Home / Pilpres 2019 : Saksi Prabowo-Sandi ungkap ada Kecurangan di Kabup

Advokat BW, Nyaris Diusir Anggota Majelis Hakim

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 20 Jun 2019 09:03 WIB

Advokat BW, Nyaris Diusir Anggota Majelis Hakim

Jaka Sutrisna, Erick K. Kontributor Surabaya Pagi di Jakarta Dalam sidang sengketa pilpres 2019 , Pemohon Prabowo-Sandi, menghadirkan 15 saksi. Tiga diantaranya tim IT paslon 02. Mereka, Hermansyah, selain Agus Maksum dan Idham Amiruddin Ditengah mendengar kesaksian 15 saksi Prabowo-Sandi, Anggota hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengancam usir Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto- Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW). Pemicunya, BW, mendebat saat proses pemeriksaan saksi dalam sidang sengketa pilpres 2019 di MK, Jakarta, Rabu (19/6). Awalnya, Arief menanyakan pada saksi Idham, yang dihadirkan tim Prabowo tentang posisi dalam pilpres lalu. Idham, mengaku tak memiliki posisi apapun namun mengklaim menemukan kecurangan. "Saudara bukan tim BPN (Prabowo?" tanya Arief. "Bukan. Saya di kampung," jawab Idham. Arief pun menanyakan kaitan kesaksian Idham yang berasal dari kampung dengan permasalahan yang akan disampaikan dalam sidang. Sebab Idham menyebut akan menyampaikan dugaan kecurangan pilpres yang terjadi di tingkat nasional. "Kalau dari kampung mestinya yang diketahui situasi di kampung," kata Arief. BW Ditegur Lantaran tak menjawab, BW pun menjawab pernyataan Arief. "Saya di kampung tapi bisa mengakses dunia di kampung," ucap BW. "Jadi jangan judgement seolah-olah orang kampung tidak tahu apa-apa. Mohon dengarkan saja dulu Pak apa yang akan dijelaskan," imbuhnya. Suasana pun mulai memanas. Arief meminta agar BW tak menjawab, karena pertanyaan itu ditujukan pada Idham. "Begini Pak Bambang saya kira saya sudah cukup dan saya akan dialog dengan dia. Pak Bambang sudah setop," ucap Arief. BW pun tak terima dan langsung memotong pernyataan Arief. Namun belum selesai menyampaikan, Arief dengan tegas langsung menjawab. "Kalau tidak setop Pak Bambang saya suruh keluar," kata Arief. BW pun dengan tegas menolak. "Saya mohon maaf kalau saksi saya dalam tekanan terus saya akan tolak. Saksi saya ditekan oleh bapak," tutur BW. Arief pun membantah dan meminta BW untuk tak ikut menjawab. "Bukan begitu. Pak Bambang sekarang diam, saya akan dialog dengan saudara saksi," kata Arief. BW, terlihat tak lagi menanggapi pernyataan Arief. Mantan Ketua MK itu pun melanjutkan pertanyaan kepada Idham. 4 Dugaan Kecurangan Idham menyatakan akan menjabarkan empat dugaan kecurangan yakni soal NIK kecamatan siluman, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur. Ia mengaku mendapat data DPT curang itu dari DPP Gerindra Saksi dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Idham Amiruddin, memaparkan NIK siluman dan NIK rekayasa dengan memberi contoh temuan di Kabupaten Bogor dan Sulawesi Selatan. KPU balik bertanya soal pemenang Pilpres di kedua wilayah itu. "Apakah Saudara tahu karena dijadikan contoh, seperti Kabupaten Bogor, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu, apa Saudara tahu dalam Pilpres di Kabupaten Bogor pemenangnya 01 atau 02?" tanya komisioner KPU Hasyim Asyari. "Secara jujur, saya tidak tahu. Karena target (memeriksa DPT untuk) pemilihan yang jujur," kata saksi Idham. Pertanyaan yang sama diajukan soal pemenang Pilpres di wilayah Sulsel. Saksi Idham menyebut pemenang di Sulsel adalah Prabowo Subianto. Tak Pasang Tarif Saksi Idham mengaku mengecek NIK pemilih lewat file yang diterima dari DPP Gerindra. "Saya tidak memasang tarif karena pemikiran saya mendapatkan DPT seluruh Indonesia apakah DPT layak dipercaya atau tidak," tuturnya. Dalam tanya-jawab pada sidang MK, saksi Idham menyebut NIK rekayasa yang dimaksud adalah pengkodean yang tidak sesuai dengan aturan, yakni UU Administrasi Kependudukan. "Digit pertama tidak boleh selain provinsi, digit 3-4 tidak boleh tidak kabupaten/kota, kalau kabupaten 01. Digit 5-6 harus kecamatan, tidak boleh diisi kode desa. Kode 7-8 itu tanggal lahir, kode 9-10 bulan lahir, tidak boleh digeser," ujarnya. Soal NIK kecamatan siluman, menurut saksi dari Prabowo, ditemukan terkait kode-kode kecamatan yang tidak dikenali. Digit kode kecamatan, menurutnya, melebihi jumlah kecamatan pada wilayah tersebut. "Bagi saya yang tidak ada itu siluman," ujarnya. Sementara saksi Agus Maksum yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo-Sandi tidak dapat memastikan DPT Invalid 17,5 juta yang dipersoalkannya digunakan untuk mencoblos. Namun, menurut anggota tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah, hal ini akan dibuktikan oleh keterangan saksi fakta dan ahli lainnya. Hakim MK Arief Hidayat melakukan pemeriksaan awal dengan menanyakan apakah saksi Idham memiliki posisi tertentu dalam tim paslon pada Pemilu 2019. Namun BW yang kerap intrupsi membuat sang hakim geram dan meminta BW menghentikan pernyataannya. Hermansyah merupakan saksi fakta ketiga yang dihadirkan oleh Prabowo-Sandi. Ahli Teknologi Informasi (IT) Hermansyah mengaku merasa terancam dengan keberadaan mobil yang selama ini kerap parkir di depan rumahnya. Namun ia tak melapor ke polisi. Asumsi Diancam "Saya merasa terancam sering ada mobil yang kerap berhenti di rumah saya. Tapi ini masih asumsi (ancaman atau bukan)," ujar Hermansyah. Ia mengaku kerap melihat mobil-mobil yang parkir di depan rumahnya melalui kamera pengawas CCTV. Pengakuan Hermansyah ini pun dipertanyakan anggota hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna. Menurut Palguna, Hermansyah mestinya melapor ke polisi jika memang merasa terancam dengan keberadaan mobil tersebut. "Kenapa Anda tak lapor ke polisi? Anda merasa mendapat tekanan meski tidak saat bersaksi di sini," tanya Palguna. Ia mengatakan belum melaporkan ke polisi lantaran merasa tak menerima ancaman secara fisik. "Terancam tapi belum lapor karena belum ada (ancaman) yang saya terima secara fisik," jawabnya. Hermansyah mengaku pernah menerima ancaman fisik pada tahun 2017. Hal itu terungkap ketika anggota tim hukum Prabowo, Teuku Nasrullah menanyakan ancaman fisik itu kepada Hermansyah. "Saat itu Anda ditusuk-tusuk? Masih ada bekas lukanya?" tanya Nasrullah. "Ya masih, ada di leher," jawabnya. Namun ancaman fisik yang diterima Hermansyah saat itu disebut tak terkait dengan pilpres lantaran proses pendaftaran pilpres saat itu baru dimulai 2018. Saat itu Hermansyah diserang oleh sejumlah orang ketika melintas di kawasan Tol Jagorawi pada pukul 04.00 WIB. Peristiwa itu bermula ketika mobilnya bersenggolan dengan pelaku penusukan. Kerabat Prof Machfud Hairul Anas Suaidi, saksi yang dihadirkan oleh tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) disebut merupakan keponakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Mahfud mengaku tidak mempermasalahkan posisi Hairul menjadi saksi untuk Prabowo- Sandi di sidang tersebut. Bahkan, menurutnya, Hairul telah telah meminta izin kepadanya. "Hairul Anas Suaidi itu mau jadi saksi sudah bilang ke saya. Jadi saja saksi, tapi profesional ilmu, karena nanti pihak termohon juga punya saksi yang sebaliknya dari itu, tinggal adu ilmu saja, enggak apa-apa," ujarnya di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU