2018. Setiyono adalah kader Partai Golkar yang diusung partai beringin tersebut dan PDIP. Dia juga tercatat sebagai Koordinator Wilayah Tim Kampanye Daerah (Korwil TKD) Joko Widodo-Maruf Amin di Kota Pasuruan. Bulan Juli 2018, KPK juga menangkap kader PDI Perjuangan, Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap dalam kasus dugaan suap di lingkungan pemerintah daerah Labuhanbatu, Sumatera Utara. Sejumlah nama lain kepala daerah dari parpol pendukung Jokowi yang tertangkap KPK di antaranya Bupati Tulungagung Sahri Mulyo (PDIP), Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar (PDIP), Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (diusung PDIP), Bupati Bener Meriah Ahmadi (Golkar), Bupati Purbalingga Tasdi (PDIP), Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud (Perindo), Bupati Bandung Barat Abubakar (PDIP), Bupati Lampung Tengah Mustafa (Nasdem), Bupati Subang Imas Aryuminungsih (Golkar), Bupati Ngada Marianus Sae (PDIP) Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat (PDIP) dan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (Golkar). Selebihnya terdapat nama lain seperti Bupati Sungai Tengah Abdul Latif (Berkarya), Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan (PAN), dan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (PAN). Sikap TKN Menyikapi hal itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf meminta publik tak mengaitkan sikap dukungan sang bupati dengan masalah hukum di KPK. Sebab itu urusan pribadi dan jelas tak berhubungan sikap politik apa pun. "Urusan OTT (operasi tangkap tangan) itu urusan perbuatan pribadi yang, saya kira, tidak bisa dihubungkan atau dikaitkan dengan tim kampanye daerah, atau tim kampanye nasional, karena itu perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pak Bupati," kata Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf, Abdul Kadir Karding, saat dihubungi, Minggu (18/11) kemarin. Menurut politikus PKB ini, dukungan Bupati Remigo kepada Jokowi-Maruf merupakan bagian dari apresiasi akan keberhasilan dan prestasi yang dicapai oleh pemerintah. "Pak Jokowi selama ini justru sangat tegas dalam urusan hukum, bahwa siapa pun yang kena masalah hukum, atau tertangkap, maka tentu tidak akan mendapatkan pembelaan dari Pak Jokowi," ujarnya. Sikap itu merupakan prinsip dasar sehingga Jokowi dan TKN Jokowi-Maruf tidak akan mencampurkan urusan politik dengan urusan hukum. "Hukum adalah satu bagian tersendiri yang independen, yang tidak boleh diganggu gugat sebagai wujud komitmen kita bersama. Di depan hukum dan prinsip hukum adalah suatu yang independen dan KPK saya kira bekerja profesional," papar dia. Warning Kubu Prabowo Juru Bicara pasangan Prabowo -Sandi, Andre Rosiade prihatin atas kasus suap yang menimpa tiga kepala daerah yang juga menjadi timses Jokowi-Maruf Amin. Dengan adanya peristiwa itu, Andre mengingatkan, jangan sampai suara pemilih ikut disuap. Politisi Gerindra ini berharap, masyarakat yang sudah menentukan pilihannya, tidak terbujuk dengan uang agar memilih yang lain di luar kehendaknya. "Juru kampanyenya bisa disuap, jangan sampai suara rakyat juga disuap untuk memilih di Pilpres 2019," ungkapnya. Sementara itu Partai Demokrat menyayangkan kadernya yang ditangkap KPK. "Peristiwa penangkapan tersebut kami ketahui dari media. Belum dapat laporan dari DPD Sumut. Namun, jika benar Bupati Pakpak Bharat yang tertangkap OTT, tentu kami prihatin," kata Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/11). Menurut dia, Remigo tercatat sebagai ketua DPC Pakpak Bharat. Dia memastikan Demokrat akan menghormati proses hukum yang berjalan. Namun, Demokrat masih menunggu keterangan resmi dari KPK sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Remigo pun terancam dipecat sebagai kader partai bila menjadi tersangka. Sumber Dana Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari mengungkapkan dengan kualitas KPK yang tegas, seharusnya angka korupsi mengalami penurunan. Namun pengaruh tahun politik terutama menjelang Pilpres 2019 angka tersebut bertambah. "Tahun politik tahun OTT, semakin tahun politik semakin banyak ott, salah satu faktornya adalah sumber dana ," kata Feri dalam diskusi OTT KPK kerja profesional atau operasi politik, di Jakarta, kemarin. Dana yang besar dalam berkompetisi di dunia politik menjadi korelasi maraknya OTT yang terjadi belakagan ini. Tahun ini bahkan ada 26 perkara dan angka tersebut masih berpotensi untuk bertambah. Angka tersebut menjadi yang tertinggi jika dibandingkan pada 2017 sebanyak 19 perkara, 2016 sebanyak 15 perkara, dan 2015 terdapat lima perkara. Bedasarkan peraturan yang ada, partai politik dapat memperoleh dana dari APBN/APBD, sumbangan dan iuran. Namun ia melihat jarang ada partai yang menerapkan hal tersebut sebagai sumber penghasilan. "Pernah ada pernyataan dari PKS, pernah ada iuran, ternyata sifatnya lebih pada sumbangan, nah kalau iuran itu sebulan sekali dan tetap,tidak ada partai yang mendalami itu ," ujar Feri. Berbicara sumbangan, jarang ada masyarakat ataupun politisi di Indonesia yang mau menyumbangkan uangnya pada partai politik. Partai politik Indonesia harus mencotohkan pada parpol di luar yang banyak memberikan visi misi sesuai dengan ideologi pemilih. Alhasil banyak partai politik di sana yang mendapatkan sumbang secara sukarela dari masyarakat. "Obama pada saat ke Indonesia menceritakan mengenai makan bakso, sate dan lainya, banyak warga Indonesia yang rela menyumbang besar untuk kemenangannya, dan di negara asalnya Obama menjadi politisi yang memiliki penyumbang terbesar, karena masyarakat seideologi ," kata Feri. Ketika pemimpin yang terpilih tidak bekerja sesuai dengan ekspektasi masyarakat maka jangan berharap ia akan mendapatkan dana lagi saat pencalonan berikutnya. Sementara di Indonesia partai bergabung jawab atas dana para caleg, sehingga mau tidak mau partai akan membebankan dana kepada caleg. "Kondisi tersebut yang menjadi orang mencari sumber dana dari berbagai sumber yang misalnya pun dari yang haram, sehingga mereka kena OTT," ungkapnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU