AS Resmi Tahan Dana Bantuan untuk Palestina

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 18 Jan 2018 01:00 WIB

AS Resmi Tahan Dana Bantuan untuk Palestina

AS menahan hampir separuh dari total anggaran tahunan rutin yang mereka berikan kepada UN Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Tahun ini, AS direncanakan akan memberikan sekitar US$ 125 juta kepada UNRWA. WASHINGTON DC, John Robbinson. Di tengah krisis Yerusalem yang tengah memanas, Amerika Serikat secara resmi telah menahan sebagian dana bantuan yang dikucurkan terhadap organisasi PBB untuk urusan Palestina, seperti dilansir berbagai media AS dan asing pada 16 Januari 2018. Keputusan itu muncul beberapa pekan usai ancaman serupa yang pernah dilontarkan Presiden AS Donald Trump. Oleh karena itu, usai keputusan tersebut, Washington DC hanya akan memberikan UNRWA dana senilai US$ 60 juta saja. Adapun dana yang tersisa, senilai US$ 65 juta, akan ditahan untuk dipertimbangkan pada masa-masa mendatang. Demikian seperti dikutip dari CNN. Tak dijelaskan kapan dana yang tersisa akan dikucurkan oleh AS, termasuk detail mengenai pertimbangan seperti apa yang akan dilakukan oleh Washington DC. Dana itu beserta yang turut disumbangkan dari negara lain digunakan untuk bantuan kemanusiaan, pendidikan, bantuan sosial, dan kesehatan bagi para pengungsi Palestina di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Keputusan itu memicu kutukan dari orang-orang Palestina, pujian dari Israel, dan ungkapan keprihatinan yang mendalam dari berbagai pejabat PBB serta organisasi pengungsi yang khawatir akan dampak kemanusiaan dan potensi destabilisasi lebih lanjut di kawasan. Amerika Serikat merupakan penyumbang dana terbesar tunggal bagi UNRWA organisasi yang didirikan pada 1949 untuk menangani krisis Pengungsi Palestina yang pecah usai Perang Arab-Israel dan hingga kini masih berdiri untuk mengurus isu serupa. Pada 2010, donor terbesar untuk anggaran reguler UNRWA adalah AS dan Komisi Uni Eropa, masing-masing mengucurkan sekitar US$ 248 juta dan US$ 165 juta. Setahun berikutnya, AS merupakan donor tunggal terbesar dengan total kontribusi senilai US$ 239 juta, diikuti Komisi Uni Eropa senilai US$ 175 juta. Adapun pada 2013, dari total US$ 1,1 miliar yang telah diterima UNRWA, sekitar US$ 294 juta disumbangkan oleh Amerika Serikat. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert mengatakan bahwa keputusan untuk menahan anggaran itu tak berkaitan dengan krisis Yerusalem yang tengah memanas atau menghukum Palestina atas serupa. "Keputusan itu bukan ditujukan untuk menghukum siapa pun," kata Neuert pada 16 Januari 2018. Nauert mengatakan, uang tersebut ditahan karena AS ingin agar negara lain lebih banyak berkontribusi dalam hal dana bantuan UNRWA. Washington juga ingin agar pemotongan dana itu mampu memicu reformasi birokrasi di internal UNRWA organisasi yang didirikan pada 1949 untuk menangani krisis Pengungsi Palestina yang pecah usai Perang Arab-Israel. Namun, Nauert tak menjelaskan secara detail, reformasi semacam apa yang diinginkan AS. Kendati demikian, periode waktu yang dipilih AS untuk menerapkan keputusan itu hanya berselang satu bulan usai keputusan sepihak Washington yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ini juga hanya terpaut beberapa pekan usai Presiden Donald Trump mengeluarkan ancaman serupa yang bernada seputar isu Al Quds Al Sharif. "Kita mengeluarkan uang untuk Palestina ratusan juta dolar tiap tahunnya. Tapi kita tak mendapatkan apresiasi atau penghormatan. Mereka bahkan tidak ingin menegosiasikan perjanjian damai yang telah lama tertunda dengan Israel," kata Trump lewat akun Twitter pribadinya @realDonaldTrump pada 3 Januari 2018. Sekretaris Jenderal PBB Antoni Guterres mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin atas dampak yang dapat timbul dari keputusan Amerika Serikat tersebut. "Pertama-tama, UNRWA bukanlah institusi Palestina, mereka adalah sebuah institusi PBB. Layanan yang diberikan oleh UNRWA sangat penting, tidak hanya untuk kesejahteraan populasi itu ... dan ada kekhawatiran kemanusiaan yang serius di sana," ia menambahkan. "Tapi juga yang terpenting menurut saya, beberapa komunitas internasional, termasuk sejumlah orang Israel, keputusan adalah faktor yang mampu memicu instabilitas," ucap Guterres. 03

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU