Ada Apa Dengan Internet Desa Di Tuban?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 20 Jan 2020 16:07 WIB

Ada Apa Dengan Internet Desa Di Tuban?

SURABAYAPAGI.COM, Tuban - Memasuki era digitalisasi tentu merupakan suatu berkah tersendiri bagi masyarakat. Jargon "mendekatkan yang jauh" meramaikan antusiasme penikmat produk digital untuk berlomba mengambil sebesar mungkin manfaat dan kemudahan yang ditawarkan. Membaca gerak perubahan yang demikian, agaknya menjadi dorongan tersendiri bagi pemerintah untuk turut masuk kedalam arusnya. Melalui kebijakan dan regulasi yang dibuat, pemerintah mencanangkan beberapa program berbasis digital, tentu dengan maksud menunjang percepatan pembangunan. Dan salah satu yang melaksanakan itu adalah Pemerintah Kabupaten Tuban. Dan hasilnya, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Dispemas KB), Pemkab Tuban membuat kebijakan smart village berupa acces point wifi diseluruh desa se- Kabupaten Tuban. Yangmana selain untuk membantu administrasi perkantoran pemerintah desa yang kini telah banyak beralih ke online agar berlangsung cepat, praktis dan transparan, disisi lain adanya internet masuk desa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan warga untuk mengikuti perkembangan informasi sampai sebagai sarana produktif yang menghasilkan uang. Namun, seiring berjalanya waktu pelaksanaan, kebijakan Pemkab Tuban yang selanjutnya menggandeng Icon+ (Icon Plus) sebagai Provider penyedia layanan internet anak perusahaan dari PLN itu kemudian memunculkan polemik, polemik- polemik yang muncul tersebut selanjutnya coba di himpun oleh surabayapagi.com untuk disampaikan kepada para pembaca. Polemik Pertama: Lemotnya Akses Internet Keluhan mengenai akses internet yang dinilai lambat ini sudah mengemuka di awal tahun 2019 lalu. Kecepatan lintasan data yang berdasarkan MoU antara Dispemas dan Icon+ sedianya diterima oleh server ditiap desa sebesar 2MB downloading dedicated 2MB uplouding (2MB:2MB) diduga sering tidak sesuai. Asumsi itu muncul karena dalam penggunaanya, kecepatan internet dirasa lemot serta tidak maksimal. Kepala Dinas Dispemas saat itu, Mahmudi menyampaikan jika melalui rapat resmi bersama Diskominfo Tuban, Icon Plus mengatakan akan memperbaiki pelayanan di 2019, dengan target pada semester awal kendala internet disemua desa terselesaikan. Akan tetapi hingga tahun 2020, persoalan lemotnya internet desa ternyata masih belum tuntas. Hal itu disampaikan oleh salah satu operator internet desa di Kecamatan Palang yang enggan disebutkan identitasnya. Kepada surabayapagi.com ia bahkan mengungkapkan bahwa program internet desa seperti unfaedah. Bagaimana tidak, menurut penuturanya, internet desa yang merupakan wujud program smart village Dispemas KB tersebut bahkan tidak bisa digunakan untuk mencetak billing pajak. Program Jadek (Jarak Dekat) yang sedianya memudahkan masyarakat dalam mengurus dokumen kependudukan berbasis online dari desa pun sering mengalami gangguan sehingga usaha memberi pelayanan kepada masyarakat menjadi terhambat. "Pelayanan desa yang berbasis online sering mengalami gangguan, bahkan untuk cetak billing pembayaran pajak dan Jadek saja sering terganggu,". Ungkapnya. Minggu, (19/01/2020). Tak cukup sampai disitu, sebagai pelaku yang setiap hari bersinggungan dengan internet desa, ia juga merasa heran atas sikap Dispemas KB yang terkesan mempertahankan provider. Padahal dalam menangani keluhan pengguna pun provider dinilai lamban. Hal itu, ia alami sendiri ketika keluhan atas rusaknya server di balaidesa yang sudah disampaikan, sampai harus menunggu waktu satu bulan baru ditangani. "Pernah aduan saya membutuhkan waktu sebulan baru ditangani, akhirnya selama sebulan itu. Internet kita nganggur tak bisa dipakai," ungkapnya. Selanjutnya, ia menyayangkan jika sejak awal pemasangan server sudah menelan biaya lumayan besar yakni sejumlah 8 juta rupiah, serta harga tiap bulan senilai 2 juta rupiah, tetapi pelayanan yang didapatkan ternyata tidak sesuai harapan. "Sudah harga pemasangan besar, harga perbulan mahal, lemot lagi," tandasnya. Guna memperoleh konfirmasi dari pihak Icon Plus. Surabayapagi.com mencoba menghubungi melalui saluran telepon kantor Icon Plus yang beralamat di Surabaya sampai dengan Senin, (20/01/2020). Akan tetapi usaha tersebut tidak mendapat jawaban. Polemik Kedua: Dugaan Intervensi Dispemas Atas Penggunaan Icon Plus Sebagai Internet Desa Akibat mengalami lemotnya akses internet desa, BPD bersama Pemerintah Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, Tuban dalam pleno akhirnya bersepakat untuk berhenti berlangganan Icon Plus. Kesepakatan itu, selanjutnya di ikuti rencana beralih langganan ke provider penyedia internet lain dengan anggaran lebih kecil dibanding sebelumya namun dianggap memiliki efisiensi yang sama bahkan dengan pelayanan yang lebih baik. Alokasi anggaran yang mulanya disediakan sebesar 24 juta dalam setahun (dengan rincian 2 juta perbulan dikali 12) untuk membayar Icon Plus, kini dipangkas menjadi hanya kurang lebih 6 juta rupiah untuk satu tahun (dengan rincian 500 ribu perbulan dikali 12) guna berlangganan provider lain. Sehingga, anggaran dapat direlokasikan untuk membantu biaya pendidikan anak miskin yang ada di desa Pongpongan. Namun sayang sekali, pada saat rancangan APBDes Desa Pongpongan dikonsultasikan ke Dispemas pada 15 Januari 2020, pihak Dispemas KB Tuban menolak mentah- mentah usulan desa Pongpongan untuk berhenti berlangganan Icon Plus terdebut dan memaksa untuk tetap menganggarkan Icon Plus dalam APBDes 2020. Rentetan peristiwa tersebut, disampaikan langsung oleh Kepala BPD desa Pongpongan, Aji Dahlan kepada surabayapagi.com. Minggu, (19/01/2020). Dalam kesempatan itu, dia juga menyayangkan sikap dari Kabid Pemerintahan Desa Dispemas KB, Anto Wahyudi. Anto yang sebelumnya pernah mengatakan bahwa desa bisa berhenti menggunakan Icon Plus jika pelayanan masih belum memuaskan nyatanya justru menolak kebijakan dari Pemdes Pongpongan. "Apa yang dikatakan dulu ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dispemas menolak keputusan Pemdes Pongpongan untuk berhenti berlangganan Icon Plus,". Saat dikonfirmasi oleh surabayapagi.com melalui Whatsapp, Anto Wahyudi membantah adanya kabar tersebut. Justru ia menuding sikap Pemdes Ponpongan yang enggan melanjutkan berlangganan Icon Plus itu, seolah lebih disebabkan sikap Aji Dahlan sebagai ketua BPD baru. Anto juga berdalih, jika pihaknya tidak pernah memaksa desa untuk menggunakan Icon Plus, menurutnya, desa bebas menggunakan provider manapun asal sesuai juknis yakni memiliki spesifikasi Viber Optik. "Dulu di Pongpongan tidak ada masalah, tapi sejak Aji Dahlan jadi ketua BPD baru malah ada masalah. Saya tidak pernah memaksa, desa boleh menggunakan provider lain asal sesuai Juknis, yakni berspesifikasi Viber Optik," ungkapnya. Minggu, (19/01/2020). Mengetahui apa yang telah diutarakan oleh Anto, Aji Dahlan justru mempertanyakan sikap Dispemas KB yang menurutnya aneh, keanehan itu, menurutnya lantaran Dispemas masih mempertahankan Icon Plus sebagai Provider meskipun sudah tau jika pelayananya tidak maksimal. "Rasanya aneh, Dispemas sudah tau pelayanan Icon Plus tidak maksimal, tapi kenapa masih dipertahankan," pungkasnya. Wid.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU