Home / Peristiwa Nusantara : Air Laut Tebelah di Suramadu hingga Pasuruan

BMKG Sebut Halocline, tapi Ada yang Duga Pencemaran

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 21 Mar 2019 08:24 WIB

BMKG Sebut Halocline, tapi Ada yang Duga Pencemaran

Warga Surabaya dan Madura digemparkan fenomena air laut yang seolah terbelah di kawasan Jembatan Suramadu. Pasalnya, terjadi perbedaan warna air di selat Madura tersebut pada Rabu (20/3/2019). Menariknya, fenomena itu juga terjadi perairan perairan Juanda hingga perairan Kraton, Pasuruan yang panjangnya sekitar 20 kilo meter. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut gradasi warna air laut itu sebagai fenomena halocline. Benarkah? Atau justru itu akibat pencemaran laut mengingat jalur perairan ini dilintasi kapal-kapal besar dan ada banyak industri di sekitarnya. -------- Alqomar Kadir, Tim Wartawan Surabaya Pagi Sejak kemarin beredar unggahan video terbelahnya air laut dan membuat ramai di media sosial. Video ini pertama kali diunggah pemilik akun Instagram @ndorobeii dan Mohammad Fahrizal yang mendokumentasikan moment tersebut. Namun fenomena itu juga terjadi di perairan Pasuruan. "Fenomena seperti yang di Suramadu yang viral itu juga ada di Pasuruan. Saya beberapa kali pernah melihat. Tapi tidak setiap hari terjadi ya," kata Kasubnit Lidik Polair Pasuruan Aipda Laswanto. Laswanto mengatakan fenomena laut tersebut biasanya terjadi mulai dari Perairan Kraton hingga Perairan Juanda. Jaraknya membentang mencapai 20 kilometer. "Yang satu sisi putih keruh, sisi lainnya biru bening," jelasnya. Humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) Faisal Yasir Arifin mengatakan, fenomena tersebut adalah Halocline. Fenomena ini terjadi karena pertemuan dua jenis massa air dari sisi timur dan barat Pulau Madura yang densitasnya berbeda. Baik suhu, kadar garam, dan kerapatan airnya, sehingga tidak bisa menyatu. "Itu fenomena biasa. Terjadi sejak hari Selasa kemarin. Seperti di Selat Gibraltar terjadi pertemuan air dari Laut Atlantik dan air dari Mediterania. Lama terjadinya bisa berhari-hari, bisa semalam saja. Tidak pasti. Tergantung arus lautnya," ujarnya. Hal sama dikatakan Kepala Kelompok Forcaster BMKG, Ari Widjajanto. Ia menjelaskan fenomena ini merupakan hal yang wajar. Pada dasarnya di pesisir banyak terdapat muara sungai. Nah istilah fenomena ini adalah halocline, jadi di laut ada dua jenis air yang berbeda," kata Ari saat dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (20/3/2019). Adapun faktor yang mepengaruhi terjadinya fenomena tersebut adalah intensitas air yang berbeda. Sehingga memperlambat menyatunya dua jenis air tersebut. Ari mengungkapkan agar air tercampur harus ada faktor yang memaksa pencampuran kedua jenis air tersebut. Dia mencontohkan adanya kapal yang lewat, memudahkan air dari kedua jenis bercampur. Karena dalam hal ini terdapat dua jenis air yang memiliki perbedaan salinitas (kadar garam). Dia menduga terdapat aliran sungai yang meningkat di sekitar Jembatan Suramadu atau Kalimas. Aliran sungai tersebut diperkirakan masuk ke laut dengan debit air yang cukup banyak. Yang jelas, jika terdapat dua jenis air yang bertemu dan tidak menyatu, faktor utamanya bisa jadi karena massa jenis yang berbeda. Faktor-faktor lain seperti cuaca, aktivitas pembangunan atau sebab non alam masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, kata Ari. Meski begitu, Prof. Amin Alamsyah selaku Ahli Kelautan Unair meragukan fenomena halocline. Kalau halocline seharusnya sangat minim terjadi ketika curah hujan tinggi. Mestinya dalam kondisi yang curah hujan tinggi maka fenomena halocline kemungkinan kecil terjadi sebab kondisi salinitas air laut dan air tawar dari muara tercampur dan menghasilkan perbedaan salinitas yang tidak begitu ekstrem, ujar Prof. Alam. Namun Prof Alam tidak bisa memastikan lebih lanjut karena belum ada Tim yang terjun langsung ke lokasi. Ia pun kemudian memberikan beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan berubahnya warna air laut selain Halocline, yakni; Perubahan warna laut biasanya diakibatkan karena blooming plankton di laut, atau bisa juga diakibatkan perbedaan kedalaman topografi dasar laut. Atau bisa juga paparan bahan pencemar yang terlarut. Dan bisa juga suspensi lumpur yang teraduk dan kemudian membuat stratifikasi warna laut berbeda. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU