Benarkah APBN Bocor Rp 500 Triliun?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Feb 2019 09:39 WIB

Benarkah APBN Bocor Rp 500 Triliun?

SURABAYAPAGI.com - Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut anggaran negara bocor hingga 25 persen atau sekitar Rp 500 triliun dari total APBN 2018 Rp 2.220,6 triliun. Salah satu penyebab kebocoran itu adanya praktik markup proyek atau korupsi. Capres nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) menantang Prabowo melaporkan kebocoran itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disertai data dan fakta. Benarkah kebocoran itu karena korupsi atau lantaran inefisiensi anggaran? ------- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, kebocoran yang dimaksud Prabowo seharusnya dijelaskan secara detail. Sebab dalam ekonomi, kebocoran bisa berasal dari inefisiensi maupun APBN. "Kalau era Orba itu, bapaknya Prabowo, Soemitro, menjelaskan kebocoran karena inefisiensi. Ini bisa diukur dengan ICOR (incremental capital output ratio). Makanya yang saat ini disebut Prabowo konteksnya tuh apa?" tanya Bhima, Kamis (7/2/2019). ICOR secara umum didefinisikan sebagai besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output dalam mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Besaran ICOR berdasarkan perbandingan tambahan kapital dengan output. Menurut Bima, ICOR yang efisien secara umum di kisaran 3-4 persen. Artinya, untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) 1 persen, butuh tambahan investasi hingga 3-4 persen. Sementara nilai ICOR yang semakin kecil mengindikasikan terjadinya efisiensi dalam proses investasi. Sebaliknya, nilai ICOR yang membesar menggambarkan tingginya inefisiensi investasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ICOR Indonesia pada 2016 sebesar 6,46 persen, turun dibandingkan tahun sebelumnya 6,64 persen. Namun, masih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Malaysia, dan Singapura yang berada di kisaran angka ideal sebesar 3 persen. "Makanya Pak Prabowo jelaskan sebelah mana kebocorannya. Jangan-jangan bukan fiskal atau APBN, tapi inefisiensi investasi. Kalau itu, pembahasannya beda karena faktornya di luar APBN, ada permasalahan birokrasi infrastruktur berkaitan lambatnya proyek berjalan. Makanya ICOR kita masih sekitar 6 persen," papar dia. Sedangkan jika yang dimaksud Prabowo kebocoran anggaran tersebut terkait realisasi APBN, maka hal ini harus dilihat melalui realisasi penyerapan belanja negara. Selama 2018, realisasi belanja negara sebesar Rp 2.202,2 triliun atau 99,17 persen dari pagu belanja negara Rp 2.220,6 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan penyerapan anggaran di 2017 yang hanya 94,1 persen. Pajak dan SDA Namun, penyerapan anggaran yang belum 100 persen ini juga masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Penerimaan perpajakan yang tak tercapai juga bisa disebut penyebab kebocoran. Tapi, melesetnya potensi penerimaan tidak seutuhnya disebabkan kinerja aparat perpajakan, melainkan faktor eksternal lainnya seperti melemahnya demand akibat resesi global. Potensi kebocoran anggaran lainnya, lanjut Bhima, yaitu hilangnya potensi penerimaan negara dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), baik tambang maupun kekayaan nontambang lainnya. Akan tetapi, potensi hilangnya penerimaan dari hasil pengelolaan SDA tersebut sangat bergantung kepada kesepakatan kontrak yang sudah ditandatangani sebelumnya. Audit BPK Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan tudingan Prabowo tidak benar, karena pemerintah merasa sudah mengelola APBN dengan benar. Hasil pengelolaan itu sudah dibuktikan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Predikat itu diberikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dalam dua tahun berturut-turut pada 2016 dan 2017. "Setiap tahun, pelaksanaan APBN mendapat pemeriksaan atau audit dari BPK. Hasil audit, BPK memberikan predikat WTP," tandas Frans, Kamis (7/2/2019). Lebih lanjut, pengelolaan anggaran yang baik juga tercermin dari cara pemerintah membelanjakan anggaran. Berdasarkan realisasi APBN 2018, pemerintah melakukan belanja mencapai Rp2.202,2 triliun per 2 Januari 2019. Realisasi tersebut mencapai 99,2 persen dari target Rp2.220,7 triliun. Realisasi tersebut merupakan yang tertinggi dibanding beberapa tahun sebelumnya pada pemerintahan Presiden Jokowi. Sebut saja pada 2017, realisasi belanja negara hanya Rp2.001,6 triliun atau 93,8 persen dari target negara. Sebelumnya, Prabowo dalam pidatonya di Hall Sport Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (6/2), menyebut kebocoran anggaran terjadi karena ada penggelembungan harga proyek dari yang seharusnya. "Saya hitung kebocoran dari anggaran rata-rata taksiran saya, mungkin lebih sebetulnya taksiran saya adalah 25 persen anggaran itu bocor. Bocornya macam-macam," kata dia. Dia menyebut, uang sebanyak Rp 500 triliun itu dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan dan memperbaiki ekonomi rakyat kecil. "Saya bicara dengan pakar industri. Dengan uang tadi, USD 50 miliar dolar AS atau Rp 500 triliun kurang lebih, kita bisa bangun 200 pabrik. Sehingga, kita bisa ciptakan produk terbaik di Indonesia, ucapnya. Menanggapi hal itu, Jokowi menantang Prabowo melaporkan hal itu ke KPK. "Duitnya gede banget Rp500 triliun. Laporin ke KPK dengan bawa bukti-bukti dan bawa fakta-fakta. Jangan asal," ujar Jokowi usai menghadiri Perayaan Imlek Nasional 2019, di JI-EXPO, Jakarta, Kamis (7/2/2019). n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU